Belanja Makin Gak Terasa di Era Cashless Society, Ini Penjelasan Psikologisnya

Senda Dellyana Dosan
Ditulis oleh Senda Dellyana Dosan diterbitkan Minggu 08 Jun 2025, 18:22 WIB
E-wallet dan produk pembayaran digital lainnya memang sangat memudahkan. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

E-wallet dan produk pembayaran digital lainnya memang sangat memudahkan. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

Dulu, saat produk e-wallet belum menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari saya seperti sekarang, saya adalah orang yang cukup hemat. Saat iklan kopi susu kekinian menggoda, saya masih bisa berpikir, “Rp35.000 bisa buat beli nasi padang dua bungkus.” Sekarang, dengan promo diskon Rp3000, langsung tap Pay. Hemat Rp3000 sambil buang Rp25000 pun, saya masih merasa untung.

E-wallet dan produk pembayaran digital lainnya memang sangat memudahkan. Kita bisa beli apa saja, kapan saja, dan dimana saja hanya dengan satu kali tap dalam genggaman. Namun, disitulah tantangan muncul. Terlalu mudah. Kemudahan tidak hanya membuat belanja kita makin cepat, tapi juga saldo cepat hilang. Dalam lima tahun terakhir, penggunaan uang elektronik di Indonesia meningkat berkali lipat, apalagi sejak pandemi. Nilai transaksi transfer uang elektronik Indonesia melonjak dari Rp22,4 triliun di 2019 menjadi Rp303 triliun di paruh pertama 2024.

Hal yang wajar mengingat semua serba digital sekarang. Alasannya jelas: praktis, cepat, dan banyak promo. Cuma masalahnya, justru kemudahan inilah yang bahaya. Karena manusia, pada dasarnya, suka dimanjakan. Apalagi kalau ada cashback. Di tengah perkembangan uang elektronik yang sangat pesat, ada satu fenomena menarik. Bagi banyak orang, termasuk saya, merasa lebih boros sejak pakai e-wallet.

Baca Juga: Tung Tung Tung Sahur dan Anomali Absurd: Imajinasi Digital Generasi Alpha

Mengapa bisa demikian?

Fenomena ini ternyata punya penjelasan psikologis, lho. Beberapa teori dapat menjelaskan bagaimana otak kita merespon uang elektronik, ilusi kendali, jebakan konsumtif, dan impulsivitas yang seringkali tidak kita sadari.

Dalam teori psikologi, teori pain of paying menjelaskan bahwa rasa sakit dan emosi negatif yang kita rasakan saat bayar dengan metode tap pay maupun bentuk uang elektronik lainnya lebih rendah dibanding saat kita bayar secara tunai. Logikanya, saat kita bayar pakai uang tunai, kita akan merasakan “sakit” karena kita melihat uang berpindah tangan. Sedangkan ketika kita menggunakan e-wallet, kita hanya perlu tap, senyum ke kasir, selesai. Tidak terasa.

Bahkan dalam ilmu behavioral economics, ada hal yang disebut sebagai instant gratification. Instant gratification atau kepuasan instan merujuk pada keinginan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan atau keinginan secara langsung tanpa penundaan.

Banyak faktor pendukung lainnya yang menyebabkan kita bertindak lebih impulsif demi kepuasan cepat, standar sosial media yang membuat kita FOMO (Fear of Missing Out) misalnya. Kita dipaksa berhadapan dengan tingginya ekspektasi sosial akan diri kita sendiri. Dan uang elektronik menyediakan kemudahan dengan bentuk notifikasi, bunyi “ting!”, bahkan cashback yang membuat kita merasa untung, padahal sedang rugi karena terlalu konsumtif. Kita lebih cepat tergoda dengan notifikasi flash sale tinggal 5 menit lagi di setiap tanggal cantik.

Masalahnya bukan di uang elektronik, namun ada di kita. (Sumber: Pexels/Nicola Barts)
Masalahnya bukan di uang elektronik, namun ada di kita. (Sumber: Pexels/Nicola Barts)

Kemudahan-kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh produk uang elektronik membuat kita lebih careless di sistem cashless. Sentuhan untuk tap pay di layar ponsel terasa jauh lebih ringan dibanding menyerahkan beberapa lembar uang daru dompet. Kita jadi merasa kaya dadakan, belanja seenaknya karena saldo di layar terlihat seperti angka ajaib yang selalu ada, sampai nanti notifikasi “saldo anda tidak mencukupi” muncul dan menampar. Kita mendadak ingat bahwa keuangan juga butuh perhitungan. Uangnya sudah tak terlihat, tapi efeknya masih sangat terasa, terutama saat akhir bulan datang lebih cepat dari gajian.

Jadi, apakah kita harus kembali ke sistem tradisional?

