Mengeja Anomali, Merayakan Imajinasi

Ibn Ghifarie
Ditulis oleh Ibn Ghifarie diterbitkan Jumat 20 Jun 2025, 15:02 WIB
Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)

Salah satu karakter anomali brainrot, Tralalero tralala. (Sumber: Istimewa)

Saat sedang asyik membaca koran Pikiran Rakyat yang membahas kesenjangan sosial, tiba-tiba anak kedua, Aa Akil (10 tahun), datang bersama adiknya, Kakang (4 tahun). Mereka bernyanyi riang:

"Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodilo, Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung Tung... Sahur!"

Ku ajukan pertanyaan, “Eta lagu naon?”

Dengan santai Aa menjawab, “Anomali Bah!”

Walhasil, jawaban singkat itu membuatku tersenyum kecil. Ya lagu ini memang sering terdengar saat anak-anak tetangga bermain di halaman depan rumah Pak RW atau sesekali di belakang sawah sambil main layang-layang.

Justru, kata “anomali” itu tiba-tiba membawa pikiranku melayang jauh, kembali ke masa awal kuliah sekitar tahun 2002. Saat itu, mulai akrab dan menyadari berbagai bentuk anomali dalam kehidupan social, mulai dari ketimpangan, ketidakadilan, hingga keganjilan yang sering kali dianggap biasa.

Pasalnya, momen sederhana (ngalagu) bersama anak-anak ini seakan jadi pengingat melawan lupa, atas dunia yang mereka nyanyikan dengan riang gembira itu sesungguhnya menyimpan banyak temuan tak terguda yang patut direnungi.

Hikayat Anomie

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anomali diartikan sebagai sesuatu yang tidak seperti biasanya atau merupakan penyimpangan dari hal yang lazim terjadi.

Dalam buku Anomali Perilaku Remaja (2020) karya Asrori dan Munawir, dijelaskan bahwa perilaku anomali adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Perilaku semacam ini mendorong pihak berwenang untuk melakukan upaya perbaikan terhadap penyimpangan tersebut.

Contoh konkret dari perilaku anomali antara lain kenakalan remaja, seperti mengonsumsi minuman keras, bergabung dalam geng, hingga penyalahgunaan narkoba. Secara umum, anomali dapat dipahami sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari kejadian normal. Nyatanya istilah ini kerap digunakan dalam berbagai bidang, seperti meteorologi, sains, komputer, hingga sosiologi. (detikEdu, Selasa, 25 Juli 2023, pukul 15.29 WIB)

Konsep anomie umumnya dikaitkan dengan perubahan sosial dan ekonomi yang berlangsung secara cepat. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Émile Durkheim, seorang sosiolog asal Prancis yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi Modern, pada akhir abad ke-19.

Durkheim mendefinisikan anomie sebagai kondisi keterasingan individu dari lingkungan masyarakatnya. Dalam sosiologi, istilah ini digunakan untuk menggambarkan situasi kacau atau tanpa aturan. Secara etimologis, anomie berasal dari kata Yunani "a-" yang berarti "tanpa", dan "nomos" yang berarti "aturan" atau "norma", sehingga anomie secara harfiah berarti "tanpa norma".

Secara sosiologis, anomie menggambarkan kondisi ketika masyarakat tidak lagi memberikan arahan moral yang jelas kepada individu atau komunitasnya. Norma-norma sosial kehilangan daya ikatnya, menyebabkan ketidakpastian dan kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat. Ini sejalan dengan pemikiran Durkheim yang melihat anomie sebagai kondisi ketika aktivitas manusia tidak lagi diatur secara normal oleh norma sosial.

Dalam buku Sosiologi Politik, Gustiana A. Kambo menjelaskan ihwal anomie menjadi dasar dalam pengembangan teori penyimpangan sosial Durkheim. Teori ini berasumsi bahwa penyimpangan terjadi akibat ketegangan dalam struktur sosial. Ketegangan tersebut membuat individu mengalami tekanan yang pada akhirnya mendorong munculnya perilaku menyimpang.

