Mengeja Anomali, Merayakan Imajinasi

Ibn Ghifarie
Ditulis oleh Ibn Ghifarie diterbitkan Jumat 20 Jun 2025, 15:02 WIB
Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)

Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)

Saat sedang asyik membaca koran Pikiran Rakyat yang membahas kesenjangan sosial, tiba-tiba anak kedua, Aa Akil (10 tahun), datang bersama adiknya, Kakang (4 tahun). Mereka bernyanyi riang:

"Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodilo, Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung... Sahur!"

Ku ajukan pertanyaan, “Eta lagu naon?”

Dengan santai Aa menjawab, “Anomali Bah!”

Walhasil, jawaban singkat itu membuatku tersenyum kecil. Ya lagu ini memang sering terdengar saat anak-anak tetangga bermain di halaman depan rumah Pak RW atau sesekali di belakang sawah sambil main layang-layang.

Justru, kata “anomali” itu tiba-tiba membawa pikiranku melayang jauh, kembali ke masa awal kuliah sekitar tahun 2002. Saat itu, mulai akrab dan menyadari berbagai bentuk anomali dalam kehidupan social, mulai dari ketimpangan, ketidakadilan, hingga keganjilan yang sering kali dianggap biasa.

Pasalnya, momen sederhana (ngalagu) bersama anak-anak ini seakan jadi pengingat melawan lupa, atas dunia yang mereka nyanyikan dengan riang gembira itu sesungguhnya menyimpan banyak temuan tak terguda yang patut direnungi.

Hikayat Anomie

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anomali diartikan sebagai sesuatu yang tidak seperti biasanya atau merupakan penyimpangan dari hal yang lazim terjadi.

Dalam buku Anomali Perilaku Remaja (2020) karya Asrori dan Munawir, dijelaskan bahwa perilaku anomali adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Perilaku semacam ini mendorong pihak berwenang untuk melakukan upaya perbaikan terhadap penyimpangan tersebut.

Contoh konkret dari perilaku anomali antara lain kenakalan remaja, seperti mengonsumsi minuman keras, bergabung dalam geng, hingga penyalahgunaan narkoba. Secara umum, anomali dapat dipahami sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari kejadian normal. Nyatanya istilah ini kerap digunakan dalam berbagai bidang, seperti meteorologi, sains, komputer, hingga sosiologi. (detikEdu, Selasa, 25 Juli 2023, pukul 15.29 WIB)

Konsep anomie umumnya dikaitkan dengan perubahan sosial dan ekonomi yang berlangsung secara cepat. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Émile Durkheim, seorang sosiolog asal Prancis yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi Modern, pada akhir abad ke-19.

Durkheim mendefinisikan anomie sebagai kondisi keterasingan individu dari lingkungan masyarakatnya. Dalam sosiologi, istilah ini digunakan untuk menggambarkan situasi kacau atau tanpa aturan. Secara etimologis, anomie berasal dari kata Yunani "a-" yang berarti "tanpa", dan "nomos" yang berarti "aturan" atau "norma", sehingga anomie secara harfiah berarti "tanpa norma".

Secara sosiologis, anomie menggambarkan kondisi ketika masyarakat tidak lagi memberikan arahan moral yang jelas kepada individu atau komunitasnya. Norma-norma sosial kehilangan daya ikatnya, menyebabkan ketidakpastian dan kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat. Ini sejalan dengan pemikiran Durkheim yang melihat anomie sebagai kondisi ketika aktivitas manusia tidak lagi diatur secara normal oleh norma sosial.

Dalam buku Sosiologi Politik, Gustiana A. Kambo menjelaskan ihwal anomie menjadi dasar dalam pengembangan teori penyimpangan sosial Durkheim. Teori ini berasumsi bahwa penyimpangan terjadi akibat ketegangan dalam struktur sosial. Ketegangan tersebut membuat individu mengalami tekanan yang pada akhirnya mendorong munculnya perilaku menyimpang.

Salah satu ciri dari kondisi anomie adalah ketidakseimbangan antara aspirasi dan sarana (alat) yang tersedia untuk mencapainya. Ketegangan ini muncul karena masyarakat menekankan pencapaian tujuan tertentu, tetapi tidak menyediakan sarana yang adil dan merata untuk semua individu dalam mencapainya. Ketika norma dan nilai sosial mengalami pemudaran akibat perubahan sosial dan budaya, masyarakat pun belum menemukan pengganti norma baru yang dapat diandalkan.

