Kedewasaan Menyikapi Enklave Monarki DIY bagi Masyarakat Luar Jogja

Yaser Fahrizal Damar Utama , S.I.Kom
Ditulis oleh Yaser Fahrizal Damar Utama , S.I.Kom diterbitkan Minggu 13 Jul 2025, 09:33 WIB
Gubernur Daerah IStimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sumber: Dok. Keraton Jogja | Foto: Istimewa)

Gubernur Daerah IStimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sumber: Dok. Keraton Jogja | Foto: Istimewa)

Retret kepala daerah yang dilakukan dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ternyata tidak diikuti 100 persen kepala daerah. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamangkubuwono X adalah satu-satunya kepala daerah yang diizinkan tidak mengikuti retret.

Ketidakhadiran Sultan Yogyakarta dalam retret ini menerima banyak responn yang beragam, mulai dari mendung dengan dalih menjaga kehormatan raja, ada juga yang justru menyayangkan ketidakhadirannya. Dalam tulisan ini kita akan berusaha menjawab pertanyaan "Mengapa DIY masih diizinkan menganut sistem monarki sampai saat ini?"

Ada satu pertanyaan bodoh saya yang terlampau revolusioner, namun wajar bagi seorang mahasiswa yang baru mulai menggandrungi diskusi kajian politik, demokrasi dan pergerakan di kampus ketika itu. Pertanyaannya adalah : “Mengapa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat masih bertahan sampai hari ini?”

Padahal Yogyakarta adalah kota pelajar dan ada UGM yang notabenenya adalah kampus pergerakan. UGM berdiri kokoh di Yogyakarta bersama dengan suara-suara kritiknya yang lantang pada pemerintah pusat di Jakarta, namun tidak bisa meruntuhkan monarki di depan matanya.

Pertanyaan itu ternyata menghantui saya sejak awal perkuliahan hingga berakhirnya masa studi dan mendorong saya untuk berusaha memahami cara pandang masyarakat Yogyakarta terhadap Sultan, baik sebagai raja tradisional maupun sebagai gubernur modern. 

Istilah enklave monarki saya kutip dari sebuah penelitian berjudul “Obedient liberals? Mass attitudes in a monarchy enclave” oleh seorang akademisi UGM bernama Arya Budi. Enklave artinya daerah (wilayah) budaya yang terdapat di dalam wilayah budaya lain. Yogyakarta dengan status keistimewaannya yang mengizinkan adanya monarki di wilayah tersebut merupakan enklave atau bagian dari NKRI yang menganut sistem demokrasi.

Arya budi dalam penelitiannya menyebut masyarakat Yogyakarta sebagai “obedient liberals” alias kaum liberal yang patuh.

Menjadi keunikan tersendiri bahwa masyarakat Yogyakarta bukanlah masyarakat yang terbelakang, melainkan masyarakat modern yang juga menganut nilai-nilai liberal seperti kebebasan berpendapat, kesetaraan gender dan berpartisipasi aktif dalam politik nasional, tetapi tetap patuh dalam konteks hidup dibawah pemerintahan monarki oleh Sultan Yogyakarta.

Tulisan ini saya harap dapat membantu masyarakat Indonesia di luar Yogyakarta untuk bisa memahami cara berpikir masyarakat Yogyakarta yang sangat bangga dengan status keistimewaan dan agar masyarakat umum tidak mensimplifikasi makna keistimewaan Yogyakarta.

Fenomena yang terjadi di Yogyakarta dapat dimaknai sebagai khazanah atau variasi dalam berdemokrasi ala Indonesia.

Yogyakarta “Memilih” untuk Bergabung dengan Republik

Fenomena yang terjadi di Yogyakarta dapat dimaknai sebagai khazanah atau variasi dalam berdemokrasi ala Indonesia. (Sumber: Pexels/Renda Eko Riyadi)
Fenomena yang terjadi di Yogyakarta dapat dimaknai sebagai khazanah atau variasi dalam berdemokrasi ala Indonesia. (Sumber: Pexels/Renda Eko Riyadi)

Ketika saya menyusun skripsi saya tentang Krjogja.com sebagai salah satu media lokal yang berfungsi sebagai penyedia ruang publik bagi masyarakat lokal di Yogyakarta, terdapat satu argumen yang menonjol dalam diskursus mengenai alasan keistimewaan DIY bertahan sampai hari ini, yaitu sejarah.

