Melawan Dingin, Cerita Pedagang Kopi Starling yang Bertahan di Tengah Kota yang Tak Pernah Tidur

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Sabtu 07 Jun 2025, 13:20 WIB
Kurnia memulai usahanya sebagai pedagang kopi keliling sejak tahun 2020. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

Kurnia memulai usahanya sebagai pedagang kopi keliling sejak tahun 2020. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

AYOBANDUNG.ID - Sore mulai turun pelan di Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung. Langit menguning pucat, kepulan asap knalpot mengambang di antara deretan kendaraan yang merayap.

Di trotoar dekat pom bensin, deru kendaraan bersahutan dengan panggilan salat dari masjid terdekat. Di sanalah Kurnia (49) bersiap menutup hari, tapi termos airnya justru baru hangat-hangatnya.

Motor tua berwarna putih itu berdiri tegak di bawah pohon kantil, dengan rak kayu di jok belakang, tersimpan kopi dan minuman saset yang dipajang. Di dalamnya ada kotak berisikan belasan rokok.

Kurnia dengan semangat mulai berjualan kopi seduh. Tanpa promosi yang berlebih, pembeli datang satu per satu. Disuguhkanlah kopi instan menggunakan cup plastik. Uapnya mengepul pelan, membaur dengan langit Bandung yang mulai senja.

"Dari jam 5-an (sore) sampai subuh, biasanya jam 3 selesai dagangnya," kata dia dengan nada lugas, Kamis, 5 Juni 2025.

Ia berjualan setiap hari, di saat kebanyakan orang-orang sibuk bermimpi dalam tidur. Tapi Kurnia bermimpi sambil berdagang. Memimpikan suatu saat keluarganya bisa hidup serba ada. Oleh karena itu, ia tak mengenal hari libur. Setiap hari ia pulang-pergi dari Ujungberung ke Dago.

Dalam rentang waktu tersebut, Kurnia bisa mendapat keuntungan dari Rp100 hingga Rp150 ribu. Uang itu diakuinya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan ia berhasil menguliahkan dua anaknya di perguruan tinggi ternama di Kota Bandung.

Namun usahanya tidak ia raih dengan mudah. Mang Toge—begitu ia disapa—memulai perjalanannya menjadi pedagang kopi starling sejak tahun 2020. Kala itu, Covid-19 mulai menyebar luas. Tapi hal tersebut tak membuat Kurnia mengurungkan niatnya mencari rezeki.

Bermodal uang Rp500 ribu yang ia pinjam dari temannya, beberapa renceng kopi dan satu bungkus rokok dia beli. Tak lupa juga membuat rak kayu sederhana yang dipasang di jok belakang. Dengan motor yang dimodifikasi itu, dia siap menjemput rezeki.

Awalnya, ia berkeliling dan mejeng di sekitaran Buahbatu. Sepi adalah yang paling diingat. Sebab dalam sehari, buat dapat Rp50 ribu saja jauh dari kata bisa.

Dari situ, ia mencoba ke daerah lain di Kota Bandung. Namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya firasatnya menyuruh untuk melaju ke daerah pusat kota.

"Pernah keliling ke Jalan Soekarno-Hatta tapi sepi. Masuklah ke jalur kota, ke Dago. Saya muter-muter. Akhirnya diam di sini," ungkapnya seraya mengisap rokok.

Ketika di Jalan Dago, pembeli mulanya tidak banyak. Ia pun putar otak. Setiap ada pembeli yang datang, pria bertopi itu mengajak ngobrol para pecinta kopi. Lewat komunikasi, lapaknya lambat laun ramai pembeli. Kebanyakan adalah komunitas pecinta motor.

Apalagi di hari libur, beberapa komunitas motor sengaja nongkrong di lapaknya. Menikmati kopi seduh di bawah indahnya malam Dago. Stok jualannya pun akhirnya ditambah hingga bisa meraup untung seratus ribu rupiah.

"Kalau ada kayak konvoi Persib, alhamdulillah pendapatan sampai Rp300 ribu," bebernya.

Kendati demikian, berjualan malam hari bukan tanpa rintangan. Persoalan pertama adalah rasa dingin. Pagi di Bandung memang sejuk, namun beda cerita pada malam hari: dingin.

Belum lagi masalah keamanan. Saat tengah malam, tindak kejahatan berisiko lebih tinggi muncul. Kurnia harus ekstra waspada. Tetapi ia bisa sedikit tenang sebab selalu ada pembeli yang nongkrong di lapak starling-nya.

"Ya ada aja yang kayak gitu, bahkan pernah malam-malam waktu pulang didempet sama orang lain, kayak mau begal, untungnya nggak apa-apa," ujarnya.