Pasca Durkheim, konsep anomie dikembangkan lebih lanjut oleh Robert K. Merton. Bila Durkheim lebih menyoroti hubungan antara individu dan struktur sosial, Merton menekankan keterkaitan antara anomie dengan struktur sosial dan struktur budaya.

Bagi Merton, lingkungan hidup individu mencakup dua aspek: struktur sosial dan struktur budaya. Anomie timbul ketika sistem nilai budaya mengalami kerusakan, terutama saat individu tidak lagi mampu menyesuaikan tindakannya dengan norma dan tujuan budaya. Dengan kata lain, anomie terjadi ketika struktur budaya tidak lagi sejalan dan tidak didukung oleh struktur sosial yang ada. (detikEdu, Jumat, 17 November 2023, 06:00 WIB)

Dinamika Anomali

Tung Tung Tung Sahur, salah satu anomali lokal yang mendunia. (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana)
Tung Tung Tung Sahur, salah satu anomali lokal yang mendunia. (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana)

Dalam buku Glosari Teori Sosial dijelaskan secara runut, konsep anomi mula-mula diperkenalkan dalam sosiologi oleh Emile Durkheim. Konsep ini telah mengalami banyak perubahan dari segi pengertiannya, dan digunakan dalam berbagai cara untuk mencakup berbagai situasi sosial yang dicirikan dengan disorganisasi (disorganization), keruntuhan norma, nilai dan lain-lain. Dengan demikian, sukar untuk memberikan satu pengertian yang tegas dan tepat mengenai konsep ini.

Namun, pada umumnya konsep anomi menggambarkan satu situasi sosial di mana norma-norma sosial telah hilang atau menjadi lemah, atau norma-norma sosial itu kurang jelas atau bertentangan satu sama lain. Individu yang terperangkap dalam keadaan anomi biasanya kehilangan pandangan moral, kontrol sosial dan menjadi serba salah.

Pada awalnya konsep ini mula-mula digunakan oleh Durkheim dalam pembahasannya mengenai bentuk pembagian kerja yang patologis dan pengaruh-pengaruhnya. Menurut Durkheim, pembagian kerja yang semakin bertambah kerap kali diikuti dengan penyelarasan yang kurang lengkap di antara kelas dan persatuan sosial yang lemah. Keadaan ini menyebabkan kurangnya hubungan di antara anggota masyarakat dan seterusnya tidak membantu mengembangkan satu sistem nilai dan norma bersama. Keruntuhan nilai dan norma bersama ini mengakibatkan disintegrasi sosial serta keruntuhan kesatuan sosial. Keadaan ini disebut Durkheim sebagai anomi.

Konsep anomi dibicarakan dengan lebih detail oleh Durkheim dalam bukunya Suicide. Durkheim membedakan tiga jenis bunuh diri: anomik, egoistik dan altruistik. Hanya jenis bunuh diri yang pertama yang berkaitan erat dengan konsep anomi.

Kadar bunuh diri anomik bertambah bukan saja dalam keadaan krisis, bahkan juga dalam keadaan makmur. Dalam keadaan krisis, individu tidak dapat mencapai apa yang diharapkan, dan tidak dapat meneruskan taraf hidup yang ada. Ini melahirkan perasaan kecewa, putus asa, kegelisahan dan merasakan hidup seolah-olah tidak bermakna lagi.

Parahnya, dalam keadaan aman, sebagian individu dapat mencapai kemakmuran atau kekayaan secara mendadak. Individu tersebut seolah-olah merasakan segala keinginannya bisa dicapai. Ketika keadaan ini terjadi, kontrol-kontrol terhadap nafsu manusia, norma-norma dan kedudukan masyarakat mungkin akan runtuh. Keadaan ini akan mengakibatkan bunuh diri anomik.

Kedua keadaan tadi kekrisisan dan kemakmuran bisa mengakibatkan bunuh diri anomik karena keduanya menimbulkan berbagai situasi serta nilai baru. Untuk individu yang terlibat tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu. Dalam kedua situasi itu, individu mengalami perasaan kekacauan dan menjadi terpisah dari dunia mereka akibat keruntuhan norma sosial dan susunan kolektifnya.

