Teras Cihampelas yang dulu pernah menjadi harapan semua orang kini kian sirna dimakan kekecewaan. Keadaannya yang semakin rapuh dan sunyi menimbulkan banyak tanya di benak masyarakat.
Teras Cihampelas merupakan ide cemerlang Ridwan Kamil untuk dijadikan sebuah infrastruktur ikonik di Kota Bandung. Teras Cihampelas di bangun pada tahun 2017 dengan kosep TOD (Transit Oriented Development). Tujuan konsep yang digagas adalah untuk menyatukan ruang publik, area komersial, dan pariwisata dalam satu kawasan.
Banyak Harapan yang sempat ditanam pada infrastruktur ikonik ini, dimana harapan itu mencangkup banyak aspek. Beberapa diantaranya yaitu kawasan ini diharapkan mampu menata pedagang kaki lima, mengurangi kemacatan, sekaligus menambah daya tarik wisata di Kota Bandung.
Pada masanya Teras Cihampelas diharapkan mampu menampung kurang lebih 192 PKL (Pedagang Kaki Lima) yang ada di Cihampelas. Jumlah PKL yang banyak ini didominasi oleh 140 pedagang souvenir dan 52 pedagang makanan.
Tepat tujuh tahun sejak Teras Cihampelas berdiri, menjadi titik balik dimana harapan yang dulu ada berbanding terbalik dengan kenyataannya. Kini tempat itu menjadi kian sepi, banyak kios PKL yang tutup, dan fasilitas rusak. Tidak berhenti disitu, kebocoran yang ada di beberapa titik bangunan melayang ini turun ke bawah hingga warga menyebutnya ‘hujan abadi’.
Teras yang dibangun dengan total biaya berkisar Rp.74 Miliar ini kini hanya dihuni oleh 2 pedagang kaki lima. Para pedagang kaki lima lainnya memilih untuk pindah berjualan di bawah dengan alasan Teras Cihampelas tidak lagi memiliki pengunjung.

Pernyataan yang sering dilontarkan Walikota perihal faktor utama terkait lumpuhnya Teras Cihampelas adalah Pandemi Covid-19. Namun, Pandemi Covid-19 tidak bisa selamanya dijadikan pelindung dan alasan oleh Walikota untuk menjawab banyak pertanyaan publik terkait masalah ini.
Walikota Bandung seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh yang meliputi perencanaan ruang publik hingga pola pengelolaan nantinya, sehingga upaya tindak lanjut bisa terealisasikan. Warga sekitar Cihampelas mengeluhkan banyak hal terkait kondisi Teras Cihampelas yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Teras Cihampelas sering disalah gunakan untuk tempat berduaan bagi pasangan sejoli muda hingga aksi vandalisme atau merusak properti tanpa izin. Seharusnya hal-hal seperti ini sudah cukup untuk membuat Walikota berpikir dan sadar bahwa mereka harus cepat mengambil tindakan.
Alih-alih melakukan tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini, pemerintah malah memiliki opini kontradiksi yang membingungkan. Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa Kang Dedi selaku Gubernur Jawa Barat menyarankan agar bangunan ini dibongkar saja. Berbalik dengan KDM, M.Farhan hanya menanggapi opini Bapak Gubernur tersebut dengan menjawab bahwa tugas pemkot hanya mengkaji saja.
Baca Juga: Polisi Tidur Besar dan Tinggi di Batununggal Seakan Tak Ada Habisnya
Aksi saling lempar-melempar tanggung jawab ini bukanlah hal yang pantas dilakukan oleh orang nomor 1 di Kota Bandung itu. Selaku Walikota, M.Farhan seharusnya melakukan upaya tindak lanjut yang dapat benar-benar merubah reputasi Skywalk atau Teras Cihampelas menjadi lebih baik. Baik dari sisi keindahan atau kebermanfaatan agar tidak menjadi bangunan bersejarah akibat lambatnya respon Walikota.
Ketidakpastian adalah kenyataan yang harus diterima oleh Teras Cihampelas saat ini karena antara revitalisasi dan pembongkaran tidak ada eksekusi nyata. Masyarakat perlu tindak lanjut juga aksi nyata bukan hanya debat kewenangan dan wacana yang hanya menambah keresahan. Keputusan tegas harus segera diambil sebelum Infrastruktur ikonik ini runtuh oleh waktu dan kenyataan. (*)
