Branding Nama Bandung Barat dan Dilema Arah Mata Angin

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Jumat 20 Jun 2025, 18:05 WIB
Stasiun KA Padalarang, salah satu bangunan ikonik dan bersejarah di Bandung Barat. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)

Stasiun KA Padalarang, salah satu bangunan ikonik dan bersejarah di Bandung Barat. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)

NAMA termasuk nama kawasan atau wilayah bukanlah sekadar penanda geografis. Ia adalah simbol, representasi makna, dan, kadang, harapan.

Kabupaten Bandung Barat (KBB), sebagaimana disorot oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), baru-baru ini, sedang menghadapi dilema eksistensial. Pasalnya, nama yang disandangnya sejauh ini kurang mampu merepresentasikan kekayaan budaya, sejarah, dan identitas mandiri.

Nama Bandung Barat seakan menggantungkan eksistensinya pada satu poros dominan, yaitu Bandung. Dan ini menjadikannya seperti bayangan yang selalu mengikuti, sehingga tak pernah bisa membuatnya mandiri alias berdiri sendiri.

Jika nama adalah wajah, maka Bandung Barat memakai wajah milik orang lain. Ia laksana seseorang yang dipanggil hanya karena posisinya di sebelah barat tokoh utama. Begitu kira-kira gambarannya.

Menyimpan banyak jebakan

Arah mata angin sebagai penanda nama wilayah memang lazim digunakan. Meski demikian, ia bisa menyimpan sejumlah jebakan lantaran ia bersifat relatif. Pasalnya, meminjam konsep pemikiran KDM, Bandung Barat bagi orang Purwakarta bisa jadi disebut Bandung Selatan.

Hal ini menjadikan identitas wilayah seperti KBB menjadi kabur. Sulit dikenali secara otentik karena penamaannya bersandar pada pusat kekuasaan atau kota yang lebih dominan.

Dalam teori semiotika Roland Barthes, tanda (sign) terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Nah, jika Bandung Barat adalah penanda, maka petanda yang muncul bukanlah identitas wilayah itu sendiri, melainkan bayangan dari Bandung.

Buntutnya, upaya branding mandiri, seperti diutarakan KDM, sulit menemukan pijakan. Produk unggulan, kebudayaan lokal, hingga destinasi wisata selalu harus menjelaskan bahwa "ini bukan Kota Bandung". Juga “ini bukan Kabupaten Bandung”.

Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan

Padahal, kalau mau dicari mungkin saja kita mendapatkan nama-nama yang mampu menonjolkan kekayaan historis maupun geografis.

Perubahan nama memang tidak gampang. Ada ongkos sosial, ongkos politik, dan juga ongkos administratif. Namun, jika dilakukan dengan niat membangun identitas jangka panjang, hasilnya bisa sangat transformatif.

Memilih nama yang kuat dan khas

Padalarang di Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Padalarang di Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Di era digital, nama adalah keyword. Nama yang kuat dan khas akan lebih mudah ditelusuri, dikenali, dan disematkan citra tertentu. Dalam lautan informasi yang padat dan cepat berubah kiwari, nama yang generik atau kabur justru bisa tenggelam tanpa jejak.

Karena itu, pemilihan nama bukan lagi sekadar soal administratif atau geografis, tapi juga bagian dari ikhtiar strategi branding jangka panjang.

Provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, hingga desa kini bersaing dalam ranah digital untuk menarik perhatian wisatawan, investor, hingga calon warga baru.

Nama yang otentik, mengakar budaya lokal, dan mudah diingat dapat menjadi pintu masuk bagi tumbuhnya identitas kolektif yang lebih kuat dan berdaya saing.

Bayangkan jika Kabupaten Bandung Barat memakai nama "Mandalawangi Raya" atau "Tatar Lembang". Imajinasi langsung terbuka. Karakter bisa langsung terbentuk.

Meski demikian, KDM menyadari, setiap nama mungkin saja membawa sensitivitas. Jika "Mandalawangi", misalnya, dipakai, maka kawasan lain bisa merasa tersisih. Inilah dilema geografis dan politis yang nyata.

