Hikayat Kota Kecil yang Hilang di Gunung Puntang

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Sabtu 07 Jun 2025, 11:24 WIB
Reruntuhan Stasiun Radio Malabar di Gunung Puntang. (Sumber: Ayobandung)

Reruntuhan Stasiun Radio Malabar di Gunung Puntang. (Sumber: Ayobandung)

AYOBANDUNG.ID - Gunung Puntang di Kabupaten Bandung Selatan kerap dikenal sebagai destinasi kemah dan pendakian. Namun, di balik hijaunya pepohonan dan sejuknya udara pegunungan, tersimpan cerita tentang "kota kecil" yang pernah hidup di lerengnya.

Begitu menginjakkan kaki di area perkemahan Gunung Puntang, mata langsung menangkap sisa-sisa bangunan tua yang kini hanya menyisakan pondasi dan potongan dinding batu. Lumut dan rumput liar tumbuh liar di permukaannya, membuatnya tampak menyatu dengan alam. Kabut yang turun perlahan dari lereng pegunungan menambah nuansa magis sekaligus misterius.

Tapi bangunan-bangunan itu bukan sekadar reruntuhan tanpa nama. Di balik puing-puing tersebut, tersembunyi sejarah kemegahan Stasiun Radio Malabar, stasiun pemancar nirkabel legendaris yang pada awal abad ke-20 mampu menyambungkan suara antara Bandung dan Den Haag, Belanda.

Sejak dibangun pada 1917 oleh ilmuwan Belanda Dr. Ir. C.J. de Groot, Stasiun Radio Malabar menjadi simbol kemajuan teknologi komunikasi Hindia Belanda. Tidak hanya mampu mengirim telegraf, pada 1927 stasiun ini berhasil memancarkan suara lintas benua. Kata-kata pertama yang terdengar melalui sambungan itu adalah, "Hallo, Bandoeng! Hier Den Haag!"

Sambutan tersebut menjadi simbol pembuka komunikasi suara komersial pertama antara Indonesia dan Belanda. Kejadian ini menjadi peristiwa monumental dalam sejarah teknologi di kawasan Asia Tenggara.

Jejak Kota yang Pernah Hidup

Di sekeliling reruntuhan kantor utama Stasiun Radio Malabar yang juga dikenal sebagai kawasan Nagara Puntang, pengunjung dapat menemukan berbagai bekas bangunan penunjang. Di dataran antara Gunung Puntang dan Gunung Haruman, misalnya, terdapat sebuah kolam besar berbentuk hati yang dikenal sebagai "Kolam Cinta". Selain sebagai elemen estetika kantor utama, kolam ini dulu berfungsi sebagai pendingin alat pemancar radio.

Tak jauh dari Kolam Cinta terdapat bangunan penampung air yang juga berasal dari zaman yang sama. Saat menelusuri area tersebut, kita dapat menyaksikan tangga-tangga batu yang mengarah ke struktur tersebut, menyiratkan kompleksitas sistem infrastruktur yang pernah dibangun di sini.

Bukan hanya kantor dan fasilitas teknis, Stasiun Radio Malabar saat itu memiliki semua elemen sebuah kota kecil. Komplek ini mencakup rumah dinas pegawai, bengkel, lapangan tenis, hingga bioskop mini. Seorang pegiat sejarah dari Komunitas Aleut Bandung, Hevi Abu Fauzan, menyebut bahwa Gunung Puntang saat itu bagaikan kota yang hidup. Meski tersembunyi di dalam hutan, hiruk pikuk aktivitas manusia kala itu jelas terasa.

Sebagian sisa kota ini masih bisa dilihat di beberapa titik, meski hanya berupa pondasi dan tiang-tiang tua. Lapang tenis, misalnya, kini menjadi bagian dari area perkemahan. Sementara reruntuhan rumah-rumah dinas nyaris tertutup ilalang.

