Sejarah Bandung, Kota Impian Koloni Eropa yang Dijegal Gubernur Jenderal

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 04 Sep 2025, 13:04 WIB
Suasana Bandung tahun 1968. (Sumber: Flickr | Foto: Frank Stamford)

Suasana Bandung tahun 1968. (Sumber: Flickr | Foto: Frank Stamford)

AYOBANDUNG.ID - Bandung sejak lama dipandang istimewa. Letaknya di dataran tinggi, udaranya sejuk, tanahnya subur, dan dikelilingi panorama pegunungan. Gambaran itu membuat orang-orang Eropa di masa kolonial terpesona. Mereka membayangkan Bandung bisa disulap menjadi koloni ideal, bahkan ada wacana menjadikannya pusat pemerintahan di Priangan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mimpi itu terbentur kebijakan pemerintah kolonial sendiri yang lebih suka menutup pintu.

Dalam Sejarah Kota Bandung dari Bergdessa (Desa Udik) Menjadi Bandung Heurin Ku Tangtung (Metropolitan), peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Nandang Rusnandar, mencatat bahwa wacana memindahkan pusat pemerintahan Priangan ke Bandung sudah muncul sejak awal abad ke-19. Seorang pejabat kolonial bernama Adries de Wilde, pada 1819, mengusulkan agar ibu kota Karesidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung. Baginya, Bandung lebih menjanjikan, lebih strategis, dan tentu lebih nyaman untuk orang Eropa ketimbang Cianjur yang dianggap “terlalu biasa”.

Seiring waktu, imajinasi itu disambut pula oleh tokoh lain seperti Dr. R. van Hoevell yang pada pertengahan abad ke-19 membayangkan Bandung bisa menjelma menjadi kota besar di dataran tinggi. Orang Eropa memang senang berandai-andai tentang kota impian di tanah tropis: jalan lebar, rumah-rumah bergaya neoklasik, dan kebun-kebun bunga yang rapi. Bandung, dengan udara dinginnya, tampak sangat cocok untuk itu.

Baca Juga: Jejak Bandung Kota Kreatif Berakar Sejak Zaman Kolonial

Tapi kolonialisme bukanlah dunia dongeng. Mimpi para pejabat itu justru dijegal oleh keputusan penguasa tertinggi di Batavia. Pada 9 Januari 1821, Gubernur Jenderal G.A. Baron van der Capellen mengeluarkan perintah resmi (Staatsblad No. 6/1821) yang menutup wilayah Priangan bagi orang Eropa maupun Tionghoa. Alasannya jelas: pemerintah ingin melindungi sistem tanam paksa kopi yang baru berkembang di Priangan agar tidak diganggu pedagang swasta.

Kebijakan ini membuat Bandung seperti seorang gadis desa cantik yang sengaja dikurung agar tak dinikahi orang asing. Alih-alih tumbuh menjadi kota kolonial modern, Bandung tetap menjadi bergdessa atau kampung udik yang sibuk dengan urusan sendiri. Orang Sunda punya istilah heurin ku tangtung: sumpek oleh aktivitas lokal, tapi bukan keramaian kosmopolitan seperti yang dibayangkan pejabat Eropa.

Kendati begitu, Bandung tidak mati. Kehidupan lokal tetap berdenyut. Pasar berkembang, jalur perdagangan dari desa-desa sekitar menghidupkan aktivitas ekonomi, dan masyarakat Sunda terus menata ruang hidupnya. Di bawah kepemimpinan Bupati R.A. Wiranatakusumah IV pada 1846–1874, Bandung justru mengalami kemajuan pesat. Ia berhasil menjadikan Bandung sebagai pusat kegiatan ekonomi yang semakin ramai, meski tanpa sentuhan “glamour” kolonial.

