Seabad Lebih Tanpa Nasi, Kampung Cireundeu Pertahankan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Lokal Lewat Singkong

Ikbal Tawakal
Ditulis oleh Ikbal Tawakal diterbitkan Selasa 14 Okt 2025, 10:07 WIB
Selama lebih dari satu abad, Warga Kampung Adat Cireundeu sudah terbiasa mengonsumsi rasi atau beras yang diolah dari singkong. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

Selama lebih dari satu abad, Warga Kampung Adat Cireundeu sudah terbiasa mengonsumsi rasi atau beras yang diolah dari singkong. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Menjelang waktu asar, Abah Widi tampak bersiap nyajen, sebuah ritual ibadat yang masih dilakukan para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Sesepuh berusia 63 tahun itu duduk di depan warungnya, tepat di bawah bangunan Sekolah Dasar Negeri Cirendeu. Dengan iket yang melekat di kepala, ia bercerita dengan ringan tentang kedekatan antara singkong dan kehidupan warga, yang sejak lama menjadikannya simbol kemandirian dan ketahanan pangan.

Kampung yang dinamai dari pohon reundeu itu telah mengikat tradisi dan ketahanan pangan dalam satu napas. Sejak 1918, kata Abah Widi, singkong menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah sekaligus penanda kemandirian masyarakat adat. Saat penjajah merebut lahan dan hasil bumi, warga beralih dari beras ke singkong sebagai bentuk bertahan hidup.

Abah Widi, sesepuh Kampung Adat Cireundeu saat ditemui di rumahnya pada Senin, 22 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Abah Widi, sesepuh Kampung Adat Cireundeu saat ditemui di rumahnya pada Senin, 22 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)

Selain mudah tumbuh di berbagai kondisi cuaca, singkong bagi mereka adalah warisan leluhur yang menyimpan ajaran hidup sederhana, merawat alam, dan berbagi sesama manusia.

“Penjajah kan dulu ambil hasil bumi dan lahan, supaya pribumi kelaparan dan tak bisa menggarap lahan sendiri. Makanya sesepuh Cirendeu dulu memberikan pemahaman tentang cara bertahan hidup yang tidak bergantung pada beras,” kata Abah Widi.

“Sejak 1918 warga di sini mulai beralih makanan pokok dari beras ke hasil pertaninan yang lain, seperti singkong, ganyol, anjeli, jagung, hingga talas,” Abah Widi menambahkan.

Secara filosofis, singkong—atau sampeu dalam bahasa Sunda—punya makna yang dalam. Bagi Abah Widi, istilah sampeu berasal dari kata sampeureun, yang berarti “didatangi.” Ia menyebut, secara ekonomi tanaman ini tak menyisakan limbah karena semua bagian tanaman bermanfaat.

“Kalau diselami secara bahasa, pare (padi) itu kan parab anu rea (makanan yang banyak), nah kalau sampeu, ya sampeureun harus didatangi,” ucapnya.

Rasi atau beras singkong yang terus dilestarikan oleh warga adat Kampung Cirendeu. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Rasi atau beras singkong yang terus dilestarikan oleh warga adat Kampung Cirendeu. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Rasi, Warisan Leluhur yang Tak Pernah Punah

Sambil mengisap rokok lewat cangklongnya, Abah Widi menegaskan bahwa rasi—beras singkong—adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan tanpa batas waktu. Ia menyadari perubahan zaman membawa tantangan baru bagi generasi muda, namun bukan berarti tradisi harus hilang. Tradisi ini terus dijaga oleh sekitar 60 kepala keluarga di kampