Bandung Tak Pernah Mengeluh, justru Kita yang malah Sering Mengeluh

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Minggu 08 Jun 2025, 04:50 WIB
Jembatan Pasupati jadi salah satu ikon Bandung. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)

Jembatan Pasupati jadi salah satu ikon Bandung. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)

BANDUNG -- yang katanya sekarang heurin ku tangtung -- bukan sekadar kota. Ia juga adalah rasa yang hadir dalam setiap sudut jalan dalam bentuk, misalnya, senyum ramah dari pedagang kaki lima atau rasa sejuk yang kita rasakan dari rindangnya pohon-pohon di sepanjang Jalan Cipaganti dan Tamansari. 

Dulu sekali, kota ini berjuluk Kota Kembang. Tapi, jauh sebelum itu, pemerintah kolonial Belanda sudah menenun mimpi dengan merancang Bandung sebagai sebuah kota taman yang anggun, tertib, dan pikabetaheun. Ia digadang-gadang menjadi sebuah kota yang menyatukan alam dan manusia dalam irama yang tenang.

Sejak awal abad ke-20, Bandung dirancang bukan hanya sebagai pusat administrasi, tetapi juga sebagai contoh kota ideal, sebuah kota yang mendekatkan manusia pada ruang hijau di tengah kepungan gunung-gunung nan anggun.

Herman Thomas Karsten, arsitek dan urban planner Belanda, memperkenalkan prinsip stadsvorming, yakni gagasan membangun kota yang selaras dengan lanskap lokal dan nilai budaya masyarakat. Dalam hal ini, kota bukan sekadar bangunan, tapi organisme hidup.

Maka, taman-taman dibuat dengan penuh perhitungan. Trotoar dibikin lebar untuk manusia. Jalur air diatur agar hujan tak menjelma jadi petaka. Dan Bandung pun dirancang menjadi sebuah paras kota tropis modern yang indah mempesona.

Namun, toh roda zaman bergulir. Bandung kian padat. Kota ini kian terasa heurin. Lapangan hijau berubah jadi ruko, sungai jadi got, dan langit biru menjadi kelabu karena lebih sering tertutup debu. Mimpi Bandung sebagai kota taman perlahan menjadi sekadar catatan kaki buku sejarah.

Lalu, bagaimana kita harus mencintai Bandung hari ini, yang telah banyak berubah? Apa yang bisa kita korbankan untuk ikut memulihkan keindahan Bandung yang hampir hilang?

Bukan perkara nostalgia

Warga melakukan aktivitas lari pagi di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Djoko Subinarto)
Warga melakukan aktivitas lari pagi di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Djoko Subinarto)

Mencintai Bandung bukan perkara nostalgia. Tapi, tentang aksi nyata. Dan aksi kadang berarti melepaskan ego kita: rela berjalan kaki, naik angkot, naik sepeda, atau menanam pohon tanpa menunggu tepuk tangan.

Jan Gehl, urbanis asal Denmark, dalam karyanya bertajuk Cities for People (2010), menulis antara lain: "A good city is like a good party. You stay longer than you plan."  Akan tetapi, bagaimana mau bertahan lama, kalau setiap sudut kota kini dipenuhi bising knalpot yang beberetan menulikan telinga dan polusi yang bikin sesak dada?

Jujur saja, Bandung punya pekerjaan rumah besar berupa kualitas udara yang memburuk. Menurut IQAir, indeks kualitas udara Bandung kerap masuk kategori tidak sehat, terutama di musim kemarau.

Baca Juga: 6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Studi dan laporan berbagai pihak, termasuk kajian yang dilakukan ITB dan lembaga lingkungan seperti IESR, menunjukkan bahwa sektor transportasi adalah salah satu kontributor utama emisi karbon di perkotaan, termasuk di Bandung. Kendaraan pribadi -- mobil dan sepeda motor -- menjadi penyumbang terbesar dalam lanskap emisi harian yang menyelimuti kota ini.

