Sejarah Panjang Berdirinya Sumedang, dari Tanah Kerajaan Suda hingga jadi Kabupaten Republik

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 03 Okt 2025, 14:13 WIB
Potret Kediaman Bupati Sumedang sebelum 1880. (Sumber: KITLV)

Potret Kediaman Bupati Sumedang sebelum 1880. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Sejarah Sumedang bukan soal tahu gurih yang bikin lidah tergoda. Jauh sebelum merek-merek tahu Sumedang bertebaran di jalan raya, wilayah ini adalah sebuah kerajaan, bahkan pernah dianggap pewaris sah Pajajaran. Sejarahnya panjang, penuh drama politik, asmara, hingga intervensi kolonial. Dari mahkota emas Pajajaran sampai tanam paksa Belanda, Sumedang menyimpan kisah tentang bagaimana sebuah kerajaan besar bisa menyusut menjadi kabupaten biasa.

Sebelum Belanda sibuk mencatat segala hal dengan arsip tebal dan cap basah, Sumedang sudah lama hidup sebagai wilayah yang tidak bisa disebut ruang kosong. Di antara lembah dan pegunungan Tatar Sunda, orang-orang sudah bercocok tanam, membangun lembaga adat, dan membentuk tata kehidupan politik jauh sebelum birokrat kolonial datang membawa aturan pajak yang rumit.

Sejarah lokal—yang sebagian besar dituturkan turun-temurun dan ditulis ulang dalam naskah tradisional—menyebutkan nama Tembong Agung sebagai titik mula. Kerajaan ini kemudian berganti nama menjadi Himbar Buana, dan akhirnya dikenal dengan sebutan Sumedang Larang. Nama terakhir ini bukan sekadar ganti baju, tapi sekaligus deklarasi politik: wilayah ini mulai menegaskan kedaulatan lebih mandiri dari Pajajaran, sang induk besar di Jawa Barat.

Jejak asal-usul nama Sumedang sendiri konon berasal dari ucapan Prabu Tajimalela, sosok yang disebut sebagai raja pertama atau leluhur pendiri Kerajaan Sumedang Larang. Salah satu ungkapan terkenal darinya adalah "Insun medal, insun madangan," yang berarti "Aku dilahirkan, aku menerangi." Pengucapan ini yang berulang kali oleh rakyatnya perlahan berubah menjadi "Sumedang," mencerminkan filosofi pencerahan dan kelahiran kembali kerajaan.

Sumedang Larang, yang berarti "sesuatu yang tak tertandingi," menandai era baru di mana kerajaan ini mulai memperluas pengaruhnya sebagai bawahan Kerajaan Sunda-Galuh, yang kemudian bergabung dengan Pajajaran. Wilayahnya mencakup dataran rendah yang subur di utara hingga pegunungan di selatan, dengan batas alami sungai Citarum di barat dan Cimanuk di timur.

Baca Juga: Sejarah Dongeng Si Kabayan, Orang Kampung Pemalas yang Licin dan Jenaka

Puncak momentum Sumedang Larang tercatat pada 22 April 1578. Pada hari itu, Prabu Geusan Ulun menerima Mahkota Binokasih dari Kerajaan Pajajaran. Peristiwa yang tampak sederhana—hanya sebuah penyerahan mahkota—justru menjadi penanda historis bahwa Sumedang Larang dipandang sebagai penerus sah Pajajaran yang kian melemah. Tanggal itu kini diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang.

Di bawah Prabu Geusan Ulun, wilayah Sumedang Larang berkembang pesat. Konon, kekuasaannya membentang luas: ke selatan hingga Samudera Hindia, ke utara mencapai Laut Jawa, ke barat sampai Cisadane, dan ke timur hingga Kali Pamali. Sumedang tak lagi hanya jadi cerita di kampung sendiri, melainkan punya pengaruh politik yang mencolok di Tatar Sunda.