Salah satu ciri dari kondisi anomie adalah ketidakseimbangan antara aspirasi dan sarana (alat) yang tersedia untuk mencapainya. Ketegangan ini muncul karena masyarakat menekankan pencapaian tujuan tertentu, tetapi tidak menyediakan sarana yang adil dan merata untuk semua individu dalam mencapainya. Ketika norma dan nilai sosial mengalami pemudaran akibat perubahan sosial dan budaya, masyarakat pun belum menemukan pengganti norma baru yang dapat diandalkan.

Pasca Durkheim, konsep anomie dikembangkan lebih lanjut oleh Robert K. Merton. Bila Durkheim lebih menyoroti hubungan antara individu dan struktur sosial, Merton menekankan keterkaitan antara anomie dengan struktur sosial dan struktur budaya.

Bagi Merton, lingkungan hidup individu mencakup dua aspek: struktur sosial dan struktur budaya. Anomie timbul ketika sistem nilai budaya mengalami kerusakan, terutama saat individu tidak lagi mampu menyesuaikan tindakannya dengan norma dan tujuan budaya. Dengan kata lain, anomie terjadi ketika struktur budaya tidak lagi sejalan dan tidak didukung oleh struktur sosial yang ada. (detikEdu, Jumat, 17 November 2023, 06:00 WIB)

Dinamika Anomali

Tung Tung Tung Sahur, salah satu anomali lokal yang mendunia. (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana)
Tung Tung Tung Sahur, salah satu anomali lokal yang mendunia. (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana)

Dalam buku Glosari Teori Sosial dijelaskan secara runut, konsep anomi mula-mula diperkenalkan dalam sosiologi oleh Emile Durkheim. Konsep ini telah mengalami banyak perubahan dari segi pengertiannya, dan digunakan dalam berbagai cara untuk mencakup berbagai situasi sosial yang dicirikan dengan disorganisasi (disorganization), keruntuhan norma, nilai dan lain-lain. Dengan demikian, sukar untuk memberikan satu pengertian yang tegas dan tepat mengenai konsep ini.

Namun, pada umumnya konsep anomi menggambarkan satu situasi sosial di mana norma-norma sosial telah hilang atau menjadi lemah, atau norma-norma sosial itu kurang jelas atau bertentangan satu sama lain. Individu yang terperangkap dalam keadaan anomi biasanya kehilangan pandangan moral, kontrol sosial dan menjadi serba salah.

Pada awalnya konsep ini mula-mula digunakan oleh Durkheim dalam pembahasannya mengenai bentuk pembagian kerja yang patologis dan pengaruh-pengaruhnya. Menurut Durkheim, pembagian kerja yang semakin bertambah kerap kali diikuti dengan penyelarasan yang kurang lengkap di antara kelas dan persatuan sosial yang lemah. Keadaan ini menyebabkan kurangnya hubungan di antara anggota masyarakat dan seterusnya tidak membantu mengembangkan satu sistem nilai dan norma bersama. Keruntuhan nilai dan norma bersama ini mengakibatkan disintegrasi sosial serta keruntuhan kesatuan sosial. Keadaan ini disebut Durkheim sebagai anomi.

Konsep anomi dibicarakan dengan lebih detail oleh Durkheim dalam bukunya Suicide. Durkheim membedakan tiga jenis bunuh diri: anomik, egoistik dan altruistik. Hanya jenis bunuh diri yang pertama yang berkaitan erat dengan konsep anomi.

Kadar bunuh diri anomik bertambah bukan saja dalam keadaan krisis, bahkan juga dalam keadaan makmur. Dalam keadaan krisis, individu tidak dapat mencapai apa yang diharapkan, dan tidak dapat meneruskan taraf hidup yang ada. Ini melahirkan perasaan kecewa, putus asa, kegelisahan dan merasakan hidup seolah-olah tidak bermakna lagi.

Parahnya, dalam keadaan aman, sebagian individu dapat mencapai kemakmuran atau kekayaan secara mendadak. Individu tersebut seolah-olah merasakan segala keinginannya bisa dicapai. Ketika keadaan ini terjadi, kontrol-kontrol terhadap nafsu manusia, norma-norma dan kedudukan masyarakat mungkin akan runtuh. Keadaan ini akan mengakibatkan bunuh diri anomik.

