Sejarah Dongeng Si Kabayan, Orang Kampung Pemalas yang Licin dan Jenaka

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 19 Sep 2025, 13:05 WIB
Sampul dongng SI Kabayan terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Sampul dongng SI Kabayan terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

AYOBANDUNG.ID - Kalau di Jawa ada Semar dan Petruk, maka tanah Sunda punya Si Kabayan. Tokoh yang satu ini agak susah didefinisikan. Kadang ia terlihat tolol, kadang justru kelewat pintar. Tergantung siapa lawan bicaranya dan siapa yang sedang menuturkan kisahnya. Ia bisa jadi bujang malas yang enggan kerja, bisa pula jadi sufi yang penuh hikmah. Tapi satu hal yang pasti, Si Kabayan selalu membuat orang lain tertawa, sekaligus berpikir.

Dalam risalah Cerita-Cerita Si Kabayan Dari Kelisanan Pertama Ke Kelisanan Kedua, Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia UPI, Memen Durachman menyebutkan cerita-cerita Kabayan mula-mula hanya beredar dalam kelisanan. Bukan lewat buku, apalagi film, melainkan dari mulut ke mulut. Itulah dunia masyarakat agraris, di mana sawah dan kebun jadi panggung sehari-hari, dan kisah-kisah jenaka lebih sering dibawakan di saung atau tepi sungai daripada di ruang kelas.

Transmisi cerita Kabayan berlangsung secara vertikal maupun horizontal. Vertikal artinya dari generasi ke generasi, dari kakek ke cucu. Horizontal artinya dari satu teman ke teman lain, dari satu kampung ke kampung tetangga. Maka tidak aneh bila cerita yang sama bisa berbeda panjangnya tergantung siapa yang menuturkan.

Contohnya ambil saja kisah klasik Kabayan Ngala Nangka. Di Kuningan, cerita ini bisa panjang sekali, lengkap dari peristiwa kecil sampai jatuhnya buah nangka. Tapi di Garut, ceritanya lebih singkat, seperti kabar burung yang buru-buru ingin disampaikan. Dua-duanya tetap lucu, dua-duanya tetap Kabayan. Hanya saja, variasi ini tidak otomatis bisa disebut sebagai versi daerah. Peneliti belum cukup jauh menelusuri setiap kampung di Priangan. Yang jelas, dari situlah Kabayan bertumbuh—dari dongeng yang beredar bebas, tanpa pengikat tulisan.

Baca Juga: Sejarah Seblak, Kuliner Pedas Legendaris yang jadi Favorit Warga Bandung

Kabayan dalam tradisi lisan punya pola yang hampir bisa ditebak, tapi selalu mengundang tawa. Ada saat ia disuruh melakukan sesuatu, lalu menafsirkannya dengan cara sendiri yang membuat orang lain kaget. Ada pula saat ia terjebak dalam kesulitan, lantas keluar dengan akal bulus yang membuat pihak lain justru celaka. Kadang ia mencoba berulang-ulang hingga lawannya menyerah sendiri, kadang pula ia melakukan sesuatu yang tampak bodoh, lalu memberi penjelasan yang begitu logis sekaligus konyol. Semua pola itu menunjukkan satu hal: Kabayan tidak pernah sekadar tokoh jenaka. Ia adalah simbol, semacam alegori hidup.

Sayangnya, banyak orang Sunda melihatnya secara denotatif saja. Kabayan dianggap malas, bodoh, tukang ngeles. Padahal, cerita-ceritanya justru penuh lapisan makna. Ia bisa dilihat sebagai pengesahan kebudayaan, sebagai alat untuk menguatkan norma sosial, juga sebagai sindiran terhadap kelakuan orang-orang yang terlalu serius menjalani hidup. Cerita-cerita itu biasanya penuh dialog, karena memang begitulah cara lisan bekerja. Hampir tak ada kisah Kabayan yang hanya berupa narasi panjang. Ia selalu hidup dalam percakapan. Dan dalam percakapan itulah logika jungkir baliknya terasa paling menghibur.

Dalam beberapa versi cerita, Kabayan tidak sendirian. Hadirlah Nyi Iteung, perempuan cantik yang jadi pasangan sekaligus ujian hidupnya. Kadang Nyi Iteung digambarkan sebagai istri yang sabar menghadapi ulah suaminya, kadang pula ia jadi bahan rebutan para pria lain. Nyi Iteung membuat Kabayan lebih manusiawi, bukan hanya bujang iseng yang kerjaannya mengelabui orang kampung. Justru lewat sosok Iteung, Kabayan terlihat punya kehidupan rumah tangga, lengkap dengan konflik, kecemburuan, hingga romansa yang tentu saja dibalut kelucuan.