Tak hanya soal kekuasaan, penyebaran Islam juga turut mengubah wajah Sumedang. Islamisasi membawa pola baru dalam pemerintahan dan adat. Kekuasaan tidak lagi hanya berlandaskan warisan Hindu-Buddha, tapi juga jaringan ulama, syariat, dan hubungan dengan kerajaan Islam di pesisir. Sumedang Larang, dalam arti tertentu, sedang beradaptasi dengan zaman.

Seperti banyak kerajaan lokal lain di Jawa, Sumedang tak bisa selamanya hidup di bawah bayang kejayaan masa lalu. Abad ke-17 membawa wajah baru: VOC, atau Vereenigde Oostindische Compagnie, muncul sebagai pedagang yang lama-lama berubah jadi penguasa. Dengan strategi khas perusahaan dagang Belanda—mencatat, menghitung, lalu menguasai—VOC mulai menancapkan pengaruhnya di Priangan.

Baca Juga: Jejak Kabupaten Batulayang, Lumbung Kopi Belanda di Era Preangerstelsel

Sumedang memang tidak langsung jadi pusat operasi VOC, namun wilayah ini tidak bisa menghindar dari pusaran. Hubungan dagang dan politik perlahan masuk. Perjanjian, kontrak, dan intervensi ekonomi secara bertahap mengikis kedaulatan Sumedang Larang.

Lalu, VOC sendiri bubar pada 31 Desember 1799 karena korupsi dan kebangkrutan. Tetapi bubarnya VOC bukan berarti Sumedang kembali merdeka. Justru kekuasaan berpindah ke Pemerintah Hindia Belanda yang berada langsung di bawah Kerajaan Belanda. Inilah awal periode baru: Sumedang masuk dalam sistem kolonial yang lebih birokratis.

Dalam tata administrasi Hindia Belanda, Sumedang ditempatkan di bawah Afdeeling Priangan. Statusnya berubah menjadi kabupaten dengan bupati (regent) sebagai penguasa lokal—tentu saja di bawah kendali pejabat Belanda. Para bupati pribumi diberi gelar, rumah dinas, dan kewenangan terbatas. Namun jangan salah, semua tetap dalam bingkai aturan kolonial: pajak, tanah, hingga sistem kerja.

Salah satu tokoh penting pada masa kolonial adalah Pangeran Adipati Aria Soeriaatmadja, Bupati Sumedang antara 1883–1919. Lahir dengan nama Sadeli, ia kemudian naik menjadi elite lokal yang berada dalam posisi serba sulit: harus tunduk pada Belanda, tapi juga menjaga rakyatnya.

Pangeran Adipati Aria Soeria Atmadja (paling kanan). (Sumber: KITLV)
Pangeran Adipati Aria Soeria Atmadja (paling kanan). (Sumber: KITLV)

Soeria Atmadja dikenal “moderat.” Ia mendorong pertanian lokal agar petani tidak makin terjerat rentenir, membangun jalan, memperbaiki administrasi, bahkan mengupayakan fasilitas kesehatan. Ia ibarat jembatan antara rakyat Sumedang dengan pemerintah kolonial. Tentu saja ruang geraknya dibatasi. Tetapi kehadirannya menunjukkan bahwa kekuasaan kolonial bukan hanya soal perintah satu arah; ada juga negosiasi, kompromi, dan upaya perlawanan halus.

Salah satu warisan kolonial yang masih lekat di Sumedang adalah Jalan Cadas Pangeran. Jalan ini dibangun untuk menghubungkan Bandung–Cirebon, melewati tebing cadas yang sulit ditembus. Pembangunannya menggunakan tenaga kerja lokal dengan sistem kerja paksa.