Oleh sebab itu, pendekatan partisipatif dan historis barangkali bisa menjadi jalan keluar. Nama baru tidak harus milik satu kecamatan, tetapi bisa berbasis nilai atau narasi bersama. Misalnya, menggali dari naskah kuna, kisah dari karuhun, atau simbol geografis seperti gunung, sungai, atau hutan yang mampu menyatukan elemen-elemen kelompok masyarakat.

Dalam proses ini, masyarakat tidak sekadar diberi nama oleh elite, tetapi menjadi subjek penentu nama mereka sendiri, dan menjadi sebuah proses demokratisasi simbolik. Bisa juga diselenggarakan sayembara penamaan terbuka yang disertai penelusuran sejarah dan toponimi, lalu diputuskan melalui musyawarah daerah.

Nama adalah cerita

Nama bukan sekadar bunyi. Ia adalah cerita, kisah. Dan cerita yang lahir dari kebersamaan akan lebih mudah diterima dan dimiliki bersama. Jika dirunut lebih dalam, proses ini juga menjadi sarana memperkuat kebudayaan lokal, mempererat kohesi sosial, dan menciptakan simbol yang mampu menginspirasi generasi baru.

Sebab, seperti kutipan salah satu penggal lirik lagu dari The Killers, yang berbunyi "Are we human, or are we dancer?", pertanyaan tentang jati diri selalu penting.

Barangkali, Bandung Barat selama ini sedang bertanya pada dirinya sendiri ihwal siapa dirinya? Sayangnya, jawaban yang didapat tidak ditemukan dalam kata "Barat" semata.

Wilayah ini butuh nama yang lebih mencerminkan kekayaan alamnya, sejarahnya, dan kebudayaannya. Ia butuh nama yang memanggil bukan hanya posisi belaka, tetapi juga perasaan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa saja memfasilitasi dialog lintas daerah, akademisi, budayawan, dan warga untuk mencari jalan tengah dalam masalah ini. Sebab, nama bukan hanya soal administrasi, tapi juga soal identitas dan harga diri kolektif.

Baca Juga: Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan

Proses penamaan ulang jika dilakukan dengan keterlibatan publik dapat menjadi momentum refleksi bersama tentang akar dan arah pembangunan di kawasan ini. Hal ini juga membuka peluang untuk menyatukan visi antarwilayah yang selama ini terfragmentasi secara simbolik.

Jika berhasil, Bandung Barat bisa menjadi contoh nasional tentang bagaimana sebuah daerah menata kembali dirinya, bukan sekadar dari sisi infrastruktur, tapi juga dari makna yang ia sematkan pada namanya sendiri.

Di tengah globalisasi dan tekanan urbanisasi, Kabupaten Bandung Barat agaknya perlu lebih menegaskan keberadaannya maupun jati dirinya. Dan memastikan nama yang lebih pas adalah langkah awal.

Nama yang tepat dapat menjadi jangkar identitas di tengah arus homogenisasi kawasan urban modern. Ini bukan sekadar soal estetika linguistik, melainkan juga strategi memperkuat daya saing wilayah dalam ekonomi kreatif, pariwisata, dan investasi.

Ketika sebuah daerah memiliki nama yang menggugah, ia lebih mudah membangun narasi yang khas dan membedakan diri dari daerah lain. Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak pada rasa memiliki masyarakat terhadap wilayahnya sendiri. Sebab, nama yang kuat bukan hanya dikenang, tapi juga bakal terus diperjuangkan.