Kedua keadaan tadi kekrisisan dan kemakmuran bisa mengakibatkan bunuh diri anomik karena keduanya menimbulkan berbagai situasi serta nilai baru. Untuk individu yang terlibat tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu. Dalam kedua situasi itu, individu mengalami perasaan kekacauan dan menjadi terpisah dari dunia mereka akibat keruntuhan norma sosial dan susunan kolektifnya.

Konsep anomi kemudian dipopulerkan oleh sosiolog lain seperti R. K. Merton, yang meluaskan konsep ini kepada bentuk perilaku lain yang bersifat deviant (menyimpang dari kebiasaan). Menganggap anomi sebagai satu keadaan munculnya pemisahan atau disjunction di antara cita-cita yang ditentukan oleh suatu kebudayaan (cultural goals) dengan ikhtiar untuk mencapainya (institusionalized means). Teori Merton mengenai anomi dan perilaku menyimpang telah banyak dikritik oleh para sosiolog. Salah satu kritik itu menyatakan bahwa tidak semua perilaku yang berbentuk devian berasal dari keadaan anomi.

Konsep anomi berkaitan erat dengan konsen alienasi. Tidak terdapat perbedaan yang jelas di antara kedua konsep ini. Namun, anomi biasanya berkaitan dengan kekurangan norma dan kontrol sosial dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, individu mengalami penderitaan akibat kurangnya keterlibatan sosial. Sebaliknya, alienasi lebih menitikberatkan penguasaan dan tekanan yang melampaui individu sehingga individu tersebut tidak dapat mengembangkan kebisaannya dengan sepenuhnya. Ringkasnya, individu menderita karena kurang kebebasan.

Dalam pengertian yang lebih luas, penyimpangan (deviasi) berarti apa saja perilaku yang tidak memenuhi norma sosial suatu kelompok sosial (masyarakat). Albert Cohen dalam bukunya Deviance and Control mendefinisikan penyimpangan sebagai perilaku yang melanggar harapan yang dilembagakan, yaitu harapan yang disetujui dan diakui bersama sebagai sah dalam suatu sistem sosial.

Robert Merton "Anomie and Social Structure” dalam D.R. Cressey & D.A Ward (eds), Delinquency, Crime and Social Process berpendapat bahwa perilaku yang penyimpangan secara signifikan dari norma-norma yang ditentukan untuk individu dalam status sosial. Ia tidak dapat dipelihara secara abstrak tetapi perlu dikaitkan dengan norma-norma yang dianggap oleh masyarakat sebagai tepat dan yang secara moral mengikat bagi orang-orang yang menduduki status yang berlainan.

M.B Clinard dalam bukunya Sociology of Deviant Behavior yang mengatakan bahwa perilaku penyimpanan adalah perilaku menurut arah yang tidak disetujui, yang bertentangan dengan norma-norma dan derajatnya melebihi batas toleransi suatu masyarakat. Perilaku penyimpangan melibatkan perbuatan yang melanggar norma-norma suatu masyarakat. Dengan demikian, maka semua bentuk kriminal, tindakan yang melanggar hukum dan peraturan, sakit jiwa, homoseksual dan sebagainya dianggap perilaku penyimpangan.

Bagi Howard S. Becker dalam bukunya, Outsiders: Studies in the Sociology of Deviance menjelaskan penyimpangan timbul dari respons anggota masyarakat melalui tindakan mengubah peraturan tertentu. Orang-orang tertentu kemudian dikarenakan peraturan tersebut dan bukanlah warisan dalam tindakan tertentu tetapi satu pengaruh atau akibat dari interaksi manusia, yaitu mengenakan peraturan oleh orang lain ke atas yang "bersalah".