Suasana ruang teknis Stasiun Radio Malabar. (Sumber: Dok. Kantor Wisata Gunung Puntang)
Suasana ruang teknis Stasiun Radio Malabar. (Sumber: Dok. Kantor Wisata Gunung Puntang)

Didin Wahyudin, salah satu petugas wisata Gunung Puntang, menuturkan bahwa bangunan utama dahulu dikenal sebagai "Gedung Sebahu" dan memiliki luas sekitar satu hektar. “Bangunannya megah, dengan dua pilar besar di sisi kanan dan kirinya. Kolam Cinta itu dulunya ada tepat di depannya,” ujar Didin.

Lebih jauh, Didin mengungkapkan bahwa proyek pembangunan ini bukan hal sepele. Jalanan harus dibuka, hutan dibelah, dan berbagai fasilitas didirikan dari nol. Bahkan, untuk memasang antena sepanjang dua kilometer dari puncak Gunung Puntang ke Gunung Haruman, diperlukan keahlian teknik luar biasa.

Pilihan lokasi ini bukan tanpa alasan. Posisi Gunung Puntang dianggap ideal karena langsung menghadap ke arah Belanda, dan sudut tajam dari Kolam Cinta diyakini menunjuk ke negeri asal De Groot dan timnya.

Tetapi, seperti banyak kejayaan lain di masa lalu, kemegahan itu tak bertahan selamanya.

Dari Radio Revolusioner ke Reruntuhan Sunyi

Kisah jatuhnya Stasiun Radio Malabar memiliki dua versi. Yang pertama menyebut bahwa kehancuran terjadi saat Jepang datang ke Indonesia pada 1942. Para pegawai Belanda harus hengkang, dan tentara Jepang diduga menghancurkan bangunan tersebut.

Namun versi lain yang lebih sering dikutip, datang dari peristiwa besar Bandung Lautan Api. Dalam buku Jendela Bandung, Pengalaman Bersama KOMPAS karya Her Suganda, disebutkan bahwa Entang Muchtar—seorang pegawai muda PTT (Post, Telegraaf en Telefoon Dienst)—ikut dalam aksi penghancuran Stasiun Radio Malabar atas perintah Komandan Resimen Mayor Daan Yahya.

Tujuannya jelas: mencegah fasilitas penting tersebut jatuh ke tangan Sekutu pascakemerdekaan.

Dinamika penghancuran itu pun dramatis. Entang dan timnya mengamankan bagian-bagian penting dari stasiun sebelum menyulut dinamit dengan korek api besi. Saat ledakan terjadi, pasukan Belanda mengawasi dari udara. Beberapa peralatan vital kemudian dipindahkan ke lokasi-lokasi lain seperti Dayeuhkolot, Rancaekek, dan bahkan Solo.

Pasca peristiwa itu, kawasan Gunung Puntang tenggelam dalam keheningan. Selama sekitar 30 tahun, reruntuhan dibiarkan dilupakan, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh keluarga mantan pekerja pada 1982.

Sejak saat itu, Perhutani memulai inisiatif menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata sejarah. Meski tidak banyak pemugaran dilakukan, kawasan seluas 22,61 hektar tersebut mulai dikenal publik, terutama pecinta alam dan sejarah.

Fasilitas seperti warung, MCK, musala, dan area swafoto ditambahkan, namun reruntuhan dibiarkan dalam kondisi aslinya. Hal ini sengaja dilakukan agar keaslian situs tetap terjaga.

Stasiun Radio Malabar saat masih aktif. (Sumber: Wikimedia)
Stasiun Radio Malabar saat masih aktif. (Sumber: Wikimedia)

Selain bangunan kantor dan pemukiman, terdapat pula Goa Belanda yang konon dibangun sebelum Stasiun Radio Malabar. Goa ini awalnya digunakan untuk penyimpanan mesin-mesin radio dan logistik, lalu beralih fungsi menjadi tempat persembunyian saat Jepang masuk.

Hari ini, pengunjung yang menyusuri Gunung Puntang tak hanya menikmati lanskap alam yang memesona. Mereka juga diajak menyelami sejarah yang tertinggal dalam diam. Foto-foto hitam putih dari Tropenmuseum Belanda yang dipajang di kantor pengelola wisata menjadi jendela pengingat akan masa kejayaan yang pernah ada.