Larangan itu akhirnya dicabut. Residen Priangan Van Steinment mengumumkan lewat Java Bode pada 11 Agustus 1852 bahwa wilayah Priangan kembali terbuka untuk orang Eropa dan Tionghoa. Saat pintu isolasi resmi dibuka, Bandung sudah siap menerima arus baru. Pasar makin hidup, jalan-jalan diperlebar, dan rumah-rumah bergaya kolonial mulai berdiri berdampingan dengan rumah-rumah tradisional Sunda.

Tak butuh waktu lama, Bandung kembali dilirik sebagai calon pusat pemerintahan. Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud pada 1856 memerintahkan agar ibu kota Karesidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung. Namun, kebijakan itu baru benar-benar terlaksana pada masa Residen Van der Moore tahun 1864. Faktor alam ikut mempercepat: Gunung Gede meletus, menghancurkan Cianjur dan membuat kota itu dianggap tidak lagi aman sebagai pusat pemerintahan. Maka, Bandung resmi naik kelas menjadi ibu kota Priangan.

Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)
Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)

Baca Juga: Hikayat Jalan Braga yang Konon Pernah Dijuluki Jalan Culik

Jejak Bandung Sebelum Jadi Kota

Jika ditarik jauh ke belakang, Bandung sebenarnya sudah muncul dalam catatan sejak abad ke-17. Tahun 1641, seorang Mardijker bernama Yulian de Silva menuliskan dalam Dagregister tentang “negeri bernama Bandong” yang hanya berisi 25–30 rumah dengan seratusan jiwa. Pada masa itu, masyarakat Sunda menyebut wilayah ini sebagai Tatar Ukur, di bawah kekuasaan Dipati Ukur.

Pada awal abad ke-18, pejabat VOC Abraham van Riebeek singgah di Bandung dalam perjalanannya mendaki Gunung Papandayan dan Tangkubanparahu. Van Riebeek pula yang membawa benih kopi ke Priangan, sebuah keputusan yang kelak membuat kopi menjadi komoditas utama sekaligus sumber penderitaan para buruh kebun.

Pada pertengahan abad ke-18, beberapa orang Eropa mulai tinggal di Bandung. Korporal Belanda bernama Arie Top ditempatkan di sana pada 1741. Setahun kemudian datang pula kakak-beradik Ronde dan Jan Geysbergen yang membuka hutan dan mendirikan penggergajian. Mereka memberi julukan sinis: Paradise in Exile. Surga, iya. Tapi tetap pengasingan, karena Bandung kala itu masih dikelilingi rawa dan hutan belantara.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Lompatan besar datang di awal abad ke-19. Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, yang terkenal keras kepala, membangun Jalan Raya Pos dari Anyer sampai Panarukan. Jalur itu melintasi Priangan dan tentu saja melewati Bandung. Ia memerintahkan Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk memindahkan pusat kabupaten dari Krapyak ke tepi Sungai Cikapundung. Pada 25 September 1810, Bandung diresmikan sebagai ibu kota kabupaten yang baru.

Daendels dikenal perfeksionis. Ia bahkan menancapkan tongkat di tanah dan memerintahkan agar ketika ia kembali, sebuah kota sudah berdiri di sana. Dari situlah, Bandung lahir sebagai kota, meski awalnya hanyalah kabupaten kecil di tengah rawa-rawa.

Setelah resmi menjadi ibu kota Priangan pada 1864, Bandung perlahan berkembang jadi kota modern. Jalan-jalan besar dibuka, sekolah dan kantor pemerintahan didirikan, dan permukiman Eropa mulai tumbuh. Kota yang dulu dianggap tidak lebih dari kampung udik akhirnya benar-benar berubah.