Baca Juga: Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan

Marton berpendapat bahwa kadar penyimpangan dalam suatu masyarakat berubah menurut kelas sosial, kelompok etnik, ras dan ciri-ciri lain. Adanya perilaku penyimpangan ditentukan oleh ada atau tidaknya ikhtiar yang sah untuk mencapai cita-cita tertentu, tingkat penerimaan berbagai cita-cita dan ikhtiar oleh berbagai kalangan anggota kelas bawah karena mereka mempunyai ikhtiar yang terbatas untuk mencapai cita-cita yang ditentukan oleh kebudayaan.

Terdapat lima tipologi Merton mengenai penyesuaian individu dalam menghadapi masalah pencapaian berbagai cita-cita yang ditentukan oleh kebudayaan. Kepatuhan, pembaruan, ritualisme, tarik diri dan pemberontakan. Terutama terjadi pada penyimpangan lebih luas di kalangan masyarakat kelas bawah dalam suatu masyarakat. (M. Taufiq Rahman, 2011: 6-8 dan 91-93).

Mari bandingkan dengan buku Membela Islam, Membela Kemanusiaan yang terdapat tulisan Teologi Subversif bertajuk Anomali Sosial sebagai Kemusyrikan Sosial. Pada satu sisi, gagasan budaya dan peradaban berawal dari imajinasi menciptakan ruang-ruang kreativitas baru ketika dihadapkan pada ke jumudan sosial. Kemunculan gerakan-gerakan kontra hegemoni terkait erat dengan gerakan imajinasi sosial. Di sisi lain, ortodoksi globalisasi yang berjalan seiring dengan fundamentalisme imperialisme pasar menjebloskan tatanan sosial ke dalam kerangkeng otoritarianisme politik kapitalisme global.

Dewasa ini, di daratan Eropa tumbuh komunitas-komunitas non mainstream yang mengusung ideologi perlawanan terhadap hegemoni globalisasi. Mereka menyerukan gerakan antikapitalisme menuju tata peradaban poskapitalisme.

Islam sebagai salah satu pilar kekuatan peradaban dunia mesti beranjak untuk merevolusi diri, sehingga berada di garda depan gerakan penggugatan rezim imperialisme kapitalisme global. Langkah radikal untuk menjangkau cita-cita pembebasan sosial tersebut ialah tafsir keberislaman harus dimaknai sebagai manifestasi ideologi pemihakan. Ketika ketidakadilan dikamuflase sebagai keadilan sejati, maka visi hermeneutika Islam adalah politik pemihakan yang berorientasi pada pembebasan kultural dan pencerahan. 

Dalam konteks ini, peringatan Abdul Kabir Al-Khatibi patut dicermati. Menurutnya, kapitalisme imperialis Barat memaksakan pandangan-pandangannya melalui konstruksi-konstruksi sosial-politik dan menyebarkannya melalui ekspansi kolonial dengan aksentuasi modern." Diinspirasi wacana antikolonialisme Franz Fanon, Al-Khatibi dalam Maghreb Pluriel (1983) memaklumatkan bahwa, "allons, comrades, the European game is definitively over. We've got to find something else."

Frasa "something else" dalam ungkapan di atas mengisyaratkan teori kritik ganda (theory of double critique) yang digagas Al-Khatibi, yaitu kritik terhadap dekolonisasi dan dekonstruksi. Dekolonisasi dimaksudkan untuk membebaskan state of mind keberislaman dari hegemoni wacana-wacana keagamaan yang opresif. Ini terkait dengan dua strategi untuk melepaskan ketergantungan kultural, sedangkan dekonstruksi merupakan agenda kolektif untuk membongkar jangkar kolonialisme politik kapitalisme.

Senada dengan Al-Khatibi, Annour Majid dalam Unveiling Traditions (2000) mengingatkan bahwa agenda penting kalangan Muslim modern adalah mengimajinasikan tatanan sosial tandingan terhadap peradaban Eurocentrisme sekaligus meruntuhkan praktik-praktik keagamaan yang bias ideologi patriarkal. Salah satu visi fundamental yang menggerakkan imajinasi-imajinasi postkolonial adalah wacana subversif sebagai bentuk artikulasi resisten terhadap kemapanan wacana patriarkal yang memonopoli otoritas keagamaan dan dehumanisasi peradaban yang lahir dari fundamentalisme ideologi kapitalisme.

