Merawat Tradisi, Memuliakan Manusia Saat Idul Adha

Ibn Ghifarie
Ditulis oleh Ibn Ghifarie diterbitkan Jumat 06 Jun 2025, 18:44 WIB
Warga saat akan memotong hewan kurban jenis sapi dan domba di Halaman Masjid Lautze 2, Jalan Tamblong, Kota Bandung, Senin 17 Juni 2024. (Sumber: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi) | Foto: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi))

Warga saat akan memotong hewan kurban jenis sapi dan domba di Halaman Masjid Lautze 2, Jalan Tamblong, Kota Bandung, Senin 17 Juni 2024. (Sumber: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi) | Foto: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi))

Setiap tradisi, kepercayaan, dan agama mengajarkan pentingnya pengorbanan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diterima. Ikhtiar ini diyakini sebagai upaya untuk menolak bala, menghindari bahaya, dan menjauhkan diri dari angkara murka.

Sejatinya, peringatan Idul Adha (Rayagung) yang jatuh pada 10 Zulhijjah dan tahun ini bertepatan dengan tanggal 6 Juni 2025, tidak semata-mata dimaknai sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT untuk menyembelih hewan kurban (sapi, unta, kambing, kerbau, domba). Lebih dari itu, hari raya kurban adalah momentum yang tepat untuk menyembelih sifat-sifat kebinatangan dalam diri, seperti kerakusan, egoisme, ketamakan, dan hawa nafsu.

Tentunya pengorbanan ini harus didasari oleh keimanan yang kokoh, keikhlasan, semangat berbagi yang menumbuhkan solidaritas sosial dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pasalnya melalui ibadah kurban ini, manusia diingatkan tentang jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan, yang bukan dengan mengorbankan sesama manusia, melainkan dengan menaklukkan ego diri, memperkuat kepedulian sosial dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Baca Juga: Hidup dalam Gelembung Digital

Jejak Rayagung

Untuk wilayah Priangan, biasanya pada tanggal sembilan Rayagung, baik di lingkungan mesjid maupun di kampung-kampung, banyak yang sudah menyediakan domba kurban yang sengaja untuk disembelih pada waktu sehabis khutbah lebaran Rayagung yang sering disebut kurban. 

Dalam bahasa Arab Lebaran Idul Kurban ini sering dinamakan Lebaran Idul Adha (hari raya kurban), merupakan hari yang paling baik untuk beramal. Pada zaman dulu, harga hewan kurban masih murah dan orang-orang mempunyai keyakinan agama bahwa siapa yang mengadakan kurban, hewan yang dikurbankannya itu bakal dinaiki kelak di akhirat. Banyak yang memberi kurban untuk dirinya sendiri, untuk ayah dan ibunya. 

Seekor domba untuk satu orang, seekor kerbau (sapi) untuk tujuh orang. Pada waktu itu, setiap mesjid, mendapat kiriman dari orang-orang mampu di Priangan lewat Kecamatan. Daging kurban dibagikan kepada ahli mesjid, orang kampung, dan tempat-tempat lainnya. Bagian untuk satu orang biasanya disebut gaganting, demikian pula di Kecamatan.

Pada zaman sekarang, karena mahalnya hewan kurban, hanya sedikit orang yang mampu berkurban. Akan tetapi, hal ini tidak membuat hari-hari kurban itu sepi. Setiap tahun pasti ada orang yang berkurban.

Pada tanggal sembilan Rayagung, dibunyikan lagi tabuh untuk memberitahukan bahwa nanti malam tanggal sepuluh Rayagung ada takbir bersama-sama di mesjid. Kemudian, keesokan harinya, pagi-pagi, diadakan salat sunat Lebaran Idul Adha. Setelah sampai pada waktunya, kira-kira pukul 6.30, semua orang yang datang terus salat sunat, berjamaah, kemudian khotib membacakan khutbahnya di mimbar. Setelah selesai khutbah, semua berdiri lalu bersalaman, bersamaan dengan bunyi tabuh penutup.

Saat Idul Adha itu tidak ada keramaian apa-apa, apalagi kalau tidak ada penyembelihan kurban. Akan tetapi semuanya itu tidak mungkin karena penyembelihan kurban merupakan salah satu syariat dari agama Islam. Apabila semuanya itu tidak dilaksanakan, itu berarti kita dikatakan tidak menghargai agama.

Golongan menak di kota Bandung pun mengetahui bahwa pada hari itu ada Lebaran, ada Kurban. Menurut cerita, kelak kerbau itu akan menjadi tunggangan di akhirat. Cerita ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat.

