Meski belum pernah menginjakkan kaki secara langsung di kawasan yang terkenal sebagai Surga Terakhir Indonesia tapi rasanya hati pilu saat mendengar bahwa Raja Ampat terancam rusak oleh aktivitas tambang nikel.
Sepenggal surga di Timur Indonesia ini merupakan rangkaian pulau tropis yang memesona. Perairan yang kaya dengan biota laut, bentangan karst yang megah juga dilingkupi oleh hutan yang masih rapat dan asri.
Hal ini membuat Indonesia mendapat julukan “ The Last Paradise on Earth”. Kawasan yang terletak di Papua Barat Daya ini bahkan sudah menjadi situs warisan yang diakui oleh UNESCO.
Sebagaimana yang dilansir situs greenpeace.org “ Raja Ampat merupakan tempat berlibur yang sempurna bagi wisatawan. Bagi penggiat konservasi, Raja Ampat adalah jantung dari segitiga terumbu karang dan pusat keanekaragaman hayati baik di darat maupun di lautan. Sementara bagi masyarakat setempat , Raja Ampat bukan sekedar memberikan keindahan alam tapi juga memberi sumber kehidupan".
Setelah hutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia telah rusak oleh pembangunan negeri ini. Apakah sebagai warga negara Indonesia masih tutup mata dengan terancamnya surga terakhir yang dimiliki negeri ini. Betapa hal ini menjadi fenomena yang sangat miris.
Terlebih Indonesia merupakan sebuah negara yang dikenal dengan keindahan alam dan sumber daya yang tiada tara. Bukankah seharusnya anugerah ini bisa diberdayakan dengan baik semungkin. Sebagai bentuk timbal balik seorang manusia kepada alam yang sudah memberikan keseimbangan terhadap sebuah kehidupan.
Satu hal yang mesti disadari bahwa Raja Ampat tidak hanya tempat bernaung bagi warga Papua tapi tempat hidup juga untuk berbagai jenis mahluk hidup yang berada di dasar laut, flora dan fauna yang juga berada di hutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Poltak Partogi Nainggolan berjudul "Keamanan Sosial dan Keamanan Lingkungan di Pulau Terluar Indonesia: Studi Kabupaten Kepulauan Raja Ampat" menyatakan bahwa Ibukota Kabupaten Raja Ampat yaitu Waisai terletak di Pulai Waigeo memiliki 537 jenis terumbu karang yang sangat menakjubkan dan mewakili 75% yang ada di dunia.
Di wilayah perairan terdapat 1.074 jenis ikan dan tumbuhan endemik serta ribuan penyu. Beberapa jenis ikan seperti ikan kuwe, kakap, kerapu, hiu karang, napoleon, wrase, barracuda dan tuna merupakan kekayaan alam yang dimiliki perairan di Papua.
Jika penambangan nikel tetap dilanjutkan maka Raja Ampat akan berpotensi kehilangan spesies endemik seperti biawak Waigeo, undang mantis merak, hiu karpet berbintik dan masih banyak jenis yang lainnya. Selain itu ada Ikan Pari Manta (Manta Rays) yang dilindungi dari kepunahan.
Kemudian 75% berbagai jenis terumbu karang yang akan kehilangan rumahnya. Lebih dari 2500 spesies ikan, 47 spesies mamalia dan 274 burung juga terancam punah. Lebih dari 8775 hektar hutan terancam dibabat untuk kebutuhan pertambangan nikel. Ada lebih dari ratusan pulau kecil yang menjadi daya tarik akan rusak. Kegiatan ekowisata masyarakat sekitar, sumber kehidupan tidak kalah terkena dampak.

Potensi terbesar Raja Ampat bukan ada di dalam tanah tapi berada tepat di atasnya. Laut yang kaya, hutan yang lestari dan keindahan alam yang luar biasa. Sudah sepatutnya seluruh warga Indonesia mendukung diberhentikannya aktivitas tambang yang akan menghancurkan semua potensi alam. Selama ini Raja Ampat punya cara tersendiri untuk maju lewat kegiatan pariwisata, perikanan dan pertanian yang berkelanjutan.
Seluruh warga Indonesia bertanggungjawab untuk berdiri bersama dengan masyarakat Papua. Jangan diam dan menutup mata, jangan diam sampai semuanya rusak baru hadir kepedulian.
Sekarang waktunya seluruh warga Indonesia bersuara untuk menolak ekspansi tambang di Raja Ampat demi membela masyarakat, menjaga alamnya dan juga masa depannya. Selamatkan Surga Terakhir Indonesia dari Griya Kehausan Sesaat. (*)
#SaveRajaAmpat#JagaBumiHutanLautku