Perempuan Muhammadiyah di Persimpangan Zaman

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Kamis 13 Nov 2025, 19:46 WIB
Ilustrasi perempuan muslim. (Sumber: Pexels/RDNE Stock project)

Ilustrasi perempuan muslim. (Sumber: Pexels/RDNE Stock project)

Sejarah sering menulis kisah besar tentang tokoh-tokoh pahlawan, tentang pertempuran, revolusi, dan gagasan besar yang mengubah dunia. Di balik setiap pergeseran zaman, selalu ada tangan-tangan perempuan yang bekerja dalam diam, mengasuh, mengajar, menggerakkan, dan menanam nilai-nilai di hati para generasi. Dalam konteks inilah, perempuan Muhammadiyah hadir bukan sekadar pelengkap sejarah, tetapi ikut memberi makna dan arah terhadap pergerakan zaman. Mereka membaca perubahan, merespons dengan bijak, dan berusaha menjaga agar cahaya nilai tidak padam di tengah arus kemajuan.

Bagi perempuan Muhammadiyah, memajukan kehidupan tanpa kehilangan pijakan nilai Islam bukan sekadar cita-cita, tetapi cara hidup. Dari ruang-ruang sekolah sederhana yang dirintis Nyai Ahmad Dahlan di Kauman, hingga forum-forum internasional yang kini diisi oleh generasi perempuan Muhammadiyah, ruh itu tetap menyala. Wujudnya boleh berubah, tetapi arah perjuangannya sama, mencerdaskan, memberdayakan, dan menebar manfaat bagi sesama.

Sejak awal abad ke-20, ketika banyak perempuan masih terkekang dalam keterbatasan sosial, tokoh seperti Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan) sudah berani melampaui batas zamannya. Ia tidak hanya mengajarkan agama kepada kaum perempuan, tetapi juga menanamkan keberanian untuk berpikir, berpendapat, dan berperan. Warisan perjuangan Nyai Ahmad Dahlan bukan sebatas mendirikan sekolah, melainkan tentang keberanian menafsir ulang peran dan nilai dalam setiap zaman. Dari sanalah lahir tradisi berpikir kritis dan beramal nyata yang menjadi ciri khas perempuan Muhammadiyah hingga kini. Mereka belajar bahwa menjadi perempuan beriman berarti juga menjadi perempuan yang bergerak, yang membaca tanda-tanda zaman dan menjawabnya dengan karya. Semangat inilah yang kemudian menuntun langkah generasi baru, ketika dunia berubah dan bentuk perjuangan mengambil wajah yang berbeda.

Dari Langgar ke Layar: Dakwah Perempuan di Zaman Digital

Kini, satu abad lebih berlalu, dunia yang dihadapi perempuan Muhammadiyah sangat berbeda. Jika dulu perjuangan dilakukan lewat ruang fisik seperti pengajian dan sekolah, kini gelanggang dakwah meluas ke ruang digital, media sosial dan jejaring global. Namun, esensinya tetap sama, bagaimana menjaga keseimbangan antara nilai dan kemajuan. Dalam arus cepat dunia modern, perempuan Muhammadiyah kembali berhadapan dengan tantangan baru, bagaimana tetap setia pada akar nilai, tapi juga lentur menghadapi perubahan.

Berawal dari langgar, majelis taklim, dan ruang pendidikan sederhana, muncul kader yang membawa semangat pencerahan ke berbagai pelosok negeri. Kini, “langgar” itu bertransformasi menjadi “layar”, ruang baru tempat dakwah berlangsung dengan bentuk dan bahasa yang berbeda. Perempuan Muhammadiyah hari ini menulis di blog, berbagi ilmu melalui Instagram, mengajar lewat kanal YouTube, bahkan menjadi penggerak kampanye sosial digital. Mereka hadir sebagai bagian dari masyarakat yang terkoneksi, dan memahami bahwa dakwah kini tak hanya soal mimbar, tetapi juga tentang narasi, visual, dan algoritma.

Bersama perubahan bentuk dakwah, muncul pula wajah-wajah baru, generasi perempuan muda Muhammadiyah yang membawa semangat pencerahan ke dunia maya. Mereka mengemas nilai Islam dengan gaya komunikasi yang segar, dekat dengan publik muda, namun tetap berpegang pada ruh perjuangan yang diwariskan para pendahulu. Sebagian pengamat menyebut bahwa era digital telah menggeser cara orang beragama dan berinteraksi. Dunia yang semula terikat pada ruang dan waktu kini menjadi cair dan instan. Dalam konteks ini, perempuan Muhammadiyah dihadapkan pada pilihan sulit: menjadi bagian dari arus besar perubahan atau menjadi jangkar yang menjaga arah agar tidak terombang-ambing.

Tetapi sejarah menunjukkan bahwa perempuan Muhammadiyah selalu mampu menemukan jalan tengah. Mereka tahu kapan harus teguh, dan kapan harus lentur. Kekuatan mereka bukan pada kekerasan sikap, tetapi pada kemampuan membaca zaman tanpa kehilangan jati diri.