Tapi kisah Stasiun Radio Malabar bukan hanya soal teknologi. Ia juga tentang mimpi dan keterhubungan. Tentang orang-orang yang membelah hutan demi menghubungkan dua dunia. Tentang komunikasi sebagai jembatan rindu antara tanah jajahan dan negeri asal.

Kini, kota kecil itu memang telah hilang. Yang tersisa hanyalah puing dan cerita. Tapi mungkin, justru dalam keheningan itulah sejarah berbicara paling nyaring.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Redaksi
Redaksi
Editor
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 06 Nov 2025, 20:05 WIB

Jawa Barat Melawan Scam, Inklusi Keuangan Jadi Senjata Baru

Jawa Barat masih berhadapan dengan kenyataan pahit, di mana tingginya laporan penipuan finansial, maraknya praktik keuangan ilegal, dan kesenjangan akses terhadap layanan keuangan formal.
Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025 menjadi ruang interaktif masyarakat dengan lembaga keuangan, dalam membuka wawasan, membangun kepercayaan, dan melindungi hak konsumen. (Sumber: OJK)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 19:24 WIB

Bopet Bagindo: Sarapan Khas Minang di Bandung dengan Cita Rasa Otentik

Bopet Bagindo dikenal sebagai tempat sarapan murah tapi tetap mengenyangkan.
 (Sumber: Akun Tiktok @lidyahw)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 18:50 WIB

Pengasuhan Anak di Era Digital

Menuntun generasi, bukan sekadar mengawasi.
Ilustrasi anak-anak Indonesia. (Sumber: Pexels/Teguh Dewanto)
Ayo Biz 06 Nov 2025, 18:41 WIB

Bandung dan Tumbler, Ketika Gaya Hidup Sehat Menjadi Identitas Sosial

Di taman kota, ruang kerja, hingga jalur lari pagi, tumbler bukan lagi sekadar wadah air minum, tapi jadi penanda gaya hidup yang aktif, sadar lingkungan, dan estetis.
Di taman kota, ruang kerja, hingga jalur lari pagi, tumbler bukan lagi sekadar wadah air minum, tapi jadi penanda gaya hidup yang aktif, sadar lingkungan, dan estetis. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 18:24 WIB

Gerakan Muhammadiyah dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Muhammadiyah telah merespons krisis iklim global dengan pendekatan yang sistematis, holistik, dan terinstitusionalisasi.
Krisis iklim global menerpa kampung/kota di Indonesia (Sumber: https://muhammadiyah.or.id/2023/08/atasi-krisis-iklim-muhammadiyah-digandeng-klhk-bangun-20-ribu-kampung-iklim-di-seluruh-indonesia/)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 18:12 WIB

Icip Bakso Solo Samrat yang Sedang Happening

Bakso Solo Samrat merupakan salah satu Bakso yang sedang happening di kalangan konten kreator atau masyarakat umum.
Bakso Keju Lumer dan Es Kacang Brenebon (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 06 Nov 2025, 17:41 WIB

Eksistensi HvB di Bandung, Komunitas yang Menghidupkan Sejarah Lewat Tubuh dan Teater

Historia van Bandung (HvB), komunitas ini menjadikan tubuh, kostum, dan aksi teatrikal sebagai medium untuk menghidupkan kembali masa perjuangan Indonesia.
Historia van Bandung (HvB), komunitas ini menjadikan tubuh, kostum, dan aksi teatrikal sebagai medium untuk menghidupkan kembali masa perjuangan Indonesia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 17:10 WIB

Warung Viral di Bandung yang Jadi Tempat Nongkrong Favorit Anak Muda

Meski awalnya dikenal karena popularitas film, warung Bi Eem kini telah melangkah lebih jauh.
Meski awalnya dikenal karena popularitas film, warung Bi Eem kini telah melangkah lebih jauh. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Jelajah 06 Nov 2025, 17:00 WIB

Hikayat Kiaracondong, Tujuan Urbanisasi Kaum Pekerja Zaman Baheula

Kisah Kiaracondong yang bermula dari sebatang pohon miring hingga jadi kawasan industri, stasiun besar, dan simpul macet abadi Bandung.
Para buruh pekerja Artillerie Constructie Winkel (ACW) di Kiaracondong yang merupakan cikal bakal PT Pindad. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 16:50 WIB

