Bikin Status Tiap Hari, Apakah Kita Haus Validasi?

Femi  Fauziah Alamsyah
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah diterbitkan Jumat 13 Jun 2025, 08:57 WIB
Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital. (Sumber: Pexels/mikoto.raw Photographer)

Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital. (Sumber: Pexels/mikoto.raw Photographer)

Marshall McLuhan, seorang pemikir media yang jauh melampaui zamannya, pernah memperkenalkan konsep Global Village, desa global. Baginya, media teknologi telah menyatukan dunia dalam sebuah ruang sosial yang sangat terhubung, seperti desa kecil tempat semua orang saling tahu dan saling bicara.

Tapi Global Village bukan hanya soal konektivitas. McLuhan juga menyiratkan bahwa dalam desa yang sangat terhubung itu, batas antara ruang privat dan publik menjadi kabur.

Di desa kecil, nyaris tak ada yang sepenuhnya tersembunyi. Orang-orang tahu siapa bertengkar dengan siapa, siapa yang sedang sakit, bahkan siapa yang baru bahagia atau patah hati. Kini, di era media sosial, kita mengalami hal yang serupa. Kita bisa mengintip kehidupan orang lain dengan mudah, tanpa harus mengetuk pintu. Bahkan kadang, orang-orang sendiri yang membukakan pintu itu lebar-lebar.

Status demi status, unggahan demi unggahan, tak jarang berisi hal-hal yang dulu hanya dibicarakan dalam ruang pribadi, seperti cerita keluarga, percintaan, sakit hati, bahkan perasaan paling rapuh. Dan yang lebih menarik, kita pun jadi terbiasa ikut campur, memberi komentar, menebak-nebak, atau sekadar kepo terhadap hidup orang lain.

Dunia memang telah menyusut menjadi desa, tapi desa yang tidak hanya mendekatkan jarak antarwarga, melainkan juga memperluas jendela ke dalam ruang pribadi masing-masing.

Di sinilah letak paradoks Global Village versi digital, kita ingin tetap punya privasi, tapi juga ingin dilihat. Kita ingin berbagi, tapi juga ingin dipahami. Maka media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital.

Dalam dunia yang makin terbuka ini, kita tak hanya menjadi penonton. Kita juga dituntut untuk tampil, atau setidaknya merasa terdorong untuk itu. Media sosial bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan panggung tempat kita membangun citra, menata narasi, dan menyampaikan siapa diri kita menurut versi terbaik yang ingin kita tampilkan.

Sosiolog Erving Goffman menjelaskan hal ini dalam konsep self-presentation. Di kehidupan sosial, kata Goffman, manusia layaknya aktor yang tampil di atas panggung, ada peran yang dimainkan, ada penonton yang diamati, dan ada naskah yang disusun. Pada era digital, panggung itu bernama Instagram, WhatsApp Story, X, TikTok. Tak jarang, naskah itu berisi hal-hal yang sengaja dipilih, seperti kebahagiaan yang ingin ditampilkan, kekuatan yang ingin diakui, atau simpati yang ingin dikumpulkan.

Maka muncul status-status seperti:
"Katanya aku sabar banget."
"Banyak yang bilang aku inspiratif."
"Aku kuat, meski tak banyak yang tahu perjuanganku."

Atau unggahan simbol visual lain (misalnya gambat, foto dan video) yang menjurus pada aktualisasi diri.

Kalimat-kalimat seperti ini, sekilas sederhana. Tapi secara tak langsung, ia sedang menyampaikan naskah diri, bahwa aku layak dikagumi, disayangi, dipahami. Tak sedikit yang menyelipkan pujian dari orang lain, baik berupa teks, unggahan gambat, foto atau  video sebagai “bukti sosial”, sebuah cara halus untuk membangun kredibilitas diri di mata publik. Inilah bentuk dari validasi sosial, kebutuhan mendasar manusia untuk merasa berharga di hadapan orang lain.