Perubahan nama sendiri bukanlah sebuah kehilangan. Tapi, bisa menjadi kelahiran kembali reborn, istilah kerennya. Ini ibarat seseorang yang memilih kembali pada nama leluhur demi menghormati asal-usulnya. Dan ketika nama itu akhirnya ditemukan, ia lantas menjadi semacam cahaya penuntun yang menjelaskan kepada dunia bahwa inilah kami, dan inilah tanah kami. (*)

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 20 Jun 2025, 20:23 WIB

Cupola ID Braga, Cafe Hidden Gem di Tengah Kota Bandung

Siapa kira di tengah kota bandung terdapat sebuah cafe hidden gem yang memiliki konsep alam bernama Cupola ID Braga.
Suasana Outdoor Cafe Cupola ID Braga. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 18:05 WIB

Branding Nama Bandung Barat dan Dilema Arah Mata Angin

Di era digital, nama adalah keyword. Nama yang kuat dan khas akan lebih mudah ditelusuri, dikenali, dan disematkan citra tertentu.
Stasiun KA Padalarang, salah satu bangunan ikonik dan bersejarah di Bandung Barat. (Sumber: Djoko Subinarto | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 20 Jun 2025, 16:42 WIB

Dari Dapur Uwa Ida ke Meja Nusantara: Sepotong Cinta dalam Setiap Kue J&C Cookies

Di balik setiap gigitan kue kering dari J&C Cookies, tersembunyi kisah seorang perempuan bernama Uwa Ida yang menyalakan api pertama dari dapur keluarga.
CEO J&C Cookies, Jodi Janitra, dan General Manager J&C Cookies, Cindy Rizma. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 15:02 WIB

Mengeja Anomali, Merayakan Imajinasi

Momen sederhana (ngalagu) bersama anak-anak ini seakan jadi pengingat melawan lupa, atas dunia yang mereka nyanyikan dengan riang gembira.
Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)
Beranda 20 Jun 2025, 14:17 WIB

Relokasi yang Tak Kunjung Datang: Kado Pahit di Ulang Tahun Bandung Barat bagi Korban Bencana

Hari jadi Bandung Barat bagi mereka bukan perayaan, tapi pengingat getir akan hak dasar yang belum juga dipenuhi: tempat untuk pulang.
Acih di rumahnya yang rusak akibat tanah bergerak. Janji pemerintah untuk merelokasi rumahnya hingga kini belum terwujud. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 20 Jun 2025, 12:52 WIB

Mencicip Rasa dan Cerita di Balik Pie Nastar Naslem, Oleh-Oleh Unik Khas Bandung

Di antara deretan kue kering dan camilan manis yang biasa kamu temui, ada satu yang diam-diam mulai mencuri perhatian, yakni Pie Nastar Naslem.
Para pengunjung berburu oleh-oleh khas Bandung, Pie Nastar Naslem. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 12:48 WIB

Pendidikan Berkualitas Harus Terus Ditingkatkan

Kualitas pendidikan sangat menentukan masa depan seorang anak.
Demi pendidikan berkualitas, seharusnya semua dukungan terus ditingkatkan. (Sumber: Pexels/Raiza Azkaril)
Ayo Biz 20 Jun 2025, 11:38 WIB

Kreuz: Sepeda Lipat Kebanggaan Warga Bandung yang Dicintai Rakyat

Dari sebuah bengkel sederhana di kawasan Cikutra, lahirlah brand sepeda lipat yang jadi kebanggaan Kota Bandung, Kreuz.
Kreuz, sepeda lipat asal Bandung. (Foto: Dok Kreuz)
Ayo Jelajah 20 Jun 2025, 11:00 WIB

Jejak Kampung Dobi Ciguriang, Sentra Kuli Cuci Era Kolonial

Kampung Dobi Ciguriang di Bandung menyimpan kisah para binatu pria dan batu nisan Belanda yang kini tinggal cerita dan genangan.
Kondisi mata air Ciguriang kini dijadikan kolam pemancingan oleh warga. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 20 Jun 2025, 10:50 WIB

Kicimpring Cidadap, Camilan Tradisional yang Naik Level Berkat Kreativitas Warga

Kerupuk sederhana berbahan dasar singkong alias kicimpring, kini telah dilirik sebagai produk unggulan daerah, salah satunya Kicimpring Cidadap.
Ilustrasi Kicimpring, Cemilan asal Jawa Barat. (Foto: Tangkapan Layar)
Ayo Netizen 20 Jun 2025, 09:20 WIB