Memadukan gagasan imajinasi sosiologis (Wright Mills) dan wacana subversif dalam imajinasi postkolonial akan mengubah visi politik pemaknaan keberislaman di tengah konstelasi peradaban global. Memang, baik realitas politik maupun kondisi sosial masyarakat Muslim kontemporer belum bisa mendapat pengakuan politik sebagai salah satu aktor dalam pusaran perubahan dan percaturan kebijakan global.

Ingat, ketidakadilan dan sejumlah anomali sosial seperti kemiskinan, pengangguran, tergusurnya kalangan petani tradisional, otoritarianisme politik serta politik diskriminasi, yang berakar pada intervensi struktural (birokrasi, ideologi aparatus negara), justru merupakan referensi historis kita dalam memaknai Islam berbasis kepentingan pembebasan menurut zamannya. Dengan begitu, imajinasi intelektual Islam melampaui kebekuan normativitas dan moralitas teks. Sesungguhnya fenomena ketidakadilan dan berbagai ketimpangan merupakan teks yang hidup bahkan menyatu dalam lanskap kesejarahan manusia.

Logika ini akan mengantar pada satu asumsi hermeneutis bahwa proses membaca, menerjemahkan, dan menafsir Islam harus diberi napas oleh kesadaran memihak kelompok-kelompok sosial (berbasis etnisitas) termarginalkan untuk kemudian menggerakkan kesadaran kolektif untuk menggalang aliansi gerakan perlawanan. Pada akhirnya, sumber imajinasi sosial tidak lagi bertumpu pada otoritas teks yang mudah tergelincir pada status quo tafsir teks. Justru imajinasi sosial dihidupkan oleh kesadaran untuk menciptakan dan menggerakkan perubahan-perubahan yang bersifat subversif.

Wacana subversif merupakan artikulasi kolektif yang menegasikan realitas-realitas anomali sosial yang dikonstruksi oleh kepentingan hegemoni wacana keagamaan patriarkal, otoritarianisme ideologi aparatus negara, dan kepentingan eksploitasi pasar.

Jika selama ini teks (Al-Qur'an dan Sunnah) dibaca atas nama Tuhan yang sebenarnya sarat dengan kepentingan pemapanan otoritas wacana tertentu, maka dalam frame mengimajinasikan (reimagine) wacana subversif yang berlaku adalah teks dibaca atas nama pengingkaran dan pemberontakan terhadap penindasan struktural, perbudakan sosial, imperialisme budaya, dan ketidakadilan global.

Kalau tiada seorang Muslim pun yang menolak bahwa musuh besar tauhid adalah kemusyrikan, maka eksploitasi (baik manusia maupun lingkungan) dan realitas-realitas ketidakadilan merupakan bentuk kemusyrikan juga; kemusyrikan yang pertama bersifat transendental-ilahiah, sedangkan kemusyrikan yang kedua bersifat sosial-empirik. Basis teologis politik pemihakan pemaknaan keberislaman demikian itu adalah teologi subversif. Sebuah teologi minor yang berbasis kepentingan sejarah kelas marginal dan kelompok-kelompok paria sosial (under class).

Teologi subversif berangkat dari logika hukum peniadaan terhadap semua eksistensi konstruksional yang merampas otoritas kebebasan, otonom manusia dan untuk kemudian mengklaim diri sebagai supremasi entitas tunggal yang hegemonik. Penegasian teologi subversif terhadap anomali-anomali sosial mengantarkannya pada deklarasi bahwa ortodoksi globalisasi (globalisme) dan fundamentalisme ideologi kapitalisme merupakan akar kemusyrikan sosial yang harus diperangi dan diberantas bersama.

Kemusyrikan sosial merupakan metafora dari tindak penyekutuan eksistensi Tuhan secara sosial di mana ideologi pasar telah menjadi tuhan baru dengan sistem kapitalisme sebagai agamanya. Pada kondisi ini, orientasi visi dakwah mengalami pergeseran radikal, dari prinsip amar makruf dan nahi mungkar menjadi nahi mungkar untuk amar makruf.