Sebelum kemerdekaan Yogyakarta merupakan sebuah wilayah otonom yang memiliki segara sarana dan prasarana penunjang untuk menjadi negara merdeka sendiri. Kendati demikian, Yogyakarta memilih untuk bergabung dengan Republik.

Yogyakarta memiliki sejarah panjang sebagai pusat budaya Jawa dan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sultan Hamengkubuwono IX, yang memerintah sejak 1940, memainkan peran kunci selama masa perjuangan kemerdekaan dan era pemerintahan Sukarno dan Suharto.

Yogyakarta juga pernah menjadi ibu kota darurat Indonesia pada tahun 1948, di mana Sultan HB IX membantu membayar gaji kabinet dan staf pemerintah.

Pada tanggal 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII menyatakan bahwa wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui dekrit kerajaan yang dikenal sebagai "Amanat 5 September 1945".

Sehari setelahnya, pada 6 September 1945, pemerintah pusat memberikan Piagam 19 Agustus 1945 sebagai bentuk penghargaan atas bergabungnya Yogyakarta dengan RI.

Bergabungnya Yogyakarta dalam NKRI menjadikan Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dengan wilayah kedaulatan yang lebih luas. Setelah itu, Soekarno memberikan payung hukum khusus dan status istimewa terhadap Yogyakarta sebagai daerah dalam Indonesia.

Identitas kolektif masyarakat Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh monarki yang telah lama berkuasa. Masyarakat Yogyakarta menunjukkan sikap “liberal patuh,” di mana mereka mendukung nilai-nilai liberal seperti hak-hak perempuan dalam politik, tetapi juga bangga dengan sistem monarki yang ada.

Sikap ini mencerminkan habituasi dan identitas kolektif yang kuat, di mana monarki membantu membedakan mereka dari masyarakat di provinsi lain atau negara lain.

Yogyakarta dikenal dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan paparan terhadap modernitas, tidak ada catatan protes yang menuntut pemilihan gubernur.

Sebaliknya, masyarakat Yogyakarta pernah melakukan protes besar-besaran menentang upaya pemerintah pusat untuk mengadakan pemilihan gubernur melalui RUU Keistimewaan Yogyakarta pada tahun 2009-2010. Protes ini menunjukkan dukungan kuat masyarakat terhadap sistem monarki yang ada.

Demokrasi Prosedural dan Demokrasi ala Masyarakat Yogyakarta

Yogyakarta dikenal dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan paparan terhadap modernitas, tidak ada catatan protes yang menuntut pemilihan gubernur. (Sumber: Pexels/Cahyo Rizki Pramudya)
Yogyakarta dikenal dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan paparan terhadap modernitas, tidak ada catatan protes yang menuntut pemilihan gubernur. (Sumber: Pexels/Cahyo Rizki Pramudya)

Sejak reformasi, status keistimewaan yogyakarta telah menjadi polemik setidaknya dalam dua momentum. Pertama di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ketika hendak merumuskan RUU Keistimewaan Yogyakarta, lalu pada akhir tahun 2023 ketika politisi PSI Ade Armando mengeluarkan pernyataan bahwa DIY menjalankan praktik politik dinasti. Keduanya terjadi akibat adanya simplifikasi dalam memaknai status keistimewaan.

Kita memang dapat mendefinisikan bahwa DIY menjalankan sistem monarki dengan tidak adanya pemilihan gubernur sebagaimana di provinsi lain.

Demokrasi seringkali dipahami sebagai sistem politik yang mengutamakan pemilihan umum yang bebas dan adil. Namun, di Yogyakarta, kita menemukan bentuk demokrasi yang unik dan berbeda dari konsep demokrasi prosedural yang umum dikenal.

Penelitian yang dilakukan oleh PolGov Universitas Gadjah Mada menunjukkan adanya fenomena unik di Yogyakarta. Masyarakat disana mendukung nilai-nilai liberal seperti hak-hak perempuan dalam politik dan ekspresi diri, namun tetap bangga dengan sistem monarki yang ada.

Mereka tidak menuntut adanya pemilihan gubernur secara langsung, melainkan menerima dan mendukung Sultan sebagai pemimpin yang ditunjuk.

Hal ini menunjukkan bahwa bagi masyarakat Yogyakarta, demokrasi tidak selalu harus diwujudkan melalui pemilihan umum yang bebas dan adil. Dalam konteks Yogyakarta, dukungan terhadap monarki dan nilai-nilai liberal dapat berjalan beriringan.

Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi dapat memiliki berbagai bentuk yang disesuaikan dengan konteks budaya dan sejarah suatu masyarakat.

Meskipun mereka mendukung nilai-nilai liberal seperti hak-hak perempuan dalam politik, mereka tetap bangga dengan sistem monarki yang ada. Sikap ini mencerminkan identitas kolektif dan habituasi terhadap pemerintahan monarki yang telah berlangsung lama.

Argumentasi-argumentasi di atas menunjukan bahwa dukungan terhadap monarki di Yogyakarta bukanlah tanda ketidakdemokratisan, melainkan bentuk demokrasi itu sendiri yang unik dan khas sesuai dengan keinginan masyarakat setempat.

Masyarakat Yogyakarta telah menunjukkan partisipasi politik yang tinggi dalam pemilihan umum lainnya, tetapi tetap memilih untuk mempertahankan monarki untuk posisi gubernur. Ini menunjukkan bahwa mereka melihat monarki sebagai bagian integral dari identitas dan sejarah mereka.

Apa yang menjadi latar belakang dari keistimewaan Yogyakarta perlu dipahami oleh masyarakat luar Yogyakarta, agar dapat melihat bahwa monarki di Yogyakarta adalah hasil dari pilihan demokratis masyarakatnya.

Sehingga konflik dan perdebatan yang tidak produktif mengenai sistem pemerintahan DIY ini tidak diperlukan, karena monarki di Yogyakarta adalah cerminan dari kehendak rakyat yang menghargai tradisi dan sejarah mereka. (*)

Tonton Video Terbaru dari Ayobandung:

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Yaser Fahrizal Damar Utama , S.I.Kom
Pemerhati Budaya | Alumnus Universitas Padjadjaran
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 21 Des 2025, 23:31 WIB

Bukan Sekadar Tren: Alasan Perempuan Gen Z Lebih Aktif di Second Account Instagram

Acara tersebut digelar untuk memperkenalkan ruang aman bagi para perempuan untuk saling berbagi cerita dan pengalaman yang disebut Kutub Sisters.
Meet Up Komunitas Kutub Sisters pada Minggu, (21/12), di Palary Coffee & Eatery. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Nisrina Nuraini)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 20:14 WIB

Seven October Coffee: Ruang Ngopi yang Menghidupkan Ingatan Palestina di Bandung

Seven October Coffee di Bandung menghadirkan konsep unik yang memadukan pengalaman ngopi dengan edukasi sejarah Palestina.
Tembok Sejarah Palestina dari Awal-Sekarang. (Sumber: Dokumen Pribadi | Foto: Amir Huwaidi)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 19:27 WIB

Alasan Maraknya Warga Bandung Memilih Transportasi Pribadi ketimbang Transportasi Umum

Banyak sekali warga Bandung yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadinya dibanding harus menggunakan transportasi umum.
Potret salah satu transportasi umum yang tersedia di Bandung, 27 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Siti Zahra)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 17:21 WIB

Dari Cafe ke Hiking: Kini Menjelajah Alam Jadi Hobi Baru Anak Muda

Hiking kini menjadi hobi baru anak muda saat ini, terutama Tebing Keraton yang menawarkan jalur pendakian dan keindahan alam.
Kabupaten Bandung, Sabtu (25/10/2025).Pengunjung sedang berjalan menyusuri jalur utama menuju kawasan wisata Tebing Keraton di Kecamatan Cimenyan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhammad Naufal)
Ayo Jelajah 21 Des 2025, 15:16 WIB

Sejarah Bandung jadi Pusat Tekstil, Serambi Kota Dolar yang Tergerus Zaman

Denting alat tenun mengubah Majalaya menjadi pusat tekstil kolonial yang hidup dari kampung ke pabrik. Sayangnya kejayaan sejarah ini kini tergerus zaman.
Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) tahun 1925-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 14:39 WIB

Strategi Jeda untuk Menguasai Audiens dalam Public Speaking

Gunakan teknik 'Strategic Pause' agar public speaking kamu semakin jago dan bikin kamu terlihat berwibawa.
Potret aktivitas public speaking.  (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 13:04 WIB

Pengolahan Sampah Organik dengan Maggot Jadi Solusi di Cigending

Pemanfaatan maggot dapat menjadi solusi jangka panjang dalam menciptakan lingkungan Cigending yang lebih bersih dan sehat.
Rumah Maggot di Kelurahan Cigending. (Dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 12:14 WIB