Jawabannya tidak harus. E-wallet sendiri bukan penjahatnya. Justru, banyak sekali fitur-fitur yang dapat membantu kita lebih hemat. Ada histori transaksi yang mudah diakses tanpa takut lupa, ada pengingat limit transaksi, bahkan ada fitur bawaan aplikasi e-wallet yang dapat membantu kita budgeting.

Baca Juga: Bandung Tak Pernah Mengeluh, justru Kita yang malah Sering Mengeluh

Masalahnya bukan di uang elektronik, namun ada di kita. Selama ini kita kurang peduli dengan fitur-fitur itu dan lebih tertarik dengan promo cashback dan diskon yang ditampilkan. Uang elektronik bisa membuat kita konsumtif bahkan cenderung boros kalau kita tidak punya kontrol diri dan masih suka kalap karena notifikasi “Buruan checkout! Flash sale berakhir 5.5 lima menit lagi!”

Solusinya bukan membatasi atau bahkan berhenti menggunakan e-wallet, tapi mulai sadar bahwa kenyamanan yang kita dapat harus dibarengi dengan kesadaran, jangan sampai kita berlarut-larut mengejar instant gratification. Kalau tidak, jangan terkejut kalau saldo e-wallet kita akan lebih sering kosong dari dompet asli. (*)

Senda Dellyana Dosan
Huge Curiosity Personal
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Jun 2025, 07:54 WIB

Gol Rukma Bikin Stadion Ikada Pecah

Pemain asal Bandung, Rukma menjadi satu-satunya orang Indonesia yang mencetak gol ke gawang tim Kota Moskow yang sedang bertamu di Jakarta.
Rukma Sudjana, pemain Persib Bandung dan Timnas Indonesia era 1950-an. (Foto: X/@RavandoLie)
Ayo Biz 10 Jun 2025, 19:31 WIB

Menyalakan Gaung Brand Lokal, Visval dan Misi Menginspirasi

Visval berdiri sebagai sebuah pernyataan, di mana brand lokal bisa bertahan, berkembang, dan memiliki dampak di industri fesyen Indonesia.
Koleksi tas dari brand lokal asli Bandung, Visval. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 10 Jun 2025, 18:27 WIB

Bervakansi ke Tahura, Medium untuk Menepi dan Menyembuhkan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah tempat yang tak hanya menampilkan keasrian, tapi juga menyediakan ruang untuk jeda dan bertahan dalam diam. 
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Beranda 10 Jun 2025, 17:43 WIB

Syahwat Durjana Dokter Priguna di Lantai Tujuh RSHS

Dokter PPDS RSHS, Priguna Anugerah Pratama, dibius hasrat menyimpang hingga perkosa tiga perempuan. Modusnya: ruang kosong dan obat rumah sakit.
Ilustrasi sosok misterius di sebuah bangunan bertingkat. (Sumber: Flickr | Foto: Brecht Bug)
Ayo Biz 10 Jun 2025, 16:46 WIB

Merayakan Kebebasan dan Kepercayaan Diri dalam Fesyen: Kisah di Balik The Love Bandit – XOXO

Fesyen bukan sekadar gaya, tetapi sebuah pernyataan tentang bagaimana seseorang merasa nyaman dalam dirinya sendiri.
Fesyen bukan sekadar gaya, tetapi sebuah pernyataan tentang bagaimana seseorang merasa nyaman dalam dirinya sendiri. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 10 Jun 2025, 15:29 WIB

Menghabiskan Isi Piring Bisa Jadi Langkah Merawat Bumi

Siapa sangka sisa makanan yang ada di piring bisa menjadi penyumbang krisis iklim pada lingkungan sebanyak 8-10%.
Siapa sangka jika sisa sampah makanan bisa menyumbang 8-10% kerusakan alam dan perubahan iklim. (Sumber: Pexels/Vivaan Rupani)
Ayo Biz 10 Jun 2025, 13:46 WIB

Roti Abona, Abonnya Melimpah Sampai Tumpah-tumpah

Roti Abon Abona, produk kuliner khas dari Kabupaten Purwakarta, kian mencuri perhatian. Di balik kesuksesannya, terdapat kisah inspiratif dari Mujada, sang pemilik yang membangun usaha roti abon
Roti Abon Abona dari Purwakarta. (Foto: Instagram Abona)
Ayo Netizen 10 Jun 2025, 13:23 WIB

Peran AI dalam Meningkatkan Efisiensi Bisnis Digital

Di dunia bisnis, khususnya bisnis digital, AI memiliki peran yang sangat penting dalam memproses dan menganalisa data dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat.
AI memiliki peran yang sangat penting dalam memproses dan menganalisa data dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat. (Sumber: Pexels/Tara Winstead)
Ayo Jelajah 10 Jun 2025, 12:33 WIB

Warga Bandung Kena Kibul Charlie Chaplin: Si Eon Hollywood dari Loteng Hotel

Kunjungan Charlie Chaplin di Bandung tahun 1936 bukan sekadar tamasya—ia bermain peran, menyelinap lewat pintu belakang, dan naik delman seperti rakyat jelata.
Charlie Chaplin dalam film City Lights (1931)
Ayo Biz 10 Jun 2025, 10:37 WIB