Menyulam Nilai di Tengah Arus

Kiai dan Nyai Ahmad Dahlan. (Sumber: muhammadiyah.or.id)
Kiai dan Nyai Ahmad Dahlan. (Sumber: muhammadiyah.or.id)

Nyai Ahmad Dahlan pernah berujar bahwa dakwah bukan hanya tentang berbicara di depan orang, tetapi tentang keteladanan yang hidup dalam keseharian. Prinsip ini menjadi dasar gerak perempuan Muhammadiyah sejak awal berdirinya Aisyiyah tahun 1917. Organisasi ini bukan sekadar wadah sosial, tetapi ruang transformasi, tempat perempuan belajar berpikir, berorganisasi, dan meneguhkan posisi mereka dalam masyarakat.

Kini, ketika dakwah berpindah ke ruang digital, tantangannya tentu lebih kompleks, Dunia digital memicu kebutuhan untuk selalu tampil, berbicara cepat, dan menyesuaikan diri dengan tren. Namun, prinsip yang sama masih berlaku, nilai tidak bisa disebarkan hanya lewat postingan, tetapi lewat integritas, keteladanan dan konsistensi dalam kehidupan nyata. Perempuan Muhammadiyah diajarkan bahwa modernitas bukan berarti kehilangan arah; kemajuan bukan berarti meninggalkan akar.

Seperti yang dikatakan Siti Baroroh Baried, tokoh perempuan Muhammadiyah dan akademisi UGM “Kemajuan sejati adalah keseimbangan antara akal, rasa, dan iman.” Dalam semangat itu, perempuan Muhammadiyah hari ini tidak sekadar hadir di ruang digital sebagai pengguna, melainkan sebagai penjaga makna, memastikan bahwa setiap kemajuan tetap berpihak pada kemanusiaan, bukan sekadar sensasi.

Lentur Tanpa Hilang Bentuk

Lentur bukan berarti lemah. Dalam konteks perempuan Muhammadiyah, kelenturan adalah bentuk kecerdasan sosial dan spiritual, kemampuan untuk beradaptasi tanpa kehilangan nilai. Dunia yang terus berubah menuntut bentuk baru perjuangan, bagaimana menghadirkan Islam berkemajuan yang tetap relevan di tengah wacana kesetaraan gender, isu ekologi, dan transformasi digital.

Dalam banyak sejarah, perempuan Muhammadiyah kini menjadi pemimpin sekolah, penggerak ekonomi, peneliti lingkungan, hingga kreator konten edukatif. Mereka menunjukkan bahwa menjadi modern tidak bertentangan dengan menjadi religius. Bahkan, keduanya bisa berjalan beriringan.

Seperti halnya Nyai Dahlan di awal abad lalu menembus batas domestik untuk mengajar dan mendirikan sekolah, perempuan Muhammadiyah masa kini juga menembus batas digital untuk mengajar lewat layar. Bedanya hanya medium, bukan makna. Semangatnya tetap sama, yaitu mencerdaskan kehidupan, memberdayakan perempuan, dan menebar nilai Islam yang mencerahkan.

Menatap Masa Depan

Setiap zaman memiliki tantangan dan keindahannya sendiri. Jika dulu tantangan datang dari keterbatasan akses pendidikan, kini tantangannya justru berlimpahnya informasi yang tak selalu bermakna. Dunia digital membuka ruang baru untuk berdakwah, tetapi juga menghadirkan godaan untuk tampil tanpa isi, viral tanpa arah.

Maka, tugas perempuan Muhammadiyah hari ini bukan hanya meneruskan semangat pendahulu, tetapi juga menafsirkan ulang makna kemajuan. Mereka harus mampu menjembatani nilai dan modernitas, iman dan inovasi, moralitas dan teknologi. Sebagaimana dikatakan Haedar Nashir (2020), kemajuan sejati Muhammadiyah bukan pada kemewahan bentuk, tetapi pada kedalaman makna dan keteguhan prinsip. Perempuan Muhammadiyah adalah wujud paling nyata dari prinsip itu, mereka hadir di segala lini kehidupan, dari ruang domestik hingga publik, dari langgar hingga layar, dari masa lalu menuju masa depan.

Baca Juga: Budaya Scrolling: Cermin dari Logika Zaman

Sejarah perempuan Muhammadiyah tidak ditulis dengan tinta emas, melainkan dengan peluh perjuangan dan doa panjang. Dari tangan-tangan merekalah lahir generasi yang berpendidikan, beriman, dan berdaya. Dan kini, di tengah dunia yang terus berubah, perempuan Muhammadiyah kembali mengingatkan kita bahwa modernitas tanpa nilai hanyalah kebisingan tanpa arah.

Mereka mengajarkan bahwa menjadi maju bukan berarti meniru, tetapi menafsir; bukan meninggalkan masa lalu, tetapi menghidupkannya dalam konteks baru. Lentur tanpa kehilangan bentuk, kuat tanpa harus keras. Dalam diri mereka, kita melihat wajah Islam yang mencerahkan, setia pada nilai, dan terbuka pada zaman. (*)

Referensi:

  • Nashir, Haedar. (2020). Islam Berkemajuan: Risalah Dakwah dan Tajdid Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah.
  • Baroroh Baried, Siti. (1984). Perempuan dan Pendidikan dalam Muhammadiyah. Yogyakarta: UGM Press.
  • Burhani, Ahmad Najib. (2016). Membaca Muhammadiyah dari Luar: Kritik dan Harapan terhadap Gerakan Islam Modernis. Suara Muhammadiyah.
  • Siti Walidah Ahmad Dahlan. (2010). Kumpulan Pidato dan Gagasan Tokoh Aisyiyah. Yogyakarta: Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)