Momen Improvisasi yang Menyelamatkan Teater Malam Itu

Teater Pena Jurnalistik membawakan pertunjukan berjudul Para Pencari Loker.
Sejumlah pemain Teater Pena mebawakan adegan dibawah lampu sorot, disaksikan para penonton di Bale Teras Sunda, Senin (7/12/2025). (Sumber: Dokumen Pribadi | Foto: Saskia Alifa Nadhira)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 09:44 WIB

Kesenjangan Ruang Publik Bandung Hambat Aktivitas Mahasiswa

Artikel ini menjelaskan mengenai pandangan seorang mahasiswi asal Bandung mengenai ruang publik di Bandung.
Suasana salah satu Ruang Publik di Bandung, Taman Saparua pada pagi hari Sabtu, (29/11/2025). (Foto: Rasya Nathania)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 08:47 WIB

Alih Fungsi Tugu Simpang Diponegoro Citarum pada Malam Hari, Menyimpang atau Membantu UMKM?

Keresahan warga terhadap penertiban area Pusdai, apakah lamgkah yang efektif atau tidak?
Suasana di tugu Jl Diponegoro dan Jl Citarum pada malam hari, Senin 1 Desember 2025 pukul 1 dini hari (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Mazayya Ameera Aditya)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 08:21 WIB

Es Krim Yogurt Tianlala Bikin Cibiru Kota Bandung Makin Kekinian

Hadirnya Tianlala di kawasan Cibiru menambah warna baru dalam tren kuliner Bandung Timur.
 (Sumber: Tianlala.id)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 06:54 WIB

Di Ujung Tombak Pengabdian: Menata Beban RT RW demi Harmoni Warga

Dalam hal implementasi program, tidak jarang pada praktiknya RT RW mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi kekurangan pendanaan dalam pelaksanaan program
Pelantikan Forum RT RW Periode (2025-2027) Kecamatan Panyileukan Kota Bandung (Sumber: Humas Kecamatan Panyileukan)
Ayo Biz 20 Des 2025, 22:19 WIB

Ketika Seremoni Berubah Menjadi Aksi Nyata Menyelamatkan Hutan

Menanam pohon bukan hanya simbol, melainkan investasi untuk generasi mendatang. Pohon yang tumbuh akan menjadi pelindung dari bencana, penyerap karbon, dan peneduh bagi anak cucu kita.
Menanam pohon bukan hanya simbol, melainkan investasi untuk generasi mendatang. Pohon yang tumbuh akan menjadi pelindung dari bencana, penyerap karbon, dan peneduh bagi anak cucu kita. (Sumber: Ist)
Beranda 20 Des 2025, 13:46 WIB

Mobilitas Kota Bandung Belum Aman bagi Kaum Rentan, Infrastruktur Jadi Sorotan

Dalam temuan B2W, di kawasan Balai Kota, Jalan Aceh, dan Jalan Karapitan, meskipun telah tersedia jalur sepeda, hak pesepeda kerap ditiadakan.
Diskusi Publik “Refleksi Mobilitas Bandung 2025” di Perpustakaan Bunga di Tembok (19/12/2025) (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 21:14 WIB

Sate Murah di Tikungan Jalan Manisi, Favorit Mahasiswa Cibiru

Sate dengan harga yang murah meriah dan rasa yang enak serta memiliki tempat yang strategis di sekitar wilayah Cibiru.
Dengan harga Rp20.000, pembeli sudah mendapatkan satu porsi berisi 10 tusuk sate lengkap dengan nasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 20:24 WIB

Hidup Selaras dengan Alam, Solusi Mencegah Terjadinya Banjir di Musim Penghujan

Banjir menjadi salah satu masalah ketika musim hujan telah tiba, termasuk di Kota Bandung.
Salah satu dampak dari penurunan permukaan tanah adalah banjir seperti banjir cileuncang di Jalan Citarip Barat, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu 28 Februari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 19 Des 2025, 19:15 WIB

Sejarah Jatinangor, Perkebunan Kolonial yang jadi Pabrik Sarjana di Timur Bandung

Jatinangor pernah hidup dari teh dan karet sebelum menjelma kawasan pendidikan terbesar di timur Bandung.
Jatinangor. (Sumber: sumedangkab.go.id)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 18:09 WIB

Abah, Buku Bekas, dan Denyut Intelektual

Mahasiswa lintas angkatan mengenalnya cukup dengan satu panggilan Abah. Bukan dosen, staf, bukan pula pustakawan kampus.
Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)