Tren umum menunjukkan bahwa lebih dari separuh pencemaran udara kawasan urban, seperti Bandung, berasal dari aktivitas kendaraan bermotor. Setiap sepeda motor yang meraung dan setiap mobil yang melaju, membawa beban karbon yang perlahan menyusup ke napas kita dan napas kota.

Padahal, sepeda kayuh bisa menjadi salah satu solusi paling sederhana untuk mengurai kemacetan dan polusi kota. Namun, ironisnya, lajur sepeda di Bandung masih sering dibiarkan nganggur, tidak dimanfaatkan secara optimal. Bahkan, di beberapa titik, lajur ini justru tergusur oleh parkir liar.

Kesediaan untuk berubah

Lorong di Kosambi yang dipenuhi orang-orang, The Hallway Space. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Algifari Tohaga Abdillah)
Lorong di Kosambi yang dipenuhi orang-orang, The Hallway Space. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Algifari Tohaga Abdillah)

Berkorban untuk Bandung agar kota ini menjadi lebih baik bukan sekadar slogan, tapi bentuk nyata dari kesediaan kita untuk berubah. Rela berjalan kaki sedikit lebih jauh, menahan diri untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi setiap saat, atau memberi ruang bagi yang tak bersuara seperti pohon, udara, dan air adalah pengorbanan yang dibutuhkan kota ini. Kota yang sehat dan manusiawi lahir dari pilihan-pilihan kecil yang penuh kesadaran.

Sungai Cikapundung, yang membelah Kota Bandung, adalah salah satu cermin kita. Dulu ia jernih, tempat anak-anak bermain dan orang tua menimba air. Kini ia membawa aroma getir peradaban yang abai.

Bandung mungkin lelah menampung semua kelalaian kita. Tapi, ia sama sekali tak pernah mengeluh. Justru kita semua yang terus mengeluh, dan bahkan uring-uringan. Betapa tidak. Kita mengeluh soal macet, mengeluh soal banjir, mengeluh soal udara kotor, tanpa sadar, kitalah sebenarnya biang keroknya.

Seandainya Bandung bisa bernyanyi, mungkin ia akan memilih mendendangkan lirik lagu Coldplay yang berbunyi: "Lights will guide you home / And ignite your bones / And I will try to fix you."

Sayangnya, Bandung bukanlah Chris Martin. Bandung, jelas, tak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Ia butuh tangan-tangan manusia, tangan-tangan kita semua, yang rela memperbaiki, tanpa harus ada sorotan kamera.

Tak perlu menjadi pejabat atau pesohor beken untuk berkontribusi. Cukup mulai dari hal-hal kecil semisal memungut sampah yang berserakan, memberi ruang bagi pejalan kaki dan pesepeda, atau sekadar tidak membuang limbah ke selokan. Kota ini akan pulih bukan karena satu aksi besar, tapi oleh ribuan aksi kecil yang dilakukan dengan konsisten dan penuh cinta.

Bandung bukan panggung bagi ego kita, melainkan rumah bagi kehidupan bersama. Ia tumbuh dari empati, bukan dari gengsi. Ketika warga Bandung saling menjaga dan saling mengingatkan, di situlah semangat kota ini hidup. Dan mungkin, di sanalah kita semua sedang menjadi bagian dari lagu indah yang belum selesai ditulis.

Dipenuhi warga yang mau berkorban

Para ahli urbanisme sepakat bahwa kota yang baik bukan yang penuh gedung tinggi, tapi yang dipenuhi warga yang mau berkorban untuk kenyamanan bersama. Konsep social capital dari Robert Putnam menunjukkan bahwa kota tumbuh sehat jika ada kepercayaan dan solidaritas di antara warganya. Kota tumbuh lewat kebersamaan.