Relevansi SMK Farmasi yang Terasing dari Dunia Kerja Saat Ini

SMK Farmasi menjadi polemik yang masih ada hingga hari ini. Regulasi yang sudah tidak lagi relevan membuat lulusannya terombang-ambing di dunia kerja
Ilustrasi Kegiatan Praktikum SMK Farmasi (Sumber: pixabay)
Ayo Jelajah 20 Jun 2025, 07:24 WIB

Banjir Cikapundung 1919 Rendam Braga Gegara Deforestasi Lereng Bandung

Braga terkena dampak besar dari banjir 1919. Deforestasi di hulu sungai picu longsor dan luapan air.
Ilustrasi babjir di Braga tahun 1940.
Ayo Netizen 19 Jun 2025, 20:47 WIB

Talenta ASN Mati Muda dalam Sistem Tua

Setiap tahun, ratusan bahkan ribuan inovasi lahir dari tangan-tangan kreatif aparatur sipil negara (ASN) di seluruh penjuru Indonesia.
Pembukaan PKA Tahun 2023 (Sumber: Humas Pusjar SKTASNAS | Foto: Humas Pusjar SKTASNAS)
Ayo Biz 19 Jun 2025, 19:18 WIB

Dari Konveksi Sederhana ke Etalase Warisan, Perjalanan Batik Cerah Lakon Heritage

Lakon Heritage, toko batik yang tak hanya menjual kain, tetapi juga membawa semangat pelestarian warisan budaya dalam balutan desain kekinian.
Lakon Heritage, toko batik yang tak hanya menjual kain, tetapi juga membawa semangat pelestarian warisan budaya dalam balutan desain kekinian. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 19 Jun 2025, 18:16 WIB

Sumber Hidangan, Menyantap Kenangan di Lorong Waktu Braga

Sumber Hidangan, dulunya dikenal sebagai Het Snoephuis, telah hadir sejak tahun 1929 silam dan nyaris satu abad melayani selera dan nostalgia warga Bandung.
Sumber Hidangan, dulunya dikenal sebagai Het Snoephuis, telah hadir sejak tahun 1929 silam dan nyaris satu abad melayani selera dan nostalgia warga Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 19 Jun 2025, 17:26 WIB

Kue Balok Kang Didin, Kegemaran Warga Bandung yang Tak Tergantikan

Di tengah ramainya serbuan kuliner modern Kota Bandung, warisan kuliner tradisional masih tetap bertahan dengan caranya sendiri.
Kue Balok Kang Didin (Foto: Dok Kue Balok Kang Didin)
Ayo Netizen 19 Jun 2025, 17:00 WIB

Tren Preloved: Gaya Baru, Masalah Lama

Preloved bukan selalu tentang gaya hemat; kadang ia menjadi bentuk baru dari konsumsi berlebih dan celah bagi praktik global west dumping.
Preloved sudah menjadi pilihan sadar berbagai kalangan. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 19 Jun 2025, 16:00 WIB

Di Wonocolo Minyak Bumi Dikelola secara Mandiri

Inilah penambangan rakyat yang masih berlangsung di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Jawa Timur.
Kesibukan pagi di penambangan minyakbumi di Wonocolo. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 19 Jun 2025, 15:04 WIB

Mengenal Sepatu Kulit Asal Bandung Blankenheim, Dikenal karena Kualitas Produk Kelas Dunia

Sebuah toko kecil di Jalan Aria Jipang, Kota Bandung berhasil melahirkan merk sepatu kulit yang kini menjelajah ke berbagai negara di dunia.
Produk sepatu kulit asal Bandung, Blankenheim. (Foto: Dok Blankenheim)
Ayo Netizen 19 Jun 2025, 14:40 WIB

Bikin Bisnis UMKM Berkelanjutan dengan Inovasi Model Operasional

Kemajuan era digitalisasi membawa perubahan cukup besar terkait operasi Bisnis UMKM dan interaksinya dengan pelanggan.
Kemajuan era digitalisasi membawa perubahan cukup besar terkait operasi Bisnis UMKM dan interaksinya dengan pelanggan. (Sumber: Pexels/Ivan Samkov)