Literasi Digital Sejak Dini, Bekal Anak Masa Kini

Literasi digital sejak dini bukan untuk menjauhkan anak dari teknologi.
Ilustrasi teknologi digital di sekitar anak-anak saat ini. (Sumber: Pexels/Ron Lach)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 16:19 WIB

Tembok Demokrasi dalam Keadilan Buku-Buku Cetak

Kenapa buku dan suara rakyat harus dipenggal?
Ilustrasi buku cetak. (Sumber: Pexels/Element5 Digital)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 15:16 WIB

Persib: Kami di Asia, Kamu di Mana?

Persib Bandung, dijadwalkan bertanding melawan Selangor FC Malaysia di ajang AFC Champions League Two (ACL Two).
Persib Bandung saat berhasil menang 2-0 atas Selangor FC. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 13:54 WIB

Opini dan Fakta dari Perspektif Jurnalistik

Tsunami fakta, kebanjiran fakta, hujan fakta. Mungkin kita pernah melihat dan membaca komentar seperti itu ketika menjelajahi media sosial.
Pengetahuan tentang opini dan fakta penting untuk semua orang. (Sumber: PEXELS | Foto: Judit Peter)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 12:09 WIB

Perjuangan Seorang Santri Menebarkan Ilmu Melalui Kitab Kuning

Di balik kesederhanaan seorang santri di Madrasah Aliyah Sukamiskin, tersimpan kisah yang begitu hangat dan menginspirasi.
Defan, seorang pemuda asal Bandung yang menjadikan kitab kuning bukan sekadar bacaan, tetapi jalan untuk menempa karakter dan memperkuat keyakinan hidupnya. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 09:12 WIB

Mimpi UMKM Lokal di Panggung Livin’ Fest 2025

Livin’ Fest 2025 jadi panggung bagi UMKM muda menunjukkan karya dan cerita mereka.
Antusias Pengunjung Livin' Market 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis| Foto: Firqotu Naajiyah)
Ayo Netizen 06 Nov 2025, 07:42 WIB

Perspektif Lain Sejarah Indonesia lewat Buku Dalih Pembunuhan Massal Karya Jhon Roosa

Buku Pembunuhan Massal Karya Jhon Roosa merupakan buku yang menyajikan perspektif lain dari sejarah yang selama ini kita yakini.
Buku Dalih Pembunuhan Massal Karya Jhon Roosa (Sumber: Instagram | Katalisbook)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 20:12 WIB

Keringat yang Bercerita, Potret Gaya Hidup Sehat di Perkotaan

Melalui feature ini pembaca diajak menyelami suasana pagi yang penuh semangat di tengah denyut kehidupan masyarakat perkotaan.
Ilustrasi olahraga lari. (Sumber: Pexels/Ketut Subiyanto)
Mayantara 05 Nov 2025, 19:29 WIB

Budaya Scrolling: Cermin dari Logika Zaman

Di banyak ruang sunyi hari ini, kita melihat pemandangan yang sama, seseorang menunduk menatap layar, menggulir tanpa henti.
Kita menyebutnya scrolling, para peneliti menyebutnya sebagai ritual baru zaman digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 05 Nov 2025, 18:38 WIB

Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus, antara Keresahan Orang Tua dan Tantangan Penerimaan

Selain faktor akses, stigma sosial menjadi penghalang besar. Tidak sedikit orang tua yang enggan memeriksakan anak karena takut dicap atau dikucilkan.
Ilustrasi. Deteksi dini anak berkebutuhan khusus masih menjadi isu mendesak di Indonesia. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 17:21 WIB

10 Penulis Terpilih Oktober 2025: Kritik Tajam untuk Bandung yang 'Tidak Hijau'

Inilah 10 penulis terbaik yang berhasil menorehkan karya-karya berkualitas di kanal AYO NETIZEN sepanjang Oktober 2025.
Banjir di Kampung Bojong Asih, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu, 9 Maret 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)