Di tengah dinginnya malam, ketika lampu-lampu kota mulai meredup dan jalanan perlahan sepi, ada satu kehangatan yang tetap hidup di sudut kota: Ketan Bakar Nurjaman. Kuliner sederhana yang melegenda sejak awal tahun 2000-an ini menjadi teman setia bagi siapa saja yang mencari rasa hangat sebelum pulang.
Tidak ada ruang duduk, tidak ada meja besar untuk kongko. Bahkan, gerobaknya pun tak benar-benar hadir seperti pedagang kaki lima pada umumnya. Ketan bakar ini dijajakan secara sederhana, cukup dengan alat panggang kecil, barang bawaan ringkas, dan senyum ramah penjualnya yang sudah hafal pelanggan satu per satu.
Namun justru kesederhanaan itulah yang membuatnya terus dirindukan.
Aroma ketan yang dibakar perlahan di atas bara api, kemudian disajikan dengan taburan serundeng gurih, adalah keajaiban rasa yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mencicipinya. Ketan hangat yang renyah di luar namun lembut saat digigit, berpadu sempurna dengan secangkir kopi hitam baru diseduh. Hangatnya menyusup ke tubuh, tapi kenangan dan rasa nyaman yang muncul justru menyusup ke hati.

Setiap malam, pelanggan datang dan pergi dengan tujuan yang sama: menyelamatkan malam dari udara dingin. Sebagian besar tak berlama-lama, ketan dibungkus, kopi dibuat di rumah, lalu disantap sambil bercengkerama bersama keluarga atau ditemani suara radio yang pelan. Ada juga yang menikmati di pinggir jalan sambil berbincang sebentar: cepat, sederhana, namun bermakna.
Bagi Nurjaman, sang penjaja, bukan hanya soal menjual makanan. Ini tentang menjaga rasa yang sudah menemani banyak cerita hidup pelanggan, dari pelajar yang menunggu hari kelulusan, pekerja yang butuh jeda setelah lembur, hingga pasangan muda yang menghabiskan malam dalam obrolan ringan.
Sekarang, bertahun-tahun berlalu, perubahan terus terjadi. Banyak kuliner baru datang dan pergi, namun Ketan Bakar Nurjaman tetap bertahan, menjadi bagian dari identitas malam kota ini. Tidak perlu ruang mewah atau tempat makan instagrammable untuk tetap dicintai. Cukup cita rasa, konsistensi, dan cerita yang mengalir setiap malam.
Sebab bagi banyak orang, ketan bakar ini bukan sekadar makanan. Ia adalah nostalgia yang terus menyala, satu gigitan demi satu gigitan. (*)