Politik tafsir keagamaan yang memihak berusaha menghadirkan Tuhan sebagai kesadaran yang menggerakkan pembebasan dan membangun pencerahan sosial. Teologi subversif meyakini bahwa Tuhan tidak hanya hadir bersemayam di dalam atribusi ritus-ritus formal-simbolik, tetapi juga "bertakhta” di dalam realitas kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan. Senandung syahdu al-Qur'an atas nama keagungan Tuhan tidak akan mampu meluruhkan ketimpangan sosial. Namun, kidungkanlah al-Qur'an atas nama pembebasan dan keadilan, niscaya kuasa membendung arus kemusyrikan sosial. (Fajar Riza Ul Haq, 2017: 25-27)

Contoh Karakter Anomali Populer (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana | Foto: Akun Instagram)
Contoh Karakter Anomali Populer (Sumber: @literaverse.id dan @darmalaksana | Foto: Akun Instagram)

Saat asyik mencari referensi tentang anomali dalam budaya Generasi Alpha, tiba-tiba muncul unggahan di beranda Instagram dengan judul: "Apa Itu 'Anomali' dalam Pemahaman Era Generasi Alpha?" Ya unggahan yang dipublikasikan oleh akun @literaverse.id berkolaborasi dengan @darmalaksana.

Tung Tung Tung Sahur, Tralalero Tralala, karakter2 aneh ini bukan dari kartun populer, melainkan hasil kreasi AI yang viral di kalangan anak2 Gen Alpha. Mereka lucu, absurd, dan seringkali membingungkan bagi generasi sebelumnya.

Fenomena ini dikenal sebagai anomali digital, hasil dari budaya remix dan kreativitas tanpa batas di era media sosial. Di balik kekonyolannya, fenomena ini bisa jadi bahan diskusi penting tentang literasi digital, kreativitas, dan dampak teknologi pada pola pikir generasi muda.

Anomali digital adalah sebutan untuk karakter absurd yang sering muncul secara viral, terutama pada anak-anak generasi Alpha. Mereka bukan tokoh dari film atau kartun populer, melainkan hasil kreasi Al dengan visual aneh dan nama unik yang muncul tiba-tiba di media sosial. Fenomena ini memadukan teknologi, imajinasi liar, dan unsur budaya lokal dalam format yang lucu dan tak terduga.

Waktu membaca asal-usul budaya "Brainrot dan AI Remix", dengan contoh karakter-karakter anomali yang sedang populer, tiba-tiba anak ketiga, Kakang, datang sambil merengek, “Bah, ayo nonton Tung Tung Tung Sahur!” Seketika, pikiranku buyar.

Ya, inilah saatnya merayakan imajinasi bersama anak tercinta, dengan cara menonton video atau film. Tentunya sambil tetap mengawasi anak agar tidak kecanduan gadget dan media sosial. Cag Ah! (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Ibn Ghifarie
Tentang Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 19:34 WIB

Pengetahuan dan Imajinasi

Ilmu pengetahuan bukan saja sangat siap menghadapi segala imajinasi manusia segila apa pun.
Setiap imajinasi muncul dari sebuah inspirasi yang dapat menembus khayalan “imajinasi jauh lebih penting dari Agama” menurut Albert Einstein. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Biz 21 Nov 2025, 18:58 WIB

Langkah UMKM Jawa Barat Menggenggam Dunia Melalui Export Coaching Program 2025

UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global.
UMKM telah lama disebut sebagai tulang punggung ekonomi. Kini denyutnya tak lagi hanya berjualan di pasar domestik, tetapi berani melangkah ke panggung global. (Sumber: Bank Indonesia Jawa Barat)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 18:27 WIB

Museum Geologi Hidupkan Edukasi lewat 'Day and Night at The Museum'

Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian.
Museum Geologi Bandung menghadirkan program "Day and Night at The Museum" sebagai cara menarik minat masyarakat dengan edukasi kebumian. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 21 Nov 2025, 17:55 WIB

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.
Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)