Warisan Cinta Persib sejak Balita

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Senin 26 Mei 2025, 08:27 WIB
Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)

Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)

KOTA Kembang Bandung membiru. Bukan karena langitnya. Tapi,  karena lautan manusia berbaju dan atribut biru, warna khas Persib. Mereka memenuhi jalanan Bandung merayakan kesuksesan sang Pangeran Biru menyabet gelar juara Liga 1 musim 2024/2025. 

Pawai konvoi arak-arakan Persib dimulai dari Balai Kota menuju Gedung Sate, Bandung, Minggu (25/5/2025). Ini bukan sekadar pesta para bobootoh, melainkan perayaan cinta yang diwariskan lintas generasi.

Betapa tidak. Di antara lautan manusia yang membiru, ada pemandangan yang menggetarkan. Balita dalam gendongan ayahnya, mengenakan jersey mini bertuliskan "Maung Kecil." Tak menangis, ia malah tersenyum saat klakson berbunyi riuh.

Dan ini bukan fenomena baru. Cinta kepada Persib memang sering kali tidak dimulai dari pilihan sadar, melainkan dari gendongan pertama, saat seorang anak belum tahu arti kemenangan, tapi sudah diajak merayakannya.

Ritual turun temurun

Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1 tahun 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)
Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1 tahun 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)

Bisa dibilang ada semacam ritual turun-temurun dalam keluarga para bobotoh. Ketika Persib menang, seluruh keluarga ikut konvoi. Ketika Persib kalah, ada hening penuh harap di ruang keluarga. Anak-anak tumbuh di dalam dinamika emosional seperti ini.

Psikolog perkembangan anak, Jean Piaget, pernah menyebut bahwa anak-anak belajar melalui asimilasi dari lingkungan sekitarnya. Dalam konteks bobotoh, lingkungan itu adalah stadion, laporan pandangan mata lewat radio, siaran langsung televisi, dan chant atau nyanyian suporter.

Tak heran jika sejak usia balita, tak sedikit anak bobotoh sudah fasih menyebut nama David da Silva, Ciro Alves, Beckham Putra atau Knick Kuipers. Padahal, belum tentu mereka paham alfabet lengkap.

Dalam banyak keluarga di Bandung, maupun di Jawa Barat, mencintai Persib bukan sekadar preferensi klab, melainkan identitas kultural. Layaknya bahasa ibu, ia diwariskan secara alami, tanpa perlu dipaksa-paksakan.

Seorang ayah bercerita bahwa ia membawa anaknya nyetadion setiap Persib main sejak usia dua tahun. “Awalnya saya pikir dia bakal takut. Tapi, dia malah tepuk tangan ikut-ikutan, apalagi waktu lagu ‘Halo-halo Bandung’ dinyanyikan,” katanya.

Lagu itu kini bukan hanya pengingat sejarah perjuangan, tapi juga menjadi bagian dari liturgi bobotoh. “Halo-halo Bandung, ibu kota Periangan
” dinyanyikan dengan irama penuh semangat, bahkan oleh anak-anak yang belum paham sejarah.

Dalam perspektif sosiologi, fenomena ini bisa dipahami melalui konsep imagined community yang diperkenalkan oleh Benedict Anderson. Sebuah komunitas dibayangkan bukan karena semua anggotanya saling mengenal secara pribadi, melainkan karena mereka berbagi simbol, narasi, dan pengalaman emosional yang sama. Dalam hal ini, Persib bukan sekadar klab sepak bola, melainkan identitas kolektif yang mengikat banyak orang dalam satu rasa, yaitu rasa memiliki.

Dan bagi anak-anak, rasa kebersamaan itu diwujudkan lewat simbol-simbol yang mereka temui dan kenali setiap hari, seperti  jersey biru yang mereka pakai dengan bangga, poster pemain yang menempel di dinding kamar mereka, atau boneka beruang mungil bertuliskan “PERSIB” yang menemani tidur. 

Simbol-simbol tersebut tak hanya menghadirkan kenyamanan, tapi juga menjadi perantara kasih sayang, baik dari keluarga maupun komunitas. Melalui simbol itulah, rasa cinta terhadap klab diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Baca Juga: Brand Persib Bandung

Peran kaum ibu

Ibu-ibu pun bisa jadi punya peran pelan. Mungkin ada ibu  yang menjahit sendiri jersey atau syal mini untuk anaknya, atau menyiapkan atribut khusus bertema biru putih. Ini bukan soal klab bola semata, tapi ekspresi cinta dalam bentuk paling domestik.

Bahkan, bayi yang baru bisa belajar merangkak pun mungkin sudah dikenalkan pada yel-yel Persib. 

Di media sosial, tak sedikit konten yang memperlihatkan anak-anak kecil yang menangis karena Persib kalah, atau melompat kegirangan saat gol tercipta. Emosi mereka belum kompleks, tapi respons mereka nyata.

Dari sisi neurologis, hal ini logis. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman emosional yang kuat di usia dini bisa membentuk koneksi neuron yang bertahan lama. Maka, cinta kepada Persib bukan cuma kenangan, tapi jejak saraf.

Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1 tahun 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)
Konvoi Persib Bandung Juara Liga 1 tahun 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Lukman Hidayat)

Dalam teori Erik Erikson tentang perkembangan psikososial, usia dini adalah masa pembentukan kepercayaan dasar. Ketika orang tua menunjukkan cinta dan semangat saat mendukung Persib Maung Bandung, anak merasa itu adalah dunia yang aman.

Maka, stadion -- entah itu Jalak Harupat, Gelora Bandung Lautan Api maupun stadion-stadion lainnya -- bukan hanya tempat pertandingan, tapi juga ruang pembelajaran emosional bagi anak-anak. Mereka belajar menangis, tertawa, kecewa, dan bangga. Semuanya dalam tempo 90 menit,lebih sedikit.

Tak sedikit anak-anak yang belajar berhitung dari skor pertandingan, belajar membaca dari papan nama pemain, bahkan belajar menyanyi dari chant milik suporter.

Bagi keluarga bobotoh, Persib bukan pengalih perhatian, tapi pengikat relasi. Setiap pertandingan adalah ajang membangun kebersamaan, bahkan ketika disaksikan hanya lewat TV kecil di warung kopi.

“Persib ngajarkeun ka urang soal sabar jeung satia,” kata seorang kakek yang menggendong cucunya sambil memakai syal biru. Ia sudah mendukung Persib sejak 1980-an, di era Adeng Hudaya.

Ruang imajinasi masa depan

Di tengah dunia yang makin instan dan pragmatis, cinta kepada klab sepak bola seperti Persib justru mengajarkan kesetiaan jangka panjang sejak dini.

Seorang guru TK mengatakan, murid-muridnya sering menggambar stadion dan menulis nama pemain Persib sebagai cita-cita. “Ada yang mau jadi striker, ada yang mau jadi pelatih,” ujarnya. Dalam konteks ini, Persib bukan sekadar olahraga, tapi juga ruang imajinasi masa depan, tempat anak-anak menggantungkan harapan dan membentuk identitas.

Tak bisa dimungkiri, memiliki panutan dalam dunia olahraga dapat berperan besar dalam membentuk daya juang, disiplin, dan sikap mental positif sejak usia dini. Sosok idola menjadi gambaran nyata ihwal arti kerja keras, ketekunan, dan semangat untuk terus berkembang. Di balik sorak-sorai dan tepuk tangan di tribun stadion, terselip pelajaran hidup yang membekas lebih dalam dari sekadar skor akhir pertandingan.

Namun, warisan cinta terhadap Persib tentu perlu dibingkai dengan edukasi nilai-nilai positif. Anak-anak perlu diajarkan bahwa mendukung klab kebanggaan tidak berarti membenci yang lain. Nilai sportivitas, empati, dan solidaritas harus ditanamkan sejak dini agar mereka tak hanya cinta mati pada Persib, tapi juga tahu cara menghormati lawan, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi semangat fair play

Bagaimanapun, cinta yang sehat adalah cinta yang mendidik. Dan Persib bisa menjadi media pendidikan yang lebih menyenangkan daripada buku pelajaran. Dari mulai nyanyian di tribun stadion, anak-anak belajar ritme dan kekompakan. Dari koreografi bobotoh, mereka bisa belajar seni dan ekspresi kolektif.

Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan

Semua itu dimulai dari satu gendongan kecil di tengah konvoi besar. Dari satu jersey mini di tengah kerumunan lautan biru. Hingga suatu hari, anak itu tidak lagi digendong. Dan ia mulai berjalan sendiri ke stadion bersama kawan-kawannya, membawa bendera kecil, dan meneriakkan nama-nama idola baru di skuad Persib.

Ia tak perlu diberi tahu bahwa ini adalah cinta. Sebab tubuhnya sudah mengingatnya, sejak lama. Dan ketika nanti ia menjadi orang tua, ia akan menggendong anaknya sendiri di tengah-tengah lautan biru yang sama, dengan lagu yang mungkin sama, dengan semangat yang tak pernah padam.

Sebab, cinta kepada Persib, seperti cinta sejati lainnya, tidak lahir dari logika. Ia tumbuh dari kenangan yang dibagikan dari air mata dan tawa yang diwariskan sejak balita. Cinta itu tumbuh dari gendongan menuju tribun stadion.

I love Persib! (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Identitas Persib

Ayo Netizen 10 Mei 2025, 09:59 WIB
Identitas Persib

Brand Persib Bandung

Ayo Netizen 24 Mei 2025, 10:00 WIB
Brand Persib Bandung

News Update

Ayo Netizen 19 Okt 2025, 19:51 WIB

Bandung dan Gagalnya Imajinasi Kota Hijau

Menjadi kota hijau bukan sekadar soal taman dan sampah, tapi krisis cara berpikir dan budaya ekologis yang tak berakar.
Taman Film di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 18:34 WIB

Ketika Layar Mengaburkan Hati Nurani: Belajar dari Filsuf Hume di Era Society 5.0

Mengekpresikan bagaimana tantangan prinsip moral David Hume di tengah-tengah perkembangan tekonologi yang pesat.
Pengguna telepon pintar. (Sumber: Pexels/Gioele Gatto)
Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)