Bagi orang yang percaya dan senang bersedekah, karena tidak mampu berkurban, pada hari itu ia sering mengadakan selamatan. Begitu juga karena nama walilat yang biasa diramaikan pada tanggal sembilan Rayagung, di pasar, ramai orang berbelanja untuk menyiapkan makanan besar maupun kecil. Makanan itu biasanya dikirimkan ke rumah lebai dan kepada orang tua walaupun sedikit.

Bulan Zulhijah ini merupakan bulan yang baik, lain dari bulan-bulan yang lain. Bulan-bulan ini biasa dipergunakan orang untuk merayakan hari pernikahan agar mendapat kesenangan dan kesejahteraan. Malah kata orang mesjid, lebaran ini lebih dari fitrah, banyak orang yang mendadak nikah karena sering bakal ada keridan. (Hasan Mustapa, 2022:201-202)

Hikayat Kurban

Pedagang menjajakan hewan kurban di Kelurahan Turangga, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Pedagang menjajakan hewan kurban di Kelurahan Turangga, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Berkurban sangat dianjurkan untuk dikerjakan, selain merupakan ibadah, juga penegasan untuk mengorbankan apa yang paling kita cintai dalam hidup dan memuliakan manusia. Kurban manusia diganti kurban hewan, yang dagingnya dibagikan kepada orang-orang.

Bulan Zulhijah adalah bulan mulia. Selain karena ada ibadan haji yang merupakan rukun Islam kelima, juga ada ibadah kurban yang disebut Idul Adha (Idul Kurban) pada tanggal 10 yang merupakan hari raya selain Idul Fitri.

Bagi kita yang punya kelebihan harta sangat dianjurkan untuk berkurban, baik itu dengan kambing maupun sapi. Kurban pada hakikatnya adalah wujud pendekatan diri kepada Allah sekaligus mendorong orang untuk peduli dengan sesama.

Sesuai dengan namanya, “Adha” yang berarti menyembelih hewan, (kurban) yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, ia sangat dianjurkan dalam Islam bagi yang mampu melakukannya. Nabi pernah mengatakan, siapa saja yang memperoleh kelapangan untuk berkurban, dan dia tidak mau berkurban, maka janganlah hadir di lapangan kami (untuk ikut shalat Id).

Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan, "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar [108]: 2)

Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya, Majmu' Fatwa, menafsirkan dua ayat ini: Allah memerintahkan Nabi untuk mengumpulkan  dua ibadah yang agung, yaitu shalat dan menyembelih sikap taqarub (pendekatan diri kepada Allah), tawadhu, merasa butuh kepada Allah, husnuzan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah, janji, perintah, dan keutamaan-Nya.

Berkurban merupakan napaktilas dari apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail.

Dengan kata lain, ibadah ini merupakan bentuk pelestarian dari tradisi (sunah) mulia dua sosok nabi dan rasul Allah. 

Zaid bin Arqam berkata, para sahabat bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, hewan kurban apa ini?" 

Beliau menjawab, “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya lagi, “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa, wahai Rasulullah?” 

Beliau menjawab, "Pada setiap bulu ada satu kebaikan."

Mereka bertanya lagi, "Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?" 

Beliau menjawab, "Pada setiap bulunya ada satu kebaikan."

Al-Qur'an menceritakan bagaimana awal mula ibadah kurban ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Alkisah, pada suatu malam Ibrahim bermimpi disuruh Allah untuk menyembelih Ismail. Merasa itu adalah wahyu Allah, Ibrahim pun siap melaksanakannya. Namun, ia terlebih dulu menceritakan mimpinya kepada Ismail dan bermusyawarah dengannya. 

Dengan penuh ketulusan, keikhlasan, dan kesabaran, Ismail pun siap disembelih jika itu memang perintah Allah. Ismail tidak membantah (memprotes) justru siap untuk melaksanakan perintah-Nya. Mereka pun pergi ke Mina, dan saat belati Ibrahim hendak menggores leher, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Al-Qur'an menuturkan, "Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). 

Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS. Ash-Shaffat [37]: 102-107)

Lebih dari sekadar ibadah wujud pendekatan diri kepada Allah (dimensi ritual), berkurban mengandung semangat kepekaan dan kepedulian sosial (dimensi sosial), rasa kemanusiaan. 