Baca Juga: PayLater, FOMO, dan Kita yang Takut Tak Terlihat

Namun validasi di era digital punya bentuk yang berbeda. Ia tidak datang dalam bentuk pelukan atau percakapan hangat, melainkan dalam angka dan notifikasi, berapa banyak yang melihat, memberi reaksi, atau membalas. Dan karena itu, dorongan untuk tampil pun menjadi lebih sering, lebih intens, dan kadang lebih dramatis.

Psikologi menyebut fenomena ini sebagai bagian dari narsisme ringan atau narsisme sub-klinis, yakni kecenderungan untuk menampilkan kehebatan diri, bukan karena sombong, tapi karena adanya kebutuhan emosional yang belum terpenuhi.

Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Pixabay)

Di dunia nyata, mungkin orang ini jarang dipuji. Mungkin ia lelah menjadi kuat sendirian. Maka media sosial menjadi tempat ia “mengutip” pujian yang ia butuhkan, dan membingkainya dalam status yang terlihat kokoh.

Ada pula istilah FoBM (Fear of Being Missed), rasa takut tidak dicari, tidak dianggap, tidak penting. Dalam dunia digital yang bergerak cepat, jika kita tidak tampil, kita bisa terlupakan. Maka status bukan lagi sekadar cerita, tapi juga alarm eksistensi: “Aku masih ada. Ingat aku.”

Tapi di balik semua itu, bisa jadi ada sesuatu yang lebih dalam. Sebuah keinginan untuk didengar, tapi bingung harus kepada siapa. Keinginan untuk mengeluh, tapi malu jika dianggap lemah. Maka status demi status menjadi jalan tengah, cukup samar untuk tidak terlalu membuka luka, tapi cukup nyata untuk berharap ada yang menangkap maksudnya.

Yang menarik, fenomena ini bukan hanya milik “dia yang suka bikin status”. Kita semua, dalam kadar berbeda, pernah menjadi bagian dari dinamika ini. Pernah menulis sesuatu sambil berharap seseorang tertentu melihatnya. Pernah membagikan kebahagiaan yang sebenarnya rapuh. Pernah berharap dunia digital memberi pelukan, meski hanya lewat komentar.

Dan sebagai warga global village, kita juga terbiasa menjadi penonton yang ikut menilai, ikut menyimak, bahkan ikut menebak-nebak maksud di balik status orang lain. Kita mudah merasa punya akses pada kehidupan seseorang, meski hanya dari potongan status yang muncul setiap hari. Kita pun terbiasa mengonsumsi privasi, tanpa sadar bahwa kita juga membagikan privasi kita sendiri dalam bentuk yang berbeda.

Baca Juga: Gambar Karya para Toala di Leang Sumpangbita 

Mungkin benar, bahwa media sosial telah mengaburkan batas antara diri yang asli dan diri yang ditampilkan. Tapi itu bukan berarti kita salah menjadi bagian dari dunia ini, yang penting adalah menyadari, apakah yang kita tampilkan benar-benar berasal dari dalam diri, atau hanya upaya untuk mengisi kekosongan dari luar?

Dan jika suatu saat kita membaca status seperti:
"Katanya aku kuat."
Mungkin kita bisa berhenti sejenak, bukan untuk menilai, tapi untuk bertanya:
Apakah dia sedang mencoba meyakinkan orang lain? Atau sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri? (*)

Femi  Fauziah Alamsyah
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 14 Jun 2025, 11:21 WIB

Tahu Susu Lembang: Bukan Hanya Sebatas Oleh-oleh, Tapi Identitas Wilayah

Lembang tak hanya memikat wisatawan dengan hawa sejuk dan panorama pegunungan, tapi juga kuliner khasnya menggoda para pelancong, yaitu Tahu Susu Lembang
Tahu Susu Lembang (Foto: Dok. Tahu Susu Lembang)
Beranda 14 Jun 2025, 08:20 WIB

Seni di Atas Sadel, Makna di Balik Pedal: "Saya Bersepeda Maka Saya...Bike-Bike"

