Sejarah Stadion GBLA, Panggung Kontroversi yang Hampir Dinamai Gelora Dada Rosada

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 08 Sep 2025, 12:22 WIB
Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Gedebage yang diproyeksikan jadi kandang Persib.

Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Gedebage yang diproyeksikan jadi kandang Persib.

AYOBANDUNG.ID - Bandung adalah kota sepak bola. Persib ibarat agama kedua, dan bobotoh adalah jemaat fanatiknya. Maka ketika Wali Kota Dada Rosada menjanjikan stadion megah bertaraf internasional dalam kampanye Pilkada 2008, janji itu terdengar bak wahyu. Hasilnya, berdirilah Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) di Gedebage.

Stadion ini punya kapasitas sekitar 38–40 ribu penonton, lengkap dengan tribun beratap, mushola, ratusan toilet, sampai ruang VVIP berkaca antipeluru. Bahkan rumputnya pun pakai jenis Zoysia Matrella Merr, rumput yang katanya bisa bikin bola meluncur mulus.

Di atas kertas, stadion ini memang layak disebut salah satu yang terbaik di Indonesia. Tapi di balik megahnya, sejarah GBLA penuh liku, polemik, bahkan drama politik yang tak ada habisnya. Kalau sejarah GBLA dijadikan serial, tayangannya akan mirip Ikatan Cinta: panjang, penuh air mata, dan kadang bikin orang heran kenapa masih lanjut.

Sebelum namanya resmi jadi Gelora Bandung Lautan Api, stadion ini sempat nyaris memakai nama yang lebih personal: Gelora Dada Rosada. Usulan itu muncul dari kelompok Insan Sepak Bola Bandung, dipimpin Asep Setiadji, yang merasa wajar jika stadion dinamai sesuai tokoh yang memprakarsainya.

Baca Juga: Sejarah Hari Jadi Kota Bandung, Kenapa 25 September?

DPRD Kota Bandung bahkan sempat menerima ide tersebut, memasukkannya sebagai salah satu dari tiga opsi resmi: Gelora Bandung Lautan Api, Gelora Gedebage Kota Bandung, dan Gelora Rosada.

Secara logika politik, masuk akal. Dada Rosada adalah wali kota dua periode (2003–2013) sekaligus mantan Ketua Umum Persib Bandung (2003–2008). Stadion ini adalah anak kandungnya. Tapi publik punya logika lain. Banyak warga menilai menamai stadion dengan nama pejabat masih aktif itu mirip narsis tingkat dewa. Bobotoh pun protes, karena stadion seharusnya jadi simbol kebanggaan bersama, bukan monumen pribadi.

Situasi makin runyam setelah Dada terseret kasus korupsi lain. Nama Rosada langsung terasa makin tak pantas. Untuk menghindari perang opini, DPRD bersama Dispora lalu bikin polling SMS pada Maret 2013. Hasilnya telak: Gelora Bandung Lautan Api menang dengan 83,3% suara, Gelora Gedebage Kota Bandung 11,7%, sementara Gelora Rosada cuma 5%. Pada 28 Maret 2013, nama GBLA resmi dipakai. Ironisnya, nama Rosada kini cuma jadi catatan kaki dalam sejarah stadion.

Rujukan nama Lautan Api sendiri punya makna heroik. Merujuk pada peristiwa 24 Maret 1946, ketika warga Bandung membakar kotanya agar tak jatuh ke tangan Belanda. Dengan nama itu, stadion punya aura patriotik, bukan aura narsistik.

Diwarnai Korupsi sampai Tragedi

Upaya membangun stadion ini ibarat menyusun puzzle di atas tanah rawa. Lokasinya berdiri di cekungan Danau Purba Bandung, dengan tanah lempung lunak setebal 30 meter yang rawan ambles. Jadi, tak cukup cuma ngecor beton. Butuh teknologi mahal seperti Prefabricated Vertical Drain (PVD) dan geotextile. Biaya pun melambung.