Ironisnya, Bandung yang sempat dikurung kebijakan Gubernur Jenderal kini justru menjadi kota yang dielu-elukan. Pada awal abad ke-20, Bandung mendapat julukan Parijs van Java, sebuah sebutan yang menandai modernitas sekaligus pesona estetikanya. Kota ini menjadi tempat tinggal para tuan tanah, pusat pendidikan, hingga laboratorium gaya hidup orang Eropa di Hindia Belanda.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 22 Okt 2025, 05:21 WIB

Khalifah di Era Konsumerisme: Menemukan Keseimbangan dengan Menjaga Lingkungan

Modernitas telah membawa manusia hidup dalam era konsumerisme.
Tugas kita hari ini adalah menanam benih peradaban bumi yang hijau. Sekecil apapun itu karena menjaga bumi adalah bagian dari ibadah seorang Hamba kepada Pencipta-Nya. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 20:51 WIB

Menjaga Etika Jurnalistik

Trans7 telah mempertontonkan ketidaktahuannya akan sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan tanpa ada yang protes. 
media harus bekerja keras lagi mencari strategi untuk mendapat respons positif dari masyarakat. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 20:12 WIB

Angkat Tema ‘Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, AMSI Gelar Indonesia Digital Conference (IDC) 2025

IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, yang menyoroti pentingnya kedaulatan dan kemandirian industri media dalam menghadapi gelombang transformasi digital berbasis AI.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) kembali menyelenggarakan ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan. (Sumber: AMSI)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 18:39 WIB

Industri Pariwisata Jawa Barat, Lokomotif Ekonomi yang Menanti Lompatan Strategis

Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran.
Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 17:19 WIB

Rebel Ridge dan Beratnya Mengungkap Penyimpangan Aparat Penegak Hukum

Rebel Ridge menyingkap sisi gelap aparat penegak hukum dan menggambarkan beratnya perjuangan rakyat sipil melawan ketidakadilan.
Poster Rebel Ridge (Sumber: Foto: Netflix Media Center/Poster Rebel Ridge (2024))
Ayo Biz 21 Okt 2025, 16:55 WIB

Menanam Cuan Tanpa Riba: Jalan Panjang Investasi Syariah di Tengah Dinamika Pasar Modern

Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil.
Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 16:02 WIB

Investasi Bangsa dalam Pembentukan Karakter dan SDM Unggul

Kemendikdasmen telah mengimplementasikan berbagai program yang dianggap penting untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
Kemendikdasmen telah mengimplementasikan berbagai program yang dianggap penting untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. (Sumber: Unsplash/Ed Us)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 15:39 WIB

Bandung Mengayuh Peluang, dari Gaya Hidup Sehat Menuju Bisnis Berkelanjutan

Tren bersepeda di Bandung menunjukkan pergeseran pola pikir masyarakat terhadap mobilitas dan gaya hidup hingga mencatatkan partisipasi yang terus meningkat.
Tren bersepeda di Bandung menunjukkan pergeseran pola pikir masyarakat terhadap mobilitas dan gaya hidup hingga mencatatkan partisipasi yang terus meningkat. (Sumber: dok. Humas Setda Kota Bandung)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 15:09 WIB

Indonesia dan Premanisme, Saat Taraf Hidup Meningkat maka Tekananan akan Datang

Premanisme di Indonesia memang sudah ada jauh sebelum merdeka.
Ilustrasi Aksi Premanisme di Pasar. (Sumber: Gambar oleh AI)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 14:40 WIB

Mari Membenahi Kota Bandung

Catatan Ringan atas Pengumuman 10 Kabupaten/Kota Paling Berkelanjutan 2025.
Tidak masuknya Kota Bandung ke dalam 10 Kabupaten/Kota Paling Berkelanjutan Tahun 2025 tidak mengherankan apabila keadaan kota masih seperti yang penulis uraikan di atas. (Sumber: Pexels/RESA GUMILAR)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 13:23 WIB

Wajah Baru dan Nostalgia, Mengulas Film Rangga dan Cinta

Film yang sedang menjadi perbincangan hangat dan trending di media sosial.
(Sumber: Sumber Foto: instagram @filmranggacinta)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 11:55 WIB