Cerita Couplepreneur dari Bojongsoang, Berhasil Kembangkan Brand Fashion dengan Modal Rp400 Ribu

Tak banyak pasangan muda yang mampu menyelaraskan hubungan pribadi dengan bisnis. Namun, Asep Wahyudin dan Afiatun Nur Falah membuktikan bahwa cinta dan kerja keras bisa menjadi fondasi kokoh untuk me
Pemilik Brand Fashion Flowear dari Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 10 Jun 2025, 10:01 WIB

AI dan Akuntansi ialah Kolaborasi, Bukan Kompetisi

Di era digital yang berkembang saat ini, kecerdasan buatan membantu banyak pekerjaan manusia, termasuk pada sektor akuntansi.
AI paling banyak digunakan dalam akuntansi untuk melakukan transaksi rutin (Sumber: Pexels/Mikhail Nilov)
Beranda 10 Jun 2025, 09:13 WIB

Erupsi Freatik Tangkuban Parahu Bisa Terjadi Tanpa Peringatan, Mitigasi Jadi Kunci

Masyarakat sekitar Tangkuban Parahu perlu mendapat penjelasan praktis mengenai apa yang harus dilakukan saat terjadi erupsi.
Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu pada 3 Junni 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 10 Jun 2025, 07:04 WIB

Bercengkrama dengan Indahnya Alam di Teras Brandweer Cafe

Teras Brandweer merupakan cafe dengan konsep menyatu dengan alam yang berlokasi di perumahan Katumiri Cihanjung Kabupaten Bandung Barat
Suasana Teras Brandweer saat Hujan, Minggu, 01 Juni 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 09 Jun 2025, 18:04 WIB

Lebih dari Sekadar Desainer: Anne Avantie dan Perjalanan Membentuk Ekosistem Berdaya

Anne Avantie memulai perjalanan yang tidak hanya membentuk dirinya sebagai desainer, tetapi juga mengubah industri kreatif Indonesia.
Anne Avantie memulai perjalanan yang tidak hanya membentuk dirinya sebagai desainer, tetapi juga mengubah industri kreatif Indonesia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 09 Jun 2025, 17:14 WIB

Sate Jando Belakang Gedung Sate, Kenapa Bisa Sepopuler Itu?

Di balik hiruk pikuk Gedung Sate yang ikonik, tersembunyi sebuah destinasi kuliner sederhana namun memikat banyak pelancong, yaitu Sate Jando. Bahkan saking populernya sate ini, banyak penikmat kuline
Sate Jando Belakang Gedung Sate (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 09 Jun 2025, 14:24 WIB

Komarudin Kudiya dan Revolusi Kampung Batik AI: Menjaga Tradisi, Merangkul Teknologi

Di tengah arus teknologi yang bergerak cepat, pertanyaan besar menghantui industri batik: bagaimana menjaga tradisi tanpa tertinggal oleh zaman?
Tokoh yang telah lama bergelut di dunia batik, Komarudin Kudiya, memahami betul tantangan yang dihadapi perajin batik tradisional di tengah arus disrupsi teknologi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 09 Jun 2025, 13:57 WIB

Kebijakan Jam Malam Pelajar Jabar, Pembinaan atau Pembatasan?

Pembatasan aktivitas pelajar malam hari mulai dijalankan. Namun muncul perdebatan: efektif mencegah kenakalan atau mengekang ruang ekspresi?
Wakil Wali Kota Bandung Erwin saat melakukan patroli kebijakan jam malam untuk pelajar. (Sumber: Ayobandung | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Biz 09 Jun 2025, 13:41 WIB

Apa Bedanya Cuanki Serayu dan Cuanki 'Mamang-mamang'? Mana yang Paling Nikmat dan Segar?

Bandung tak hanya terkenal dengan pesona alam dan udara sejuknya, tempat ini juga menyimpan banyak kejutan di balik deretan kedai kulinernya, yaitu Cuanki Serayu
Cuanki, kuliner khasa Bandung (Foto: ist)
Ayo Netizen 08 Jun 2025, 18:22 WIB

Belanja Makin Gak Terasa di Era Cashless Society, Ini Penjelasan Psikologisnya

Penjelasan ilmiah dari segi psikologis kenapa pembayaran non-tunai (cashless) sering tidak terasa dan membuat lebih boros.
E-wallet dan produk pembayaran digital lainnya memang sangat memudahkan. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)
Ayo Biz 08 Jun 2025, 13:31 WIB

Sentra Jeans Gang Tamim: Denyut Nadi Denim di Bandung yang Tak Pernah Padam

Di tengah padatnya jantung kota Bandung, terselip sebuah gang sempit yang menyimpan sejarah panjang dan denyut industri tekstil local, yaitu Gang Tamim.
Gang Tamim Bandung (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Alfaritsi)