Konsep anomi kemudian dipopulerkan oleh sosiolog lain seperti R. K. Merton, yang meluaskan konsep ini kepada bentuk perilaku lain yang bersifat deviant (menyimpang dari kebiasaan). Menganggap anomi sebagai satu keadaan munculnya pemisahan atau disjunction di antara cita-cita yang ditentukan oleh suatu kebudayaan (cultural goals) dengan ikhtiar untuk mencapainya (institusionalized means). Teori Merton mengenai anomi dan perilaku menyimpang telah banyak dikritik oleh para sosiolog. Salah satu kritik itu menyatakan bahwa tidak semua perilaku yang berbentuk devian berasal dari keadaan anomi.

Konsep anomi berkaitan erat dengan konsen alienasi. Tidak terdapat perbedaan yang jelas di antara kedua konsep ini. Namun, anomi biasanya berkaitan dengan kekurangan norma dan kontrol sosial dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, individu mengalami penderitaan akibat kurangnya keterlibatan sosial. Sebaliknya, alienasi lebih menitikberatkan penguasaan dan tekanan yang melampaui individu sehingga individu tersebut tidak dapat mengembangkan kebisaannya dengan sepenuhnya. Ringkasnya, individu menderita karena kurang kebebasan.

Dalam pengertian yang lebih luas, penyimpangan (deviasi) berarti apa saja perilaku yang tidak memenuhi norma sosial suatu kelompok sosial (masyarakat). Albert Cohen dalam bukunya Deviance and Control mendefinisikan penyimpangan sebagai perilaku yang melanggar harapan yang dilembagakan, yaitu harapan yang disetujui dan diakui bersama sebagai sah dalam suatu sistem sosial.

Robert Merton "Anomie and Social Structure” dalam D.R. Cressey & D.A Ward (eds), Delinquency, Crime and Social Process berpendapat bahwa perilaku yang penyimpangan secara signifikan dari norma-norma yang ditentukan untuk individu dalam status sosial. Ia tidak dapat dipelihara secara abstrak tetapi perlu dikaitkan dengan norma-norma yang dianggap oleh masyarakat sebagai tepat dan yang secara moral mengikat bagi orang-orang yang menduduki status yang berlainan.

M.B Clinard dalam bukunya Sociology of Deviant Behavior yang mengatakan bahwa perilaku penyimpanan adalah perilaku menurut arah yang tidak disetujui, yang bertentangan dengan norma-norma dan derajatnya melebihi batas toleransi suatu masyarakat. Perilaku penyimpangan melibatkan perbuatan yang melanggar norma-norma suatu masyarakat. Dengan demikian, maka semua bentuk kriminal, tindakan yang melanggar hukum dan peraturan, sakit jiwa, homoseksual dan sebagainya dianggap perilaku penyimpangan.

Bagi Howard S. Becker dalam bukunya, Outsiders: Studies in the Sociology of Deviance menjelaskan penyimpangan timbul dari respons anggota masyarakat melalui tindakan mengubah peraturan tertentu. Orang-orang tertentu kemudian dikarenakan peraturan tersebut dan bukanlah warisan dalam tindakan tertentu tetapi satu pengaruh atau akibat dari interaksi manusia, yaitu mengenakan peraturan oleh orang lain ke atas yang "bersalah".

Baca Juga: Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan

Marton berpendapat bahwa kadar penyimpangan dalam suatu masyarakat berubah menurut kelas sosial, kelompok etnik, ras dan ciri-ciri lain. Adanya perilaku penyimpangan ditentukan oleh ada atau tidaknya ikhtiar yang sah untuk mencapai cita-cita tertentu, tingkat penerimaan berbagai cita-cita dan ikhtiar oleh berbagai kalangan anggota kelas bawah karena mereka mempunyai ikhtiar yang terbatas untuk mencapai cita-cita yang ditentukan oleh kebudayaan.

Terdapat lima tipologi Merton mengenai penyesuaian individu dalam menghadapi masalah pencapaian berbagai cita-cita yang ditentukan oleh kebudayaan. Kepatuhan, pembaruan, ritualisme, tarik diri dan pemberontakan. Terutama terjadi pada penyimpangan lebih luas di kalangan masyarakat kelas bawah dalam suatu masyarakat. (M. Taufiq Rahman, 2011: 6-8 dan 91-93).

Mari bandingkan dengan buku Membela Islam, Membela Kemanusiaan yang terdapat tulisan Teologi Subversif bertajuk Anomali Sosial sebagai Kemusyrikan Sosial. Pada satu sisi, gagasan budaya dan peradaban berawal dari imajinasi menciptakan ruang-ruang kreativitas baru ketika dihadapkan pada ke jumudan sosial. Kemunculan gerakan-gerakan kontra hegemoni terkait erat dengan gerakan imajinasi sosial. Di sisi lain, ortodoksi globalisasi yang berjalan seiring dengan fundamentalisme imperialisme pasar menjebloskan tatanan sosial ke dalam kerangkeng otoritarianisme politik kapitalisme global.