Sedihnya, ruang publik di Bandung justru makin menyempit. Lahan hijau beralih fungsi, taman disulap jadi mal, trotoar digusur parkiran. Kota kehilangan ruang untuk bernapas.

Tapi, kita masih bisa memulai dari hal-hal sederhana, seperti yang telah disebutkan di muka. Kebiasaan-kebiasaan kecil bisa berdampak besar. Pasalnya, kota dibentuk dari jutaan kebiasaan kecil yang dikumpulkan setiap hari.

Pemerintah pun harus rela berkorban. Bukan sekadar membuat program populis, tapi menerima kritik dan berani belajar dari kesalahan. Kota bukan panggung politik semata. Bandung perlu pemimpin yang visioner, yang tak hanya memikirkan elektabilitas.

Kota ini tak butuh lebih banyak beton, tapi lebih banyak kasih. Dan kasih, seringkali lahir dari pengorbanan. Pengorbanan sendiri tak harus besar dan mewah. Jika kita mencintai Bandung, maka kita harus rela melepas sedikit kenyamanan pribadi, demi ruang yang lebih nyaman untuk semua. Karena pada akhirnya, kita semua hanyalah tamu di kota ini. Dan tamu yang baik, pasti tahu caranya menjaga rumah yang ia singgahi.

Bandung kiwari adalah rumah yang mulai rapuh namun masih menawan. Ia menanti tangan-tangan yang peduli, hati yang rela berkorban. Dan semuanya bisa dimulai hari ini, dari kita semua. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 03 Agu 2025, 11:06 WIB

Hidden Farm Cafe, Sajian Penuh Selera yang Memanjakan Mata

Hidden Farm Cafe adalah salah satu tempat makan yang terletak di area Dago atas yang menyediakan berbagai macam menu sehat.
Menu Hidden Farm Cafe (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 03 Agu 2025, 08:37 WIB

Sejarah Tahu Sumedang, Warisan Cita Rasa Tionghoa hingga Era Cisumdawu

Tahu Sumedang lahir dari tangan imigran Tiongkok di awal 1900-an dan berkembang jadi kuliner khas yang melegenda hingga hari ini.
Tahu Sumedang, kuliner legendaris dari Jawa Barat. (Sumber: Peter | Foto: Flickr)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 19:02 WIB

Dari 1968 ke Hari Ini, Warisan Rasa di Sepiring Gado-gado Tengku Angkasa

Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Gado-gado Tengku Angkasa bertahan hingga kini, menyuguhkan sepiring kisah sejak 1968 yang tak pernah kehilangan makna.
Ayo Biz 02 Agu 2025, 17:09 WIB

Menenun Inspirasi dari Barang Bekas, Kisah Tuti Rachmah dan Roemah Tafira

Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi.
Tuti Rachmah Yulianti, pendiri Roemah Tafira Handycraft, yang sejak 1997 telah menyulap barang bekas menjadi karya bernilai tinggi. (Sumber: Roemah Tafira Handycraft)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 16:07 WIB

Antara Tren dan Nilai, Cara Anggia Handmade Merancang Busana yang Bermakna

Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren.
Di tengah arus dinamis industri busana muslim, Anggiasari Mawardi hadir dengan pendekatan yang tak sekadar mengikuti tren. (Sumber: Anggia Handmade)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 08:18 WIB

Jaket Super Ekslusif dari Bandung Ini Tak Pernah Kehilangan Popularitas

Dari sebuah kamar kos berukuran dua kali dua meter di Bandung, lahir sebuah brand fashion yang kini dikenal luas oleh pecinta jaket eksklusif, Rawtype Riot. Bahkan jaket ini sempat menjadi buah bibir
Jaket Rawtype Riot (Foto: Dok. Rawtype Riot)
Ayo Biz 02 Agu 2025, 07:26 WIB

Menikmati Sajian Kuliner Sunda dan Petualangan Seru di Selatan Bandung

Jika biasanya kuliner hadir sebagai pelengkap destinasi wisata, hal sebaliknya justru ditawarkan Bale Bambu. Berlokasi di jalur utama Soreang–Ciwidey, tempat makan ini menjadikan pengalaman wisata
Ilustrasi -- Nasi Liwet Sunda (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 21:29 WIB

Saat Uang Kotor Disulap Jadi Sah: Bisa Apa Hukum Indonesia?