Ketika huruf Latin semakin dikenal di Hindia Belanda, Kabayan akhirnya keluar dari dunia lisan dan masuk ke dunia tulis. Seturut catatan Ajip Rosidi, C.M. Pleyte, seorang Belanda yang menaruh perhatian pada folklor, menerbitkan kumpulan cerita Kabayan pada 1912. Dua dekade kemudian, Moh. Ambri menulis Si Kabayan Jadi Dukun pada 1932. Konon cerita itu ada pengaruh dari Molière, penulis drama Prancis yang lihai membuat satire. Maka jadilah Kabayan yang tadinya bujang kampung, kini hadir juga di buku cetakan dengan sentuhan literer Eropa.

Baca Juga: Hikayat Dukun Digoeng Bantai Warga Cililin, Gegerkan Wangsa Kolonial di Bandung

Sejak saat itu, Kabayan semakin sering muncul dalam bentuk tulis. Ada cerita yang nyaris transkripsi dari lisan, ada pula cerita yang merupakan kreasi bebas. Godi Suwarna, sastrawan Sunda modern, pernah membuat cerita Gual-guil yang memutarbalikkan karakter Kabayan. Kalau biasanya Kabayan dikenal tidak punya ambisi, di tangan Godi ia justru jadi tokoh serakah. Ada juga cerita Ulah Kabayan, di mana sang bujang yang biasanya selalu menang, malah mendapat hukuman dari Abah. Bahkan di tangan penulis lain, Kabayan bisa menjadi sufi atau menyamar jadi haji. Semuanya sah-sah saja, karena Kabayan dalam tradisi tulis diperlakukan sebagai metafora panjang. Tak ada yang protes, sebab masyarakat pembaca sadar bahwa Kabayan adalah tokoh lentur, bisa dipakai untuk tujuan apa saja: didaktis, hiburan, bahkan kritik sosial.

Yang menarik, tumbuhnya Kabayan dalam teks tulis tidak membunuh Kabayan dalam lisan. Keduanya hidup bersama, seperti dua jalur kereta yang berjalan paralel. Itu karena masyarakat kita memang belum sepenuhnya berada pada tahap keberaksaraan yang mapan. Tradisi lisan dan tulis terus berjalan berdampingan, saling menyuburkan. Kabayan bisa saja muncul dalam buku, tapi tetap diceritakan ulang di warung kopi. Ia bisa muncul dalam cerpen majalah, tapi tetap jadi bahan obrolan di sawah.

Pada era televisi, Kabayan kembali pindah rumah. Pada akhir 1960-an, TVRI menayangkan film Si Kabayan. Itulah pertama kalinya tokoh ini masuk ke layar kaca. Dua dekade kemudian, Eddy D. Iskandar menulis beberapa skenario film Kabayan yang tayang pada awal 1990-an. Kabayan pun makin akrab dengan penonton bioskop dan televisi. Ia jatuh cinta, ia bertengkar dengan Abah, ia memperdaya orang kampung. Semua tetap dengan gaya khasnya yang polos sekaligus licik.

Film Si Kabayan dan Gadis Kota gubahan sutradara Eddy D. Iskandar.
Film Si Kabayan dan Gadis Kota gubahan sutradara Eddy D. Iskandar.

Tahun 2003, stasiun televisi Lativi menghadirkan serial Mr. Kabayan. Setahun kemudian, Indosiar menayangkan Si Kabayan Sang Penakluk. Walau berbeda produksi, benang merahnya tetap sama: Kabayan selalu berhasil keluar sebagai pemenang. Dalam Si Kabayan dan Bola Cinta misalnya, ia bisa mengalahkan Abah karena memegang kartu truf berupa rahasia asmara Abah dengan Bu Juju, janda muda di ujung kampung. Penonton tentu saja terhibur.

Baca Juga: Sejarah Seni Tari Jaipong yang Kemunculannya Diwarnai Polemik

Tapi ada yang berubah di sini. Jika dalam tradisi lisan Kabayan hanya beredar di tanah Sunda, maka dalam film dan televisi ia memakai bahasa Indonesia. Artinya, Kabayan tak lagi milik urang Sunda semata. Ia kini bisa dinikmati orang di Makassar, Medan, hingga Jayapura. Kabayan pun naik kelas, dari folklor regional menjadi ikon nasional. Ia bukan lagi sekadar bujang kampung, melainkan tokoh yang bisa dimengerti siapa pun di Indonesia.

Dalam film maupun drama televisi, dominasi dialog tetap terasa, persis seperti dalam lisan. Struktur cerita sederhana, tapi selalu menempatkan Kabayan sebagai pemenang. Humor-humor simbolik tetap dipertahankan, meski lebih cair karena harus menjangkau penonton yang lebih beragam. Proses penciptaan naskah pun tetap berangkat dari skema cerita yang telah lama hidup. Para penulis skenario tidak menciptakan Kabayan dari nol, melainkan dari intuisi kolektif yang sudah diwariskan.