Dewasa ini, di daratan Eropa tumbuh komunitas-komunitas non mainstream yang mengusung ideologi perlawanan terhadap hegemoni globalisasi. Mereka menyerukan gerakan antikapitalisme menuju tata peradaban poskapitalisme.

Islam sebagai salah satu pilar kekuatan peradaban dunia mesti beranjak untuk merevolusi diri, sehingga berada di garda depan gerakan penggugatan rezim imperialisme kapitalisme global. Langkah radikal untuk menjangkau cita-cita pembebasan sosial tersebut ialah tafsir keberislaman harus dimaknai sebagai manifestasi ideologi pemihakan. Ketika ketidakadilan dikamuflase sebagai keadilan sejati, maka visi hermeneutika Islam adalah politik pemihakan yang berorientasi pada pembebasan kultural dan pencerahan. 

Dalam konteks ini, peringatan Abdul Kabir Al-Khatibi patut dicermati. Menurutnya, kapitalisme imperialis Barat memaksakan pandangan-pandangannya melalui konstruksi-konstruksi sosial-politik dan menyebarkannya melalui ekspansi kolonial dengan aksentuasi modern." Diinspirasi wacana antikolonialisme Franz Fanon, Al-Khatibi dalam Maghreb Pluriel (1983) memaklumatkan bahwa, "allons, comrades, the European game is definitively over. We've got to find something else."

Frasa "something else" dalam ungkapan di atas mengisyaratkan teori kritik ganda (theory of double critique) yang digagas Al-Khatibi, yaitu kritik terhadap dekolonisasi dan dekonstruksi. Dekolonisasi dimaksudkan untuk membebaskan state of mind keberislaman dari hegemoni wacana-wacana keagamaan yang opresif. Ini terkait dengan dua strategi untuk melepaskan ketergantungan kultural, sedangkan dekonstruksi merupakan agenda kolektif untuk membongkar jangkar kolonialisme politik kapitalisme.

Senada dengan Al-Khatibi, Annour Majid dalam Unveiling Traditions (2000) mengingatkan bahwa agenda penting kalangan Muslim modern adalah mengimajinasikan tatanan sosial tandingan terhadap peradaban Eurocentrisme sekaligus meruntuhkan praktik-praktik keagamaan yang bias ideologi patriarkal. Salah satu visi fundamental yang menggerakkan imajinasi-imajinasi postkolonial adalah wacana subversif sebagai bentuk artikulasi resisten terhadap kemapanan wacana patriarkal yang memonopoli otoritas keagamaan dan dehumanisasi peradaban yang lahir dari fundamentalisme ideologi kapitalisme.

Memadukan gagasan imajinasi sosiologis (Wright Mills) dan wacana subversif dalam imajinasi postkolonial akan mengubah visi politik pemaknaan keberislaman di tengah konstelasi peradaban global. Memang, baik realitas politik maupun kondisi sosial masyarakat Muslim kontemporer belum bisa mendapat pengakuan politik sebagai salah satu aktor dalam pusaran perubahan dan percaturan kebijakan global.

Ingat, ketidakadilan dan sejumlah anomali sosial seperti kemiskinan, pengangguran, tergusurnya kalangan petani tradisional, otoritarianisme politik serta politik diskriminasi, yang berakar pada intervensi struktural (birokrasi, ideologi aparatus negara), justru merupakan referensi historis kita dalam memaknai Islam berbasis kepentingan pembebasan menurut zamannya. Dengan begitu, imajinasi intelektual Islam melampaui kebekuan normativitas dan moralitas teks. Sesungguhnya fenomena ketidakadilan dan berbagai ketimpangan merupakan teks yang hidup bahkan menyatu dalam lanskap kesejarahan manusia.

Logika ini akan mengantar pada satu asumsi hermeneutis bahwa proses membaca, menerjemahkan, dan menafsir Islam harus diberi napas oleh kesadaran memihak kelompok-kelompok sosial (berbasis etnisitas) termarginalkan untuk kemudian menggerakkan kesadaran kolektif untuk menggalang aliansi gerakan perlawanan. Pada akhirnya, sumber imajinasi sosial tidak lagi bertumpu pada otoritas teks yang mudah tergelincir pada status quo tafsir teks. Justru imajinasi sosial dihidupkan oleh kesadaran untuk menciptakan dan menggerakkan perubahan-perubahan yang bersifat subversif.