Dengan berkurban, dagingnya bukan semata untuk diri orang yang berkurban, tetapi dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar, terutama orang-orang miskin. Hal ini seperti disebutkan dalam hadis, Ali bin Abi Thalib  menuturkan,

"Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya, kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apa pun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Pesan penting berkurban dari sisi dimensi sosial adalah memberi. Memberi daging kurban yang berarti juga memberi kebahagiaan dan kegembiraan kepada orang lain. Stephen Post dan Jill Neimark dalam bukunya, Why Good Things Happen to Good People (2011), mengatakan bahwa memberi bisa melahirkan dampak positif secara psikis dan fisik bagi si pemberi. Dengan memberi, katanya, kita menyingkirkan emosi-emosi negatif yang bergejolak, seperti rasa marah, dengki dan iri hati, yang tentunya turut menjadi penyebab penyakit-penyakit psikis maupun fisik yang ditimbulkan oleh stres.

Sambil mengutip penelitian Paul Wink, Post dan Neimark mengemukakan bahwa memberi dibangun oleh tiga sifat penting: kecenderungan untuk memberi, empati, dan kompetensi, terutama kompetensi sosial. Ketiga sifat ini bergema ke dalam berbagai bidang kehidupan, membawa kesuksesan dalam pekerjaan, persahabatan, dan cinta, yang diharapkan dapat menghasilkan kebahagiaan dan kesehatan. Dalam ungkapan Neal Krause, satu orang tidak dapat memberikan bantuan yang efektif bagi orang lain tanpa dengan perasaan simpati dan welas asih. 

Dengan berkurban dan memberikan dagingnya kepada orang lain, kita sesungguhnya tengah membangun kepribadian kita menjadi lebih berkualitas juga menciptakan kondisi dan relasi sosial yang penuh dengan rasa simpati dan welas asih. Melalui berkurban, kita membangun dan memperkuat kepekaan dan kepedulian sosial kita, terutama terhadap orang-orang yang tidak mampu (lemah, fakir, miskin) secara ekonomi. Kita memberi mereka tidak hanya daging kurban, tetapi juga kebahagiaan dan kegembiraan. Kebahagiaan dan kegembiraan yang tidak hanya dirasakan saat Hari Raya Idul Adha (Kurban), tetapi berlanjut ke hari-hari berikutnya. (Ibnu Muhajir, 2020:301-305).

Baca Juga: Geger Bandung 1934, Pembunuhan Berdarah di Rumah Asep Berlian

Teladan yang Menginspirasi 

Ingat dari keteguhan iman dan loyalitas Ibrahim terhadap perintah Allah merupakan teladan yang perlu kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Jika pada masa dulu Ismail menjadi simbol kurban untuk menguji keimanan Ibrahim. Kini yang menjadi “Ismail-Ismail” tidak hanya dalam wujud hewan kurban, tetapi bisa segenap milik kita, bahkan diri kita bisa menjadi simbol kurban untuk menunjukkan keteguhan iman dan ketakwaan kita kepada Allah Swt.

Semangat kurban inilah yang barangkali mutlak sekaligus relevan dikedepankan dalam konteks kehidupan kebangsaan kita dewasa ini, saat bangsa mengalami krisis multidimensi yang tak kunjung reda.

Selain itu sebagian saudara-saudara kita ada yang sedang menghadapi musibah banjir, tanah longsor dan wabah penyakit yang diakibatkan oleh bencana alam yang melanda mereka. Relevansi dan signifikansi lain dari Idul Kurban berkait erat pesan moral kemanusiaan dan solidaritas sosial. 

Digantinya Ismail yang sedianya akan dikurbankan oleh Ibrahim dengan seekor hewan sembelihan yang besar, sesungguhnya mengindikasikan betapa Allah menghormati manusia dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan.

Karena itu Allah tidak memperkenankan dan sangat melarang manusia mengorbankan manusia yang lain. Allah tidak haus darah dan tak butuh keratan daging dari jasad yang dikurbankan. Pada prinsipnya, syariat berkurban dengan menyembelih hewan yang telah memenuhi kualifikasi dan kriteria tertentu, bukan diperuntukkan Tuhan, yang akan sampai dan diterima Allah hanyalah niat ikhlas dan ketakwaan kita. Sebagaimana firman Allah: Bahwa bukan daging-daging dan darah hewan qurban itu yang diterima Allah, tetapi yang diterima Allah itu ialah takwa yang ada dalam ibadah kurban (al Hajj: 37).

Sedangkan daging kurban diberikan dan bagikan pada manusia, terutama fakir miskin, kaum tertindas, teraniaya, sebagai simbol kepedulian social yang berdimensi sangat luas itu tergantung kepada tingkat ketakwaan dan keberagamaan kita.

Manifestasi iman dan takwa tidak hanya dalam keyakinan dan meningkatnya penghayatan tetapi yang penting adalah wujud amaliah yang nyata dalam kehidupan bersama. Kepedulian terhadap sesama adalah agenda yang selalu harus dipupuk oleh umat Islam dalam rangka menjalankan dan mempererat tali ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniah dan ukhuwah insaniah. 