Bersepeda dimaknai bukan hanya sebagai hobi atau olahraga, tetapi juga sebagai identitas, pilihan hidup, bahkan sikap atas kondisi sosial dan lingkungan.
Pengunjung melihat karya yang dipamerkan di Orbital Dago, Jalan Ranca Kendal Luhur, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)
Ayo Netizen 13 Jun 2025, 20:19 WIB

Historisitas Rel Mati, Jejak Besi Bandoeng—Soemedang dalam Lintasan Waktu

Sejarah pembangunan jalur kereta api Rancaekek–Tanjungsari pada masa kolonial Hindia Belanda, dengan merujuk berbagai sumber surat kabar lama.
Jalur Trem Stasiun Rancaekek (Sumber: (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden) | Foto: Sumber Arsip)
Ayo Biz 13 Jun 2025, 19:14 WIB

Menghadirkan Kepercayaan dalam Seporsi Bakso Tjap Haji, Perjalanan Panjang sejak 1996

Lebih dari sekadar usaha kuliner, Bakso Tjap Haji tumbuh menjadi destinasi kuliner unggulan di Bandung, membawa keautentikan rasa yang tak lekang oleh waktu.
Lebih dari sekadar usaha kuliner, Bakso Tjap Haji tumbuh menjadi destinasi kuliner unggulan di Bandung, membawa keautentikan rasa yang tak lekang oleh waktu. (Sumber: Bakso Tjap Haji)
Ayo Netizen 13 Jun 2025, 17:23 WIB

Soup Pumpkin Teman Sarapan Sehat di Bandung Pagi Hari

Soup Pumpkin merupakan olahan makanan yang terbuat dari buah labu kuning yang memiliki manfaat sebagai antioksidan bagi tubuh.
Satu mangkuk bewarna transparan menyatu dengan kontrasnya warna kuning pada Soup Pumpkin. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 13 Jun 2025, 16:44 WIB

Dugaan Korupsi Hibah Pramuka Tambah Coreng Hitam di Wajah Kota Bandung

Dari dana hibah Pramuka hingga proyek Smart City, korupsi di Bandung makin tampak seperti episode baru serial Netflix. Kapan akan berakhir.
Eks Sekda Kota Bandung, Yossi Irianto, dalam sebuah kegiatan Pramuka. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 13 Jun 2025, 16:12 WIB

Kemerdekaan Pangan dan Idealisme Pembangunan yang Berkelanjutan

Sistem pangan berkelanjutan perlu dipertimbangkan secara serius.
Upacara Kampung Adat Cireundeu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 13 Jun 2025, 15:05 WIB

Lembutnya Bakso Tulang Iga Gandapura

Bakso Tulang Iga Gandapura adalah salah satu kuliner Bandung yang terletak di Jl. Gudang Utara No.9 Bandung.
Semangkok Bakso Iga Gandapura. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 13 Jun 2025, 13:09 WIB

Bolu Pisang Tji Laki 9: Dari Nostalgia ke Ikon Kuliner Oleh-oleh Khas Bandung

Bolu pisang dengan cita rasa autentik, Tji Laki 9 berdiri di Jalan Cilaki No. 9 Bandung, dengan konsep yang memadukan nostalgia dan sentuhan modern.
Bolu pisang dengan cita rasa autentik, Tji Laki 9 berdiri di Jalan Cilaki No. 9 Bandung, dengan konsep yang memadukan nostalgia dan sentuhan modern. (Sumber: Tji Laki 9)
Ayo Biz 13 Jun 2025, 12:07 WIB

Berdiri Sejak 1992, Cuanki Laksana Berhasil Bertransformasi Jadi Jajanan Kekinian yang Mendunia

Di balik kesederhanaan hidangan cuanki, ada kisah perjuangan sebuah keluarga yang berhasil mengangkat jajanan kaki lima menjadi produk unggulan kelas premium.
Cuanki Laksana yang sudah melanglangbuana. (Foto: Dok. Cuanki Laksana)
Beranda 13 Jun 2025, 10:29 WIB