Wacana subversif merupakan artikulasi kolektif yang menegasikan realitas-realitas anomali sosial yang dikonstruksi oleh kepentingan hegemoni wacana keagamaan patriarkal, otoritarianisme ideologi aparatus negara, dan kepentingan eksploitasi pasar.

Jika selama ini teks (Al-Qur'an dan Sunnah) dibaca atas nama Tuhan yang sebenarnya sarat dengan kepentingan pemapanan otoritas wacana tertentu, maka dalam frame mengimajinasikan (reimagine) wacana subversif yang berlaku adalah teks dibaca atas nama pengingkaran dan pemberontakan terhadap penindasan struktural, perbudakan sosial, imperialisme budaya, dan ketidakadilan global.

Kalau tiada seorang Muslim pun yang menolak bahwa musuh besar tauhid adalah kemusyrikan, maka eksploitasi (baik manusia maupun lingkungan) dan realitas-realitas ketidakadilan merupakan bentuk kemusyrikan juga; kemusyrikan yang pertama bersifat transendental-ilahiah, sedangkan kemusyrikan yang kedua bersifat sosial-empirik. Basis teologis politik pemihakan pemaknaan keberislaman demikian itu adalah teologi subversif. Sebuah teologi minor yang berbasis kepentingan sejarah kelas marginal dan kelompok-kelompok paria sosial (under class).

Teologi subversif berangkat dari logika hukum peniadaan terhadap semua eksistensi konstruksional yang merampas otoritas kebebasan, otonom manusia dan untuk kemudian mengklaim diri sebagai supremasi entitas tunggal yang hegemonik. Penegasian teologi subversif terhadap anomali-anomali sosial mengantarkannya pada deklarasi bahwa ortodoksi globalisasi (globalisme) dan fundamentalisme ideologi kapitalisme merupakan akar kemusyrikan sosial yang harus diperangi dan diberantas bersama.

Kemusyrikan sosial merupakan metafora dari tindak penyekutuan eksistensi Tuhan secara sosial di mana ideologi pasar telah menjadi tuhan baru dengan sistem kapitalisme sebagai agamanya. Pada kondisi ini, orientasi visi dakwah mengalami pergeseran radikal, dari prinsip amar makruf dan nahi mungkar menjadi nahi mungkar untuk amar makruf.

Politik tafsir keagamaan yang memihak berusaha menghadirkan Tuhan sebagai kesadaran yang menggerakkan pembebasan dan membangun pencerahan sosial. Teologi subversif meyakini bahwa Tuhan tidak hanya hadir bersemayam di dalam atribusi ritus-ritus formal-simbolik, tetapi juga "bertakhta” di dalam realitas kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan. Senandung syahdu al-Qur'an atas nama keagungan Tuhan tidak akan mampu meluruhkan ketimpangan sosial. Namun, kidungkanlah al-Qur'an atas nama pembebasan dan keadilan, niscaya kuasa membendung arus kemusyrikan sosial. (Fajar Riza Ul Haq, 2017: 25-27)

Contoh Karakter Anomali Populer (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana | Foto: Akun Instagram)
Contoh Karakter Anomali Populer (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana | Foto: Akun Instagram)

Saat asyik mencari referensi tentang anomali dalam budaya Generasi Alpha, tiba-tiba muncul unggahan di beranda Instagram dengan judul: "Apa Itu 'Anomali' dalam Pemahaman Era Generasi Alpha?" Ya unggahan yang dipublikasikan oleh akun @literaverse.id berkolaborasi dengan @darmalaksana.

Tung Tung Tung Sahur, Tralalero Tralala, karakter2 aneh ini bukan dari kartun populer, melainkan hasil kreasi AI yang viral di kalangan anak2 Gen Alpha. Mereka lucu, absurd, dan seringkali membingungkan bagi generasi sebelumnya.

Fenomena ini dikenal sebagai anomali digital, hasil dari budaya remix dan kreativitas tanpa batas di era media sosial. Di balik kekonyolannya, fenomena ini bisa jadi bahan diskusi penting tentang literasi digital, kreativitas, dan dampak teknologi pada pola pikir generasi muda.