Selain itu, tantangannya adalah pedagang kopi starling modern. Pedagang ini menjual kopi susu ala kafe, namun harganya jauh lebih murah. Keberadaan pedagang tersebut memberikan dampak bagi usaha Kurnia.

"Sangat berpengaruh, apalagi ke langganan dan pendapatan," akunya.

Kurnia (49) penjual kopi keliling yang mangkal di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)
Kurnia (49) penjual kopi keliling yang mangkal di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

Hidup di Antara Survei dan Jalanan

Jauh sebelum menjadi pedagang kopi starling, Kurnia telah berlanglang buana di dunia survei dan korporat. Ia mengawali kisahnya dengan lulus sekolah sekitar tahun 1998. Kurnia kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun tak selesai.

Alasannya karena biaya. Di awal kuliah, biaya ditanggung oleh sang kakak. Namun menjelang pertengahan semester, ia harus membayar UKT sendiri.

Namun uang memang sering kali jadi tembok yang tak bisa dipanjat hanya dengan niat. Kurnia berhenti di tengah jalan, semester empat. Ia mulai mencari rezeki sendiri, apa saja, asal halal dan bisa bertahan.

"Mungkin karena sudah tahu uang, jadi kuliah terasa jauh,” gumamnya.

Tahun 2002 jadi titik baliknya. Ia ditawari kerja pertama kali sebagai tenaga survei di Lembaga Survei Indonesia (LSI). “Kalau sekarang mah disebutnya freelance. Kami keliling, mencatat data produk, mencari outland,” kenangnya.

Lima tahun ia bergulat dengan pekerjaan itu, sebelum akhirnya pindah ke perusahaan distributor makanan dan minuman. Di sana ia bekerja sebagai sales selama tiga bulan. Lalu dia dipindahkan ke bagian survei berkat pengalamannya.

Bakatnya memang di survei. Dari survei, ia naik ke posisi audit. Sebuah lompatan yang jarang terjadi tanpa latar pendidikan tinggi.

Lalu datang tawaran baru dari perusahaan bir di Cimareme, Cimahi. Dua tahun ia bertahan di sana, sebelum kembali lagi ke dunia survei dan audit. Dunia yang akrab dengannya. Dunia di mana ia merasa berguna. Hingga badai pandemi datang.

"2019 menjelang Covid, saya putus kontrak. Perusahaan goyang, semua ekonomi hancur,” ceritanya.

Ia kehilangan pekerjaan. Dunia yang dibangun dari lapis-lapis pengalaman itu runtuh hanya dalam hitungan bulan. Akibatnya, ia sempat menganggur nyaris setahun. Bahkan ia sempat menjadi juru parkir di kawasan Tegalega.

Kurnia adalah satu dari banyak wajah yang tak masuk statistik kemajuan ekonomi. Namanya tak tercatat dalam berita besar, tapi kisahnya menggambarkan ketangguhan tanpa selempang kehormatan. Dari survei, sales, audit, hingga pengangguran karena pandemi. Ia hidup dalam jeda antara harapan dan realita.

“Saya cuma mau kerja yang halal. Itu saja,” tutupnya pelan.

Tubuhnya tegap meski raut lelah tak bisa disembunyikan dari wajahnya. Ia bukan siapa-siapa di panggung gemerlap media, tapi kisah hidupnya adalah potret getir dari banyak orang yang bertarung dalam sunyi, di antara kerasnya kota dan laparnya perut.

Dan di hari itu, di lapak kopi starling-nya, Kurnia kembali menyesap kopinya. Pahit, seperti hidup, tapi tetap hangat—karena ia belum berhenti berjuang.

Menjadi Penjual Kopi Starling Ketimbang Nganggur

Namun bukan hanya Kurnia yang menaruh asa lewat kopi starling. Di Kota Bandung, hampir di pusat keramaian terdapat pedagang ini. Misalnya di Jalan Dipatiukur, Jalan Riau, hingga Jalan Asia-Afrika. Salah satunya adalah Rizky (32).

Ia telah menjadi penjual kopi starling sejak setahun yang lalu. Dia bilang, berjualan di malam hari memberi cerita berbeda. "Kalau pagi orang buru-buru, kalau malam mereka santai. Ngobrol bisa lama,” katanya sambil menyeduh kopi pesanan malam itu, Jumat, 6 Juni 2025.