Seperti kasus korupsi di Pemkab Bandung Barat, uang korupsi direkayasa jadi macam uang bersih melalui tindak pidana pencucian uang.
 (Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 20:26 WIB

Surga Kuliner Jajanan SD di Kawasan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pemburu kuliner jajanan SD wajib datang ke Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Kawasan Jajanan UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 18:51 WIB

49 Tahun Bersama Canting, Kisah Hidup dalam Lembar Batik

Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya.
Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 16:08 WIB

Gempa Bumi yang Memicu Letusan Gunung Api di Lembah Suoh 

Air Panas alami keluar di lembah Suoh, di antara dua patahan yang sejajar, dengan gerakan di garis patahan yang saling berlawanan.
Kawah Keramikan, dasarnya yang rata, seperti lantai yang dialasi keramik. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:22 WIB

Rupa-rupa Hijab Lokal dari Bandung, Nyaman dan Enak Dipandang

Hijab atau jilbab sudah menjadi fashion item yang melekat dalam kehidupan sehari-hari para Muslimah. Selain untuk menutup aurat, keberadaannya juga bisa mempercantik tampilan wajah.
Ilustrasi Hijab (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 14:19 WIB

Sejarah Lyceum Kristen Bandung, Sekolah Kolonial yang jadi Saksi Bisu Gemerlap Dago

Het Christelijk Lyceum atau Lyceum Kristen Bandung adalah sekolah kolonial bergaya Eropa di Dago, menyimpan jejak sejarah pendidikan Hindia Belanda dan kisah para alumninya.
Foto siswa Het Christelijk Lyceum Bandung di Dago 1951/52 (Sumber: javapost.nl)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:03 WIB

Makeupuccino, di Mana Belanja Makeup Bertemu Momen Me-Time

Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya.
Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Agu 2025, 13:09 WIB

Mengapa Tanah di Cekungan Bandung Terus Ambles? Cerita dari Rancaekek dan Bojongsoang

Hasil penelitian ini mengungkap alasan utama di balik fenomena yang membuat tanah di Cekungan Bandung terus ambles.
Persawahan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Google map)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:46 WIB

Kolaborasi Bukan Kompetisi, Semangat Baru Fashion Lokal dari Bandung

Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:19 WIB

Kecimpring Babakan Bandung: Usaha Camilan Tradisional yang Terus Bertahan

Kampung Babakan Bandung, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, memiliki aktivitas pagi yang unik. Denting suara hiruk pikuk bukan berasal dari kendaraan atau pasar, melainkan da
Kecimpring Babakan Bandung (Foto: Ist)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 11:46 WIB

Warung Bakso Klasik di Lengkong Kecil, Selalu Jadi Magnet Pecinta Kuliner Sejak 1994

Di sudut Jalan Lengkong Kecil No. 88, Paledang, Bandung, terdapat sebuah warung bakso sederhana. Namanya sudah melekat kuat dalam ingatan banyak warga, yaitu Mie Bakso Mang Idin.
Bakso Mang Idin (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 07:53 WIB

Sejarah Seni Tari Jaipong yang Kemunculannya Diwarnai Polemik

Sejarah jaipong tak lepas dari Suwanda di Karawang dan Gugum Gumbira di Bandung. Tarian ini kini jadi ikon budaya Sunda dan Indonesia.
Tari Jaipongan asal Jawa Barat. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 18:06 WIB

Dari Remaja ke Keluarga, Evolusi Gaya Hidup di Balik Brand 3Second

Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal.
Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)