Sebagaimana kita sadari bahwa Islam hadir kedunia ini sebagai ajaran yang rahmatan lil'alamiin, sebagai penebar dan pembawa kesejahteraan dunia dan akherat. Oleh kerena itu marilah keagungan dan keunggulan ajaran Islam kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari hingga merasakan ketenteraman dan kedamaian terwujud di tengah kehidupan ini. 

Kurban menurut istilah suatu tindak perbuatan menghampirkan diri (taqarabu) kepada Allah Swt dengan jalan menyembelih hewan. Menyembelih kurban adalah ibadah yang akan dipetik keuntungannya dalam dimensi kehidupan di akherat kelak. Laksana satu ladang yang digarap dan ditanami dengan pohon yang berbuah, seperti padi, jeruk, rambutan dll, dimana akan berlaku hukum alami: siapa menanam, dia akan mengetam (memetik). 

Dalam istilah kita sekarang, berkurban adalah satu investasi (simpanan), deposito, hanya bedanya uang deposito dapat dimanfaatkan pada hari tua, sedangkan jasa ibadah kurban akan dihayati dalam dimensi kehidupan di akherat kelak.

Marilah kita memohon kepada Allah Swt semoga para jamaah haji yang sedang menunaikan ibadah di tanah suci dapat kembali dengan haji mabrur diterima amal ibadahnya, semakin bermanfaat bagi masyarakat dan kepada kita sekalian yang belum mempunyai kesempatan menunaikan rukun Islam kelima agar dilapangkan jalan menuju panggilan-Nya, dibukakan pintu rezeki yang seluas-luasnya, sehingga pembangunan bangsa ini berjalan lancar kemakmuran ekonomi terwujud, kesemarakan pengamalan ajaran Islam berjalan secara merata di kalangan kaum muslimin, amin. (Muhammad Julijanto, 2015:293-295).

Dengan demikian, Iduladha (Rayagung) bukan sekadar melaksanakan perintah menyembelih hewan kurban (sapi, kambing, domba, kerbau, unta) tetapi harus menjadi momentum yang tepat untuk meneladani keluarga Nabi Ibrahim dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Inilah saat yang tepat (agung) untuk menyembelih sifat-sifat kebinatangan (kerakusan, egoisme, ketamakan, hawa nafsu) yang ada dalam diri kita. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Ibn Ghifarie
Tentang Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 23 Jul 2025, 05:11 WIB

Komunikasi Gubernur Jabar vs Wali Kota Bandung: Kebijakan Tak Lagi Satu Arah?

Sebulan terakhir, komunikasi publik Gubernur Jabar KDM dan Walikota Bandung M. Farhan tak lagi sama sauyunan seperti sebelumnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan. (Sumber: Humas Pemrov Jabar dan Kota Bandung)
Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 18:49 WIB

Riwayat Sentra Bengkel Patah Tulang Citapen, Warisan Dua Sahabat yang Jadi Legenda

Citapen dikenal sebagai sentra bengkel patah tulang. Warisan dua sahabat ini kini jadi legenda pengobatan tradisional di Bandung Barat.
Plang bengkel patah tulang yang menjadi tanda masuk ke kawasan sentra bengkel patah tulang di Citapen. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 18:27 WIB

Kopi Tatakan, Tradisi Aceh yang Mengalir ke Braga dan Menghidupkan Bisnis Kafe Lokal

Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi.
Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 18:02 WIB

Kita Mulai Lupa Kosakata Arkais, Tak Lagi Suka Berpuitis

Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu.
Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:59 WIB

Bolen Krisnasari, Bukti Hasil yang Tak Menghianati Proses dan Perjuangan

Di sudut Kecamatan Bojongloa Kaler, tepatnya di Jalan Babakan Irigasi, terdapat sebuah toko kue Krisnasari.
Bolen Krisnasari Bandung (Foto: ist)
Beranda 22 Jul 2025, 16:23 WIB

Usai Didemo Pengusaha Jasa Wisata, Gubernur Dedi Mulyadi Tetap Kukuh Larang Studi Tur Sekolah

Ia menyebut keputusan tersebut diambil demi melindungi masyarakat, khususnya kalangan ekonomi kecil, dari beban biaya di luar kebutuhan pendidikan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:22 WIB

Dari Dapur Cinta Menjadi Jejak Rasa Nusantara, Kisah di Balik Sambal Nagih

Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan.
Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan. (Sumber: Sambal Nagih)
Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 14:40 WIB