Rizky berjualan mulai pukul 5 sore hingga lewat tengah malam, tergantung ramainya pembeli. Ia biasa mangkal di sekitar taman kota, perempatan ramai, atau depan minimarket 24 jam. Tapi paling sering di Jalan Dipatiukur. Targetnya jelas: sopir ojek daring, pasangan muda, dan anak-anak nongkrong yang malas masuk kafe tapi tetap ingin kopi.

Motornya sudah tak muda, suara knalpotnya berat, tapi ia merawatnya sepenuh hati. Di belakang motor, rak plastik dipasang berisi kopi berbagai merek. Di sampingnya, termos air panas berdiri.

“Kadang saya bikin kopi lebih dari 60 gelas semalam,” ujar Rizky. Ia menjualnya dengan harga Rp5.000 per gelas.

Meski kelihatan santai, menjadi pedagang kopi malam tidak selalu romantis. Sebab hawa dingin kerap menembus jaketnya, membuatnya menggigil. Tapi ia tetap bertahan. Baginya, ini lebih baik daripada menganggur. Rizky memilih kerja, walau di jalan.

Ia pernah mencoba kerja di toko ponsel, tapi hanya bertahan tiga bulan. Upah kecil dan waktu kerja panjang membuatnya kembali ke jalan.

"Di sini saya bebas. Kalau sepi bisa pindah. Kalau capek ya istirahat di pinggir jalan,” ujarnya.

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Rizky baru saja melayani dua pemuda yang minta kopi tubruk, lalu duduk di trotoar sambil bercanda. Malam semakin sunyi, hanya diselingi suara motor melintas dan gelak tawa sesekali. (*)

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 07 Jun 2025, 16:49 WIB

Meretas Imaji Lama: Brownies Peuyeum sebagai Jembatan Tradisi dan Modernitas

Menangkap esensi perjalanan Gadiza Browyeum yang membawa peuyeum bendul dari citra "kampung" ke ranah yang lebih luas dan modern.
Produk Gadiza Browyeum, inovasi kuliner dari peuyeum bendul yang berpadu dengan kelembutan cokelat dalam bentuk brownies peuyeum. (Sumber: Instagram @gadizacakeandcookies)
Beranda 07 Jun 2025, 13:20 WIB

Melawan Dingin, Cerita Pedagang Kopi Starling yang Bertahan di Tengah Kota yang Tak Pernah Tidur

Persoalan pertama adalah rasa dingin. Pagi di Bandung memang sejuk, namun beda cerita pada malam hari: dingin.
Kurnia memulai usahanya sebagai pedagang kopi keliling sejak tahun 2020. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)
Ayo Biz 07 Jun 2025, 13:06 WIB

Membangun Identitas, Menguasai Pasar: Kisah Prabu Indonesia di Dunia Sepatu Kulit

Sepasang sepatu kulit bisa memberi kesan elegan, profesional, berwibawa dan Lisa Yumi, pendiri Prabu Indonesia, memahami betul nilai dari produk lokal.
Sepatu kulit yang diproduksi oleh brand lokal, Prabu Indonesia. (Sumber: Prabu Indonesia)
Ayo Jelajah 07 Jun 2025, 11:24 WIB

Hikayat Kota Kecil yang Hilang di Gunung Puntang

Gunung Puntang menyimpan sejarah Stasiun Radio Malabar, simbol komunikasi Hindia Belanda yang kini tinggal reruntuhan sunyi.
Reruntuhan Stasiun Radio Malabar di Gunung Puntang. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 18:44 WIB

Merawat Tradisi, Memuliakan Manusia Saat Idul Adha

Setiap tradisi, kepercayaan, dan agama mengajarkan pentingnya pengorbanan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diterima.
Warga saat akan memotong hewan kurban jenis sapi dan domba di Halaman Masjid Lautze 2, Jalan Tamblong, Kota Bandung, Senin 17 Juni 2024. (Sumber: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi) | Foto: Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi))
Ayo Jelajah 06 Jun 2025, 13:58 WIB

Geger Bandung 1934, Pembunuhan Berdarah di Rumah Asep Berlian

Pembunuhan keji terhadap lima orang di rumah Asep Berlian gegerkan Bandung pada 1934. Motifnya: cinta, cemburu, atau harta?
Mintarsih, Komariah, dan Maliah merupakan tiga dari lima korban dalam tragedi pembunuhan brutal di kediaman Asep Berlian. (Sumber: Sin Po, 9 Februari 1935)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 11:32 WIB

Hidup dalam Gelembung Digital

Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja.
Filter Bubble membuat kita melihat dunia hanya dari sudut yang kita sukai saja. (Sumber: cottonbro studio)
Ayo Netizen 06 Jun 2025, 05:38 WIB

Hari Raya Idul Adha Bertepatan Hari Jumat, Tetap Wajibkah Shalat Jumat?

