Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Senin 06 Okt 2025, 18:18 WIB
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Demokrasi idealnya memberi ruang luas bagi warga untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Namun, dalam praktik di Indonesia, partisipasi publik dalam kebijakan masih sebatas jargon. Banyak kebijakan lahir di ruang-ruang rapat yang tertutup, jauh dari aspirasi masyarakat. Akibatnya, kebijakan kerap ditolak, diperdebatkan, atau bahkan gagal diimplementasikan.

Reformasi 1998 membuka jalan bagi partisipasi publik yang lebih luas. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, misalnya, secara jelas menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses legislasi. Berbagai forum konsultasi publik juga mulai diperkenalkan, dari public hearing hingga uji publik rancangan kebijakan.

Namun, dalam kenyataan, partisipasi publik masih minim. Banyak proses perumusan kebijakan hanya formalitas. Draft undang-undang atau peraturan sering dipublikasikan ketika waktunya sudah mepet, sehingga masyarakat tidak punya cukup ruang untuk memberi masukan yang berarti. Bahkan, tidak jarang publik baru tahu tentang isi kebijakan setelah regulasi disahkan.

Kasus revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, hingga Peraturan Pemerintah tentang penanganan pandemi menjadi contoh bagaimana kebijakan bisa menimbulkan kontroversi karena minim partisipasi. Alih-alih menciptakan rasa memiliki (sense of ownership), kebijakan justru melahirkan resistensi publik. Demonstrasi di jalan menjadi kanal utama ekspresi, bukan ruang partisipasi yang sehat.

Masalahnya tidak hanya pada keterbukaan informasi, tetapi juga sikap elitis pembuat kebijakan. Masukan publik sering dipandang sebagai gangguan, bukan bahan perbaikan. Padahal, partisipasi adalah salah satu elemen kunci legitimasi kebijakan. Demokrasi tanpa suara rakyat ibarat rumah tanpa fondasi: rapuh dan mudah runtuh.

Mengapa Partisipasi Publik Mandek?

Ribuan massa menggelar aksi di depan Gedung Sate terkait kebijakan larangan studi tur di Jawa Barat. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ribuan massa menggelar aksi di depan Gedung Sate terkait kebijakan larangan studi tur di Jawa Barat. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Budaya birokrasi Indonesia masih kental dengan pola pikir top-down. Proses perumusan kebijakan di banyak instansi pemerintah lebih menekankan pada perintah dari atas ke bawah, seolah pemerintah selalu tahu apa yang terbaik bagi warganya. Masyarakat diposisikan hanya sebagai penerima manfaat, bukan sebagai subjek yang turut menentukan arah kebijakan. Konsekuensinya, aspirasi warga sering tidak pernah benar-benar masuk dalam desain kebijakan yang dihasilkan.

Selain itu, kanal partisipasi yang tersedia pun minim dan tidak efektif. Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) memang ada di setiap tingkatan, dari desa hingga provinsi, tetapi forum tersebut sering dianggap sekadar seremonial. Masukan masyarakat jarang terakomodasi dengan sungguh-sungguh, sementara keputusan tetap dikuasai oleh elite politik dan birokrat. Alhasil, musrenbang lebih banyak menjadi ajang formalitas ketimbang wadah nyata bagi warga untuk menyuarakan kebutuhan mereka.

Faktor lain yang membuat partisipasi publik kerap terhambat adalah rendahnya literasi kebijakan di masyarakat. Dokumen kebijakan biasanya disusun dengan bahasa teknis yang rumit dan sarat istilah hukum, sehingga sulit dipahami oleh masyarakat umum. Situasi ini membuat ruang partisipasi hanya benar-benar dimanfaatkan oleh kalangan terbatas seperti LSM, akademisi, atau organisasi profesi. Ironisnya, kelompok masyarakat biasa yang justru paling terdampak oleh kebijakan sering kali tidak mendapat tempat yang layak dalam proses perumusan.

Lebih jauh lagi, rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah juga menjadi penghalang. Banyak warga merasa pengalaman mereka menunjukkan bahwa masukan masyarakat sering diabaikan, bahkan sebelum sempat dipertimbangkan. Kekecewaan itu melahirkan apatisme. Mereka menganggap percuma hadir dalam forum partisipasi bila keputusan sudah ditentukan sejak awal. Lingkaran setan pun tercipta: partisipasi minim, legitimasi kebijakan melemah, resistensi muncul, dan kepercayaan publik semakin menurun.

Dalam kondisi seperti ini, partisipasi publik justru lebih sering muncul dalam bentuk protes di jalanan. Padahal, kanal formal partisipasi semestinya menjadi ruang deliberasi yang sehat, tempat masyarakat dan pemerintah duduk bersama untuk membicarakan arah kebijakan. Sayangnya, ruang itu hingga kini masih lebih sering berperan sebagai pelengkap prosedural ketimbang wadah demokrasi yang bermakna.

Baca Juga: 10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Membangun partisipasi publik yang substantif tidak cukup berhenti pada jargon atau sekadar memenuhi prosedur. Ia menuntut komitmen serius dari para pembuat kebijakan untuk menggeser paradigma dari “pemerintah paling tahu” menjadi “pemerintah bersama rakyat.” Dalam kerangka itu, partisipasi publik harus benar-benar dipandang sebagai bagian integral dari proses kebijakan, bukan sekadar formalitas yang muncul menjelang akhir.