Sejarah Dago, Hutan Bandung yang Berubah jadi Kawasan Elit Belanda Era Kolonial

Kawasan Dago awalnya hutan rimba, kini dipenuhi kafe dan ruko. Sejarahnya berliku sejak era kolonial Belanda hingga sekarang.
Orang Eropa berjalan di Jalan Dago tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 14:11 WIB

Menggali Identitas Fashion Muslim Lokal, Kisah Tiga Brand yang Tumbuh Bersama Semangat UMKM

Di tengah maraknya industri fashion global, jenama-jenama lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat.
Di tengah maraknya industri fashion global, brand-brand lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat. (Sumber: Radwah)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 13:27 WIB

Mewujudkan Masa Depan Pembelajaran ASN dengan Integrasi SERVQUAL

Transformasi pembelajaran ASN tak bisa ditunda. Corpu LAN hadir sebagai ekosistem strategis dengan SERVQUAL.
Ilustrasi ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 11:46 WIB

OCECO: Tugas Kuliah yang Menjelma Jadi Brand Tas Ramah Lingkungan

Apa jadinya jika tugas kuliah menjadi pintu gerbang menuju bisnis yang berdampak sosial? Itulah yang dialami oleh Laura Anastasia, founder sekaligus CEO Oceco, sebuah brand tas berbasis slow fashion d
Produk OCECO yang ramah lingkungan. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 10:37 WIB

Peneliti dan Mode Kejar Setoran

Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang.
Sekarang muncul 'peluang bisnis' haram lewat jurnal predator yang ibarat calo di dunia ilmiah. Bayar, dan artikelmu pasti tayang. (Sumber: Pexels/Polina Zimmerman)
Beranda 22 Jul 2025, 08:19 WIB

Pengusaha Jasa Wisata Jawa Barat Sebut Larangan Studi Tur Dedi Mulyadi Lebih Buruk dari Pandemi Covid-19

Bagi pelaku wisata, keputusan ini harusnya dibarengi mitigasi. Pemerintah punya banyak cara, termasuk pembatasan biaya, pengawasan penyelenggara, atau subsidi kegiatan edukatif.
Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate.
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 19:12 WIB

Dilema Konflik Kepentingan dalam Kebijakan Pengadaan: Antara Keperluan Substansial atau Hanya Simbolisme Regulasi?

Regulasi baru dinilai hanya simbolis dan memiliki celah yang justru membuka ruang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tulisan ini akan mengangkat isu konflik kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai refleksi dan analisis terhadap integritas birokrasi Indonesia hari ini. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 17:38 WIB

Mimpi dalam Koper, Yisti Yisnika dan Perjalanan Membangun Oclo dari Nol

Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar.
Banyak orang memulai bisnis dengan rencana, modal, dan tim. Tapi bagi Yisti Yisnika, semuanya berawal dari satu koper, kuota internet, dan mimpi besar. (Sumber: Instagram @yistiyisnika)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 16:01 WIB

Satu ASN Tiga Jabatan, Pelayan Publik atau Raja Birokrasi?

Fenomena miris rangkap jabatan yang masih terjadi di birokrasi pemerintahan Indonesia.
Ilustrasi calon ASN. (Sumber: menpan.go.id)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 15:06 WIB

Gerobak Wonton Kita, Makanan Viral yang Bikin Ketagihan

Gerobak Wonton Kita menjadi bukti nyata bahwa krisis bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Di balik brand kuliner yang kini mulai dikenal luas, ada sosok muda bernama Muhamad Rio Henri Prayoga yang me
Gerobak Wonton Kita (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 21 Jul 2025, 15:00 WIB

Sejarah Dayeuhkolot Jadi Ibu Kota Bandung, dari Karapyak ke Kota Tua yang Kebanjiran

Sejarah Dayeuhkolot sebagai ibu kota pertama Bandung, dari pusat peradaban hingga jadi langganan banjir akibat Citarum.
Potret Sungai Citarum di kawasan Dayeuhkolot sekitar tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Biz 21 Jul 2025, 13:56 WIB

Menghidangkan Tradisi, Meracik Inovasi: Kisah Tjap Ajam dalam Setiap Suapan

Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa.
Di balik aroma harum rempah dan hangatnya suasana rumah makan Tjap Ajam, tersimpan kisah tentang dedikasi melestarikan kekayaan kuliner Jawa. (Sumber: Tjap Ajam)
Ayo Netizen 21 Jul 2025, 12:13 WIB

Ketika Proyek Pengadaan Jadi Proyek Keluarga

Proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah sejatinya dirancang untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dalam praktiknya, proyek negara kerap menjelma menjadi proyek keluarga. (Sumber: Ilustrasi dibuat dengan AI ChatGPT)