Dari 2 Siluman sampai Sekarang, Perkembangan Film Horror di Indonesia

Apakah kamu tahu bagaimana perkembangan film horror di Indonesia? Mari menelisik sejarah.
Berbagai Genre Film Horror Indonesia. (Sumber: Kolase Poster Film)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 10:02 WIB

Relevansi Tingkat Pengangguran, Pola Konsumsi, Limbah Makanan, dan Krisis Iklim

Di tengah fakta Jawa Barat yang masuk sebagai kategori provinsi termiskin di Indonesia.
Fakta Jawa Barat sebagai provinsi termiskin ke dua justru berbanding terbalik dengan pola konsumsi yang tinggi yang menghasilkan limbah terbanyak kedua setelah limbah styrofoam. (Sumber: Freepik)
Beranda 21 Okt 2025, 09:15 WIB

Lembur Jurig Kiaracondong: Rumah Hantu dalam Gang, Penggerak Kreativitas dan Kemandirian Ekonomi Warga

Dari wisata malam ke kemandirian ekonomi warga. Itu yang kami rencanakan. Meski masih skala kecil, Lembur Jurig telah menjadi buah bibir di karang taruna lain.
Karang Taruna di RW 5 Sukapura, Kecamatan Kiaracondong menggelar Lembur Jurig setiap sabtu malam yang diminati ratusan pengunjung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 08:58 WIB

Menyelamatkan Kebosanan Beragama dari Para Penganutnya

Agama mengubah dunia dengan cara yang sangat manusiawi, lewat cerita, kebersamaan, simbol, dan upacara.
Agama mengubah dunia dengan cara yang sangat manusiawi, lewat cerita, kebersamaan, simbol, dan upacara. (Sumber: Pexels/Muhammed Zahid Bulut)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 07:13 WIB

Ironi Kota Inovasi: Bandung Raya Tereliminasi dari 10 Besar Kabupaten Kota Berkelanjutan 2025

Refleksi analitis atas pengumuman UI GreenCityMetric 2025 dan relevansinya bagi Bandung Raya
Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Pexels/Matafanaku)
Ayo Biz 20 Okt 2025, 20:21 WIB

Gowes di Kota Kembang, Sepeda Menjadi Simbol Gaya Hidup Sehat dan Peluang Bisnis Berkelanjutan

Hiruk pikuk lalu lintas di Kota Bandung tak lagi hanya didominasi oleh deru mesin mobil dan motor. Kini, sepeda turut meramaikan jalanan, menjadi simbol baru gaya hidup sehat.
Hiruk pikuk lalu lintas di Kota Bandung tak lagi hanya didominasi oleh deru mesin mobil dan motor. Kini, sepeda turut meramaikan jalanan, menjadi simbol baru gaya hidup sehat. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 20 Okt 2025, 19:46 WIB

Semangat Berkarya sebagai Anak Muda

Berkarya adalah bagian dari perjalanan hidup manusia untuk mengekspresikan dirinya.
Ilustrasi anak muda yang semangat berkarya. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 20 Okt 2025, 18:39 WIB

Pentingkah Green City Metric bagi Clean Government?

UI Green City Metric adalah pemeringkatan oleh Universitas Indonesia yang menilai keberlanjutan kota/kabupaten di Indonesia.
Masjid Al-Jabar di Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Andry Sasongko)
Ayo Biz 20 Okt 2025, 17:26 WIB

Pariwisata Berbasis Media Sosial, Gen Z sebagai Penentu Tren dan Narasi Wisata

Gen Z menawarkan pendekatan baru dalam menikmati perjalanan. Tak sekadar melancong, tapi juga membangun identitas digital melalui setiap langkah kaki dan jepretan kamera.
Gen Z menawarkan pendekatan baru dalam menikmati perjalanan. Tak sekadar melancong, tapi juga membangun identitas digital melalui setiap langkah kaki dan jepretan kamera. (Foto: Freepik)