Perkara ini adalah masalah fikhiyah.
Bagaimana bila Idul Adha jatuh tepat pada hari Jum’at? (Sumber: Pexels/Pir Sümeyra)
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:03 WIB

Ember Sampah yang Mengubah Nasib: Kisah Ema Suranta dan Bank Sampah Bukit Berlian

Bukit Berlian mungkin terdengar mewah, tapi aktivitas komunitas ini jauh dari kesan glamor. Anggotanya, yang mayoritas kaum ibu, berurusan dengan sesuatu yang sering dianggap menjijikkan.
Ema Suranta, pendiri komunitas Bukit Berlian (Sumber: PT Permodalan Nasional Madani (PNM))
Ayo Biz 05 Jun 2025, 16:02 WIB

Nyi Empol, Manisan Terung Ungu Warisan Ibu Pilihan Oleh-oleh Garut

Lewat Nyi Empol, Lina Marliana pertahankan manisan terong khas Garut dengan inovasi agar tak kalah saing di pasar oleh-oleh.
Manisan terung ungu Nyi Empol. (Sumber: Instagram @warung_bulienz)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 12:39 WIB

6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Pengumuman 6 tulisan orisinal terbaik dari netizen yang aktif berkontribusi pada periode Mei 2025.
Dalam tujuan mengapreasiasi kamu yang gemar menulis dengan etika orisinalitas, Ayobandung.id pun memberi total hadiah Rp1,5 juta setiap bulannya. (Sumber: Pexels/Lisa)
Beranda 05 Jun 2025, 10:39 WIB

Polemik Tablet Rp850 Juta untuk DPRD Bandung Barat di Tengah Seruan Efisiensi

DPRD Bandung Barat anggarkan Rp850 juta untuk tablet anggota dewan, ironi di tengah seruan efisiensi dari Presiden.
Ilustrasi tablet. (Sumber: Pexels | Foto: Matheus Bertelli)
Ayo Netizen 05 Jun 2025, 08:42 WIB

Negeri atau Swasta? Potret Ketimpangan Akses dan Kualitas Pendidikan

Benarkah semua sekolah negeri seperti tidak lebih baik dari swasta?
Ilustrasi murid sekolah negeri. (Sumber: Pexels/Yazid N)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 20:22 WIB

Membaca sambil Menikmati Makanan Khas Toko Buku Pelagia

Toko Buku Pelagia merupakan toko yang mengusung konsep kafe dan perpustakaan secara langsung.
Menu makanan Toko Pelagia, Kamis, 29 Mei 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 17:39 WIB

Dari Hobi ke Kesuksesan: Ria Nirwana dan Perjalanan Kreatifnya

Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri.
Ria Nirwana memulai langkahnya tanpa pernah menyangka bahwa hobi kecilnya akan membawanya ke industri kreatif yang berkembang hingga ke luar negeri. (Sumber: Instagram @rnirwana)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 17:20 WIB

Laki-Laki, Pancingan, dan Stigma Pengangguran

Jika kamu berada di skena pemancing, mungkin kamu merasakan betapa menyebalkan stigma pengangguran melekat terhadap diri mereka.
Ilustrasi memancing. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 04 Jun 2025, 16:03 WIB

Dari Piyama Rumahan ke Panggung Gaya: Kisah Sukses Ckl Looks dan Revolusi Fesyen Santai

Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya, lahir di tengah pasar yang melihat piyama sebagai pakaian semata untuk bersantai di rumah.
Ckl Looks merek lokal yang membawa piyama dari kamar tidur ke panggung gaya. (Sumber: Ckl Looks)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 14:12 WIB

Tips Meningkatkan Kepercayaan Diri Saat Public Speaking

Artikel ini membahas 6 tips praktis mengatasi rasa gugup sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri saat public speaking.
ada lelucon yang menyebut public speaking menduduki tingkat pertama hal yang paling ditakuti oleh orang-orang bahkan melebihi ketakutan akan kematian. (Sumber: Pexels/Rica Naypa)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 11:12 WIB

Ibadah Haji, Momentum Tunduk dan Berserah Diri

Sejatinya Ibadah haji merupakan momentum yang sangat tepat untuk belajar.
Ilustrasi ibadah haji. (Sumber: Pexels/Mido Makasardi)
Ayo Netizen 04 Jun 2025, 09:07 WIB

Ibadah Kurban, antara Kesungguhan dan Batas Kemampuan

Menyambut Idul Adha dengan cinta dan pengorbanan. Sebuah ibadah kurban.
Sapi dan kambing yang akan dikurbankan (Sumber: ayobandung.id)