Anomali digital adalah sebutan untuk karakter absurd yang sering muncul secara viral, terutama pada anak-anak generasi Alpha. Mereka bukan tokoh dari film atau kartun populer, melainkan hasil kreasi Al dengan visual aneh dan nama unik yang muncul tiba-tiba di media sosial. Fenomena ini memadukan teknologi, imajinasi liar, dan unsur budaya lokal dalam format yang lucu dan tak terduga.

Waktu membaca asal-usul budaya "Brainrot dan AI Remix", dengan contoh karakter-karakter anomali yang sedang populer, tiba-tiba anak ketiga, Kakang, datang sambil merengek, “Bah, ayo nonton Tung Tung Tung Sahur!” Seketika, pikiranku buyar.

Ya, inilah saatnya merayakan imajinasi bersama anak tercinta, dengan cara menonton video atau film. Tentunya sambil tetap mengawasi anak agar tidak kecanduan gadget dan media sosial. Cag Ah! (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Ibn Ghifarie
Tentang Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 08 Okt 2025, 07:10 WIB

Ayobandung.com Raih Penghargaan Kategori Mitra Pendukung Local Media Summit 2025

Setelah melewati rangkaian tahap penjaringan, Ayobandung.com meraih penghargaan pada ajang Local Media Summit 2025 kategori mitra pendukung local media summit.
Setelah melewati rangkaian tahap penjaringan, Ayobandung.com meraih penghargaan pada ajang Local Media Summit 2025 kategori mitra pendukung local media summit. (Sumber: Dok Ayobandung.com)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 19:32 WIB

Saatnya Pembaca Buku Bertransformasi Menjadi Bookfluencer

Bookfluencer merupakan salah satu program untuk memperkenalkan dan mengasah minat pembaca buku.
Grand Opening Bookfluencer 2025 (Sumber: Salman ITB)
Ayo Jelajah 07 Okt 2025, 17:02 WIB

Hikayat Odading Mang Oleh, Legenda Internet Indonesia di Masa Pandemi

Odading Mang Oleh dan Ade Londok pernah bikin gempar setelah viral pada 2020 lalu. Tapi ketenaran mereka cepat tersapu digulumg waktu, menyisakan hanya ruang nostalgia.
Video viral Odading Mang Oleh dari Ade Londok yang bikin heboh pada September 2020.
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 16:07 WIB

Yang Bisa Kita Pelajari dari Ajaran (Penghayat) Kepercayaan

Refleksi tentang eksistensi, tiga ajaran pokoknya, dan pentingnya perbuatan nyata.
Sesajen pada Peringatan Hari lahir Pancasila (1 Juni 2021) di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 15:22 WIB

Kue Balok Legendaris ‘Unen’ Soreang ‘Keukeuh Peuteukeuh’ dengan Originalitas Rasa

Kata penjualnya, warung kue balok “Unen” sudah ditangani 3 generasi.
Kata penjualnya, warung kue balok “Unen” sudah ditangani 3 generasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dudung Ridwan)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 14:14 WIB

Kesalahpahaman di Balik Taat dan Kata 'Khidmat'

Khidmat pada guru sering berujung pada perilaku kesewenang-wenangan yang mereka lakukan kepada muridnya atas nama ketaatan dan pengabdian.
Ilustrasi Santri Mencium Tangan Kiyai (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 12:21 WIB

Program MBG, antara Harapan dan Kenyataan

Makanan Bergizi Gratis pada pelaksanaanya masih mengandung banyak kendala yang dihadapi.
Program makan bergizi gratis (MBG). (Sumber: kebumenkab.go.id)
Ayo Jelajah 07 Okt 2025, 11:48 WIB

Drama Pelarian Macan Tutul Lembang, dari Desa di Kuningan ke Hotel Sukasari

Macan tutul kabur dari Lembang Park and Zoo bikin geger Bandung. Dari pelarian misterius hingga penangkapan dramatis di hotel Sukasari.
Macan tutul di Hotel Sukasari Bandung yang diduga merupakan satwa kabur dari Lembang Park & Zoo.
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 10:28 WIB

'Lintas Agama' ala Sunda

Kata-kata ini membangun jembatan antara gagasan global dan kearifan lokal.
Lukisan Tembok di Joglo Keadilan, YSK, Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 08:20 WIB

Simbol Perlawanan, Kebebasan, serta Kritik Sosial dari Buku Perempuan di Titik NOL

Perempuan di Titik Nol adalah karya Nawal El-Sadawi seorang dokter dari negara Mesir.
Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Sadawi | 176 Halaman (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)