Baca Juga: Senjakala Sepeda Boseh Bandung: Ramai Saat Weekend, Sepi Saat Weekday

Pada awalnya, anggaran pembangunan tahun 2009 hanya Rp278 miliar. Tapi seperti kebiasaan proyek negeri ini, angka itu pelan-pelan membengkak hingga Rp545 miliar. PT Adhi Karya ditunjuk jadi kontraktor utama. Target rampung 2012, tapi yang terjadi justru molor. Peresmian baru dilakukan 10 Mei 2013, dengan seremoni yang dihadiri Gubernur Ahmad Heryawan.

Sayangnya, masalah tak berhenti di situ. Tahun 2015, proyek GBLA masuk radar Bareskrim. Audit BPK menemukan indikasi kerugian negara Rp103 miliar. Dugaan mark-up, spesifikasi tak sesuai, dan penyalahgunaan wewenang jadi bahan penyelidikan. Mantan pejabat teknis pembangunan, Yayat Ahmad Sudrajat, divonis 5,5 tahun penjara pada 2018.

Selain kasus hukum, stadion ini juga cepat rusak. Dinding retak, tribun bermasalah, bahkan lapangan sempat ambles. Untuk PON XIX tahun 2016, stadion buru-buru direnovasi. Tapi setelah itu, GBLA kembali terbengkalai. Aset pun sempat tidak jelas statusnya karena serah terima dengan kontraktor mangkrak di tengah jalan.

Kondisi rumput liar tak terawat di luar Stadion GBLA yang sempat disorot pada 2019 lalu. (Sumber: Ayobandung)
Kondisi rumput liar tak terawat di luar Stadion GBLA yang sempat disorot pada 2019 lalu. (Sumber: Ayobandung)

Tragedi terbesar datang pada 23 September 2018. Dalam laga Persib vs Persija, seorang suporter Persija, Haringga Sirla, tewas dikeroyok bobotoh di sekitar stadion. Peristiwa ini bikin GBLA tercoreng parah. Publik mempertanyakan keamanan stadion, sementara Persib pun lebih sering hijrah ke Stadion Si Jalak Harupat untuk menghindari masalah.

Baca Juga: Hikayat Sunda Empire, Kekaisaran Pewaris Tahta Julius Caesar dari Kota Kembang

Tak hanya itu, meski Indonesia ditunjuk jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, GBLA tak terpilih sebagai venue. Alasannya klasik: akses jalan belum lengkap, perawatan mahal, dan kualitas bangunan dipertanyakan. Ironi bagi stadion yang dulu dibanggakan setengah mati.

Walau sejarahnya penuh drama, GBLA tetap jadi ikon. Persib Bandung akhirnya kembali menggunakannya sebagai kandang pada musim 2022. Stadion ini memang punya aura yang sulit ditandingi, apalagi bagi bobotoh.

Pada Juli 2024, pengelolaan GBLA resmi diserahkan ke PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) lewat perjanjian 30 tahun dengan Pemkot Bandung.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 16 Des 2025, 10:07 WIB

Sejarah Universitas Padjadjaran, Lahirnya Kawah Cendikia di Tanah Sunda

Sejarah Universitas Padjadjaran bermula dari tekad Jawa Barat memiliki universitas negeri sendiri di tengah keterbatasan awal kemerdekaan.
Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:36 WIB

Dari Panggung Gigs ke Aksi Sosial di Flower City Festival 2025

Flower City Festival (FCF) 2025 sukses mengumpulkan dana senilai Rp56.746.500 untuk korban bencana di Sumatera.
Suasana Flower City Festival 2025 di Kopiluvium, Kiara Artha Park, Bandung (11/12/2025) (Sumber: Dokumentasi panitia FCF 2025 | Foto: ujjacomebackbdg)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:10 WIB

Berjualan di Trotoar, PKL Caringin Menginginkan Ruang Publik dari Wali Kota Bandung

PKL di Caringin yang berjualan di trotoar berharap ada penataan agar mereka bisa berjualan lebih tertib.
Sejumlah pedagang kaki lima yang tetap berjualan meski hujan di malam hari di kawasan Caringin 30-11-2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Raifan Firdaus Al Farghani)
Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)