Transformasi Kabayan dari lisan ke tulis, lalu ke kelisanan kedua berupa film, menunjukkan bagaimana masyarakat berubah tapi tetap membawa warisan lama. Masyarakat agraris melahirkan Kabayan lisan, masyarakat yang mengenal buku melahirkan Kabayan tulis, dan masyarakat televisi melahirkan Kabayan baru yang lebih modern. Namun semua versi itu tetap punya inti yang sama: logika jungkir balik yang membuat orang lain terhenyak.

Kabayan adalah cermin. Ia cermin masyarakat yang kadang kolot, kadang jenaka, kadang licik, tapi selalu berusaha bertahan hidup. Ia bisa jadi bujang malas, tapi di balik itu ada kritik sosial. Ia bisa jadi tukang ngeles, tapi justru di situlah sindiran terhadap aturan-aturan yang kaku. Ia bisa jadi penolong atau malah pembuat masalah, tapi ia tetap mewakili suara rakyat kecil yang mencoba menertawakan nasibnya sendiri.

Sejarah folklor Si Kabayan adalah bukti bahwa tokoh rakyat bisa melintasi zaman tanpa kehilangan identitas. Dari sawah Priangan hingga layar televisi, dari saung ke ruang tamu, Kabayan tetap hadir, tetap membuat orang tertawa, tetap membuat orang berpikir. Entah nanti ia akan hidup di platform digital atau di panggung teater modern, satu hal yang pasti: Kabayan tidak akan pernah usang.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 05 Nov 2025, 18:38 WIB

Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus, antara Keresahan Orang Tua dan Tantangan Penerimaan

Selain faktor akses, stigma sosial menjadi penghalang besar. Tidak sedikit orang tua yang enggan memeriksakan anak karena takut dicap atau dikucilkan.
Ilustrasi. Deteksi dini anak berkebutuhan khusus masih menjadi isu mendesak di Indonesia. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 17:21 WIB

10 Penulis Terpilih Oktober 2025: Kritik Tajam untuk Bandung yang 'Tidak Hijau'

Inilah 10 penulis terbaik yang berhasil menorehkan karya-karya berkualitas di kanal AYO NETIZEN sepanjang Oktober 2025.
Banjir di Kampung Bojong Asih, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu, 9 Maret 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 05 Nov 2025, 14:48 WIB

Cibunut Berwarna Ceminan Semangat Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda di Gang-gang Kota Bandung

Kampung Cibunut menjelma menjadi simbol pemberdayaan ekonomi wilayah dan pemuda melalui semangat ekonomi kreatif yang tumbuh dari akar komunitas.
Kampung Cibunut menjelma menjadi simbol pemberdayaan ekonomi wilayah dan pemuda melalui semangat ekonomi kreatif yang tumbuh dari akar komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 05 Nov 2025, 12:49 WIB

Hikayat Pelarian Eddy Tansil, Koruptor Legendaris Paling Diburu di Indonesia

Kisah dramatis pelarian Eddy Tansil, koruptor legendaris yang lolos dari LP Cipinang tahun 1996 dan tak tertangkap hingga kini, jadi simbol abadi rapuhnya hukum di Indonesia.
Eddy Tansil saat sidang korupsi Bapindo. (Sumber: Panji Masyarakat Agustus 1994)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 11:49 WIB

Garis Merah di Atas Kepala Kita

Refleksi Moral atas Fenomena S-Line dan Krisis Rasa Malu di Era Digital
poster film S-Line (Sumber: Video.com)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 10:55 WIB

Bergadang dan Tugas, Dilema Wajar di Kalangan Mahasiswa?

Feature ini menyoroti kebiasaan bergadang mahasiswa yang dianggap wajar demi tugas dan fokus malam hari.
Ilustrasi mengerjakan tugas di waktu malam hari (Sumber: Pribadi | Foto: Muhamad Alan Azizal)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 09:26 WIB

Bicara tentang Ramuan Khusus Seorang Pemimpin Muda

4 ramuan khusus atau four action yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin muda.
Muhammad Fatahillah, Ketua OSIS (Organisasi Intra Siswa Sekolah) MAN 2 Kota Bandung (Sumber: Highcall Ziqrul | Foto: Highcall Ziqrul)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 08:48 WIB

Menyemai Minat Baca Mahasiswa di Tengah Dunia Digital

Fenomena pergeseran bentuk literasi di kalangan civitas akademika, terutama dunia kampus
Kegiatan literasi mahasiswa di perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 07:57 WIB

Bystander Effect yang Dialami Perempuan dalam Film Shutter (2025)

Film horor di Indonesia tidak lepas mengangkat tokoh perempuan sebagai korban kekerasan atau pelecehan seksual hingga mengalami Bystander Effect.
Isu Byestander Effect dalam Film Shutter (Sumber: Instagram | Falconpicture)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 20:02 WIB

Teja Paku Alam Bermain Gemilang, ’Sudahlah Persib Tak Butuh Kiper Asing’

Siapa pun tahu penjaga gawang nomor satu Persib bukanlah Teja Paku Alam, tapi Adam Przybek, pemain asing berkebangsaan Polandia.
Penjaga gawang Persib Teja Paku Alam (kanan), dan Adam Przybek (tengah) pemain asing berkebangsaan Polandia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 04 Nov 2025, 19:33 WIB

Menanam Harapan di Tengah Krisis Hijau, Membangun Semangat Pelestarian Hutan Lewat Edutourism

Edutourism menawarkan pengalaman wisata yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga membangun kesadaran ekologis.
Contoh nyata praktik edutourism adalah Orchid Forest Cikole. Tidak hanya menawarkan keindahan lanskap, tetapi juga jadi ruang belajar tentang pentingnya pelestarian hutan dan tanaman anggrek. (Sumber: dok Orchid Forest Cikole)
Ayo Jelajah 04 Nov 2025, 18:27 WIB

Sejarah Kopo Bandung, Berawal dari Hikayat Sesepuh hingga Jadi Distrik Ikon Kemacetan

Dulu dibangun dengan darah dan keringat Eyang Jawi, kini Jalan Kopo jadi ikon kemacetan Bandung. Inilah sejarah panjangnya dari masa kolonial hingga modern.
Jalan di antara Cisondari dan Kopo zaman baheula. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 17:49 WIB

Suatu Malam yang Syahdu Menikmati ‘Sate Sadu’ Soreang yang Legendaris

Dalam sekejap, makanan habis. Keempukan daging, kegurihan rasa, menyatu. Sate Sadu memang legendaris.
Sate Sadu di Soreang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ulasan Pengguna Google)
Ayo Biz 04 Nov 2025, 17:29 WIB

Mengubah Cokelat Jadi Gerakan, Sinergi UMKM dan Petani dalam Rantai Pangan

Di tengah tren urbanisasi, muncul kesadaran baru bahwa produk pangan berbasis bahan baku lokal memiliki nilai lebih. Bukan hanya dari sisi rasa, tetapi juga dari dampak sosial yang ditimbulkan.
Battenberg3, sebuah UMKM yang menjadikan kolaborasi dengan petani sebagai inti bisnisnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 17:00 WIB

Sosok yang Menyemai Harapan Hijau di Padatnya Kota Bandung

Di bawah kepemimpinannya, program Buruan SAE meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional.
Gin Gin Ginanjar. Di bawah kepemimpinannya, program Buruan SAE meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional. (Sumber: Humas DKPP Bandung | Foto: Humas DKPP Bandung)
Ayo Jelajah 04 Nov 2025, 16:50 WIB

Hikayat Skandal Dimas Kanjeng, Dukun Pengganda Uang Seribu Kali Lipat

Dimas Kanjeng mengaku bisa menggandakan uang ribuan kali lipat, tapi di balik padepokannya tersimpan kisah kelam pembunuhan dan penipuan.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi, dukun pengganda uang yang jadi sensasi nasional.
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 16:16 WIB

Menjadi Mahasiswa IKIP Bandung Bagian Satu

Bernostalgia tentang menjadi mahasiswa IKIP Bandung pada tahun 1995-an.
Villa Isola. (Sumber: Dok. UPI Bandung)
Ayo Biz 04 Nov 2025, 16:00 WIB

Ledakan Industri Estetika di Bandung, Klinik Kecantikan Jadi Simbol Gaya Hidup Baru

Bandung kini tengah menyaksikan geliat baru yang kian menonjol, lewat maraknya klinik kecantikan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat urban.
Bandung kini tengah menyaksikan geliat baru yang kian menonjol, lewat maraknya klinik kecantikan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat urban. (Sumber: dok L’VIORS Beauty Clinic)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 15:34 WIB

Dari Pabrik Benang Jadi Tempat Olahraga Hits Warga Bandung Timur

Tritan Point kini jadi tempat lari, bersepeda, hingga sarapan pagi dengan suasana sejuk khas Bandung Timur.
Warga beraktivitas di kawasan Tritan Point Cipadung, Jalan Raya Cipadung, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung, Rabu, 6 Juli 2022. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Muhammad Farhan Al Rachman)