Sungai Citarum Diterjang Banjir Sampah, Hanyut dalam Tumpukan Program

Wajah Citarum tak kunjung membaik meski program penanganan banjir dan sampah terus dikampanyekan sejak 1989. Masalahnya di mana?
Ade Taryo memungut sampah di bawah jembatan BBS Sungai CItarum, Batujajar, Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 13 Jun 2025, 09:51 WIB

Peci M Iming, Simbol Nasionalisme yang Eksis Sejak 1918

Di tengah hiruk-pikuk modernitas, sebuah toko kecil di Simpang Lima, Bandung, tetap berdiri kokoh sebagai penjaga warisan simbol perjuangan bangsa, yaitu Peci M Iming.
Toko Peci M Iming di Bandung. (Foto: ist)
Ayo Netizen 13 Jun 2025, 08:57 WIB

Bikin Status Tiap Hari, Apakah Kita Haus Validasi?

Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital.
Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital. (Sumber: Pexels/mikoto.raw Photographer)
Ayo Jelajah 12 Jun 2025, 19:02 WIB

Tangis Rindu dan Getirnya Kematian di Balik Lagu Hallo Bandoeng

Diciptakan Willy Derby, Hallo Bandoeng kisahkan haru seorang ibu yang mendengar suara anaknya untuk terakhir kali dari Bandung.
Sampul lagu Hallo Bandoeng. (Repro dari Wikimedia)
Ayo Biz 12 Jun 2025, 18:43 WIB

Dari Tanah Subur ke Tegukan Sempurna, Kisah Kopi Indische Archipel Roastery

Di balik setiap tegukan kopi yang menggugah selera, ada perjalanan panjang yang penuh dedikasi. Perjalanan ini pun dimulai dari kebun-kebun kopi terbaik di Nusantara.
Produk kopi dari Indische Archipel Roastery. (Sumber: Indische Archipel)
Ayo Netizen 12 Jun 2025, 18:15 WIB

3 Strategi Pemasaran 'Disruptif' yang Menggerakkan Bisnis-Bisnis Startup di Era Digital

Ada beberapa strategi pemasaran di era digital ini yang sering ditemukan di bisnis-bisnis startup dan bagaimana dampak dari strategi penasaran tersebut.
Ada beberapa strategi pemasaran di era digital ini yang sering ditemukan di bisnis-bisnis startup dan bagaimana dampak dari strategi penasaran tersebut. (Sumber: Pexels/Kindel Media)
Ayo Netizen 12 Jun 2025, 16:22 WIB

Gambar Karya para Toala di Leang Sumpangbita 

Gua Sumpangbita merupakan satu dari banyak goa di Maros Pangkep.
Gambar yang terdapat di dalam Goa Sumpangbita. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 12 Jun 2025, 15:14 WIB

PayLater, FOMO, dan Kita yang Takut Tak Terlihat

Dalam dunia yang serba visual, konsumsi menjadi cara membangun identitas, di mana keterlibatan dengan tren lebih penting daripada kebutuhan nyata.
PayLater seolah olah hadir sebagai penolong generasi yang hidup dalam logika tampil dan keterhubungan konstan. (Sumber: Pexels/Nataliya Vaitkevich)
Ayo Biz 12 Jun 2025, 14:44 WIB

Pasar Cimol Gedebage, Pusat Thrifting yang Digemari Gen Z

Di sudut timur Kota Bandung, berdiri sebuah pasar yang telah menjadi magnet bagi pemburu item fashion murah meriah, yaitu Pasar Cimol Gedebage.
Pasar Cimol Gedebage (Foto: ist)
Beranda 12 Jun 2025, 13:58 WIB

Kronik Korupsi Bandung Smart City yang Seret Wali Kota dan Sekda

Proyek Smart City Bandung mengungkap praktik suap terselubung. KPK bekuk Wali Kota, Sekda, dan anggota DPRD ikut bancakan.
Eks Wali Kota Bandung saat divonis bersalah atas kasus korupsi Bandung Smart City. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)