Baca Juga: Sejarah Tahu Sumedang, Warisan Cita Rasa Tionghoa hingga Era Cisumdawu

Cerita populer menyebutkan, Bupati Sumedang kala itu, Pangeran Kornel, menolak tunduk total pada Belanda. Ia rela memimpin pembangunan jalan, tapi tidak mau sekadar jadi alat kolonial. Dalam lukisan-lukisan, Pangeran Kornel digambarkan berjalan beriringan dengan Gubernur Jenderal Daendels. Ia tidak menunduk, melainkan berjalan sejajar—simbol perlawanan halus seorang bupati kepada kolonial. Kisah ini menjadi bagian dari kebanggaan orang Sumedang, bahwa mereka punya pemimpin yang tidak sekadar “yes man.”

Dalam skema kolonial, Priangan termasuk Sumedang, menjadi wilayah penting untuk produksi kopi dan hasil kebun. Sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan pajak tanah dijalankan. Lahan subur dipaksa menghasilkan komoditas ekspor. Akibatnya, banyak petani kehilangan kendali atas tanahnya sendiri.

Rakyat kecil menanggung beban berat: kerja rodi, pajak yang mencekik, hingga tanah warisan leluhur yang dirampas untuk kepentingan kolonial. Dari sini pula lahir berbagai perlawanan, baik kecil maupun besar, meski sering kali direpresi aparat kolonial. Sumedang menjadi bagian dari denyut perlawanan rakyat Priangan.

Saat memasuki abad ke-20, perubahan besar mulai terasa. Gerakan nasionalisme tumbuh, pendidikan modern hadir, dan pers kebangsaan menyebarkan ide-ide kemerdekaan. Sumedang, sebagai bagian dari Jawa Barat, ikut terkena pengaruh. Rakyat lokal mulai melihat diri mereka bukan hanya sebagai rakyat kabupaten, tetapi sebagai bagian dari bangsa yang lebih luas.

Baca Juga: Kecelakaan Bus di Wado Sumedang 2021, Tragedi Study Tour yang Renggut 29 Korban

Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi titik balik. Pemerintahan kolonial ambruk, digantikan oleh struktur republik. Kabupaten Sumedang resmi masuk dalam sistem administrasi Indonesia modern dengan bupati sebagai kepala daerah. Namun jejak kolonial masih jelas: struktur pemerintahan, batas administratif, hingga bangunan fisik seperti kantor dan jalan masih bertahan, seolah menjadi pengingat masa lalu.

Hari jadi Kabupaten Sumedang ditetapkan pada 22 April, bertepatan dengan penyerahan Mahkota Binokasih pada 1578. Simbol kerajaan lama itu tetap dirawat dalam ingatan kolektif. Tetapi identitas Sumedang tidak hanya soal mahkota atau prabu. Ia juga soal rakyat yang bertahan melewati masa kolonial, penjajahan Jepang, hingga akhirnya ikut memperjuangkan kemerdekaan.

Kini, Sumedang dikenal sebagai kabupaten dengan warisan budaya Sunda yang kental. Dari keraton lama, jejak jalan kolonial, hingga lagu “Tahu Sumedang” yang melegenda, semua menjadi bagian dari perjalanan panjangnya. Dari kerajaan lokal, masuk ke sistem kolonial, lalu menjadi kabupaten republik—Sumedang adalah contoh bagaimana sejarah panjang bisa bertemu dalam satu nama yang tetap abadi di peta Jawa Barat.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 19:34 WIB

Pengetahuan dan Imajinasi

Ilmu pengetahuan bukan saja sangat siap menghadapi segala imajinasi manusia segila apa pun.
Setiap imajinasi muncul dari sebuah inspirasi yang dapat menembus khayalan “imajinasi jauh lebih penting dari Agama” menurut Albert Einstein. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Biz 21 Nov 2025, 18:58 WIB

Langkah UMKM Jawa Barat Menggenggam Dunia Melalui Export Coaching Program 2025

UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global.
UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global. (Sumber: Bank Indonesia Jawa Barat)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 18:27 WIB

Museum Geologi Hidupkan Edukasi lewat 'Day and Night at The Museum'

Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian.
Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 21 Nov 2025, 17:55 WIB

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.
Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)