Keterbukaan informasi menjadi pintu pertama untuk mewujudkan hal tersebut. Draft kebijakan semestinya tersedia sejak tahap perencanaan agar masyarakat memiliki kesempatan memberi masukan ketika keputusan belum dikunci. Dengan dukungan teknologi digital, keterbukaan ini bisa dihadirkan melalui portal konsultasi publik yang interaktif. Warga dapat membaca dokumen, memberikan komentar, hingga melacak tindak lanjut dari gagasan mereka. Di sejumlah negara maju, praktik ini telah membuktikan efektivitasnya dalam memperkaya kualitas kebijakan sekaligus memperkuat legitimasi keputusan yang diambil.

Namun, akses saja tidak cukup. Partisipasi publik juga harus inklusif, tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang memiliki literasi tinggi atau kedekatan dengan lingkaran politik. Semua lapisan, termasuk petani, buruh, pedagang kecil, dan kelompok rentan, perlu memperoleh ruang yang setara. Survei daring yang sederhana, forum komunitas, atau diskusi kelompok terarah di tingkat lokal bisa menjadi cara untuk menghadirkan suara mereka yang selama ini terpinggirkan. Hanya dengan melibatkan beragam kelompok, kebijakan dapat mencerminkan kepentingan yang lebih luas.

Partisipasi yang inklusif memerlukan dukungan kapasitas masyarakat. Literasi kebijakan menjadi faktor penting agar warga mampu memahami substansi isu yang dibicarakan. Dokumen kebijakan yang penuh istilah teknis dan hukum sulit diikuti oleh warga biasa. Karena itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan universitas, media, dan organisasi masyarakat sipil untuk menyajikan informasi dengan cara yang lebih sederhana. Infografis, video singkat, atau ringkasan populer dapat membantu masyarakat memahami kebijakan sekaligus mendorong mereka lebih percaya diri untuk terlibat dalam diskusi.

Kepercayaan publik menjadi elemen yang tak kalah penting. Partisipasi tidak akan bermakna bila masukan masyarakat hanya berhenti sebagai catatan yang tidak pernah direspons. Pemerintah harus menunjukkan transparansi dengan menjelaskan masukan mana yang diterima, mana yang ditolak, dan apa alasannya. Praktik sederhana ini mampu menciptakan rasa dihargai dan memperkuat keyakinan masyarakat bahwa suara mereka benar-benar diperhitungkan. Kepercayaan yang terbentuk akan mendorong partisipasi lebih tinggi, menciptakan lingkaran positif antara masyarakat dan pemerintah.

Selain itu, partisipasi publik yang sehat membutuhkan ekosistem kolaboratif. Pemerintah tidak mungkin berjalan sendirian. Media, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga sektor swasta perlu dilibatkan dalam proses. Kolaborasi semacam ini tidak hanya memperluas jangkauan partisipasi, tetapi juga memperkaya kualitas masukan yang diterima. Semakin beragam aktor yang terlibat, semakin besar pula kemungkinan kebijakan yang dihasilkan bersifat inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.

Jika komitmen ini dijalankan dengan konsisten, partisipasi publik akan bergerak dari sekadar formalitas menuju praktik yang hidup dan substansial. Ia bukan lagi sebatas kehadiran dalam forum seremonial, melainkan menjadi ruang nyata di mana masyarakat ikut membentuk arah kebijakan yang benar-benar menyentuh kehidupan mereka. Dengan demikian, kebijakan publik tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sah secara sosial karena lahir dari proses yang partisipatif dan dipercaya oleh warganya.

Paradoks Demokrasi dan Partisipasi Publik

Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Kurangnya partisipasi publik adalah paradoks demokrasi Indonesia. Kita hidup di era keterbukaan, tetapi ruang bagi warga untuk terlibat dalam proses kebijakan masih terbatas. Demokrasi tanpa partisipasi hanyalah prosedur tanpa makna.

Sudah saatnya pemerintah berhenti melihat partisipasi sebagai ancaman. Sebaliknya, partisipasi justru merupakan modal sosial yang dapat memperkuat legitimasi kebijakan. Ketika masyarakat dilibatkan, kebijakan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sah secara sosial.

Dengan keterbukaan informasi, kanal partisipasi yang inklusif, literasi publik yang ditingkatkan, serta kepercayaan yang dibangun, partisipasi publik bisa menjadi pilar utama demokrasi yang sehat. Tanpa itu, kita hanya akan terus terjebak dalam siklus kebijakan yang lahir tanpa suara rakyat, ditolak di jalanan, lalu berakhir dengan krisis kepercayaan.

Demokrasi yang kita bangun dengan susah payah bisa runtuh bukan karena kurangnya aturan, melainkan karena absennya partisipasi. Tanpa keterlibatan warga, demokrasi kehilangan jiwa, dan kebijakan publik kehilangan legitimasi yang sesungguhnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 21 Nov 2025, 18:58 WIB

Langkah UMKM Jawa Barat Menggenggam Dunia Melalui Export Coaching Program 2025

UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global.
UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global. (Sumber: Bank Indonesia Jawa Barat)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 18:27 WIB

Museum Geologi Hidupkan Edukasi lewat 'Day and Night at The Museum'

Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian.
Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 21 Nov 2025, 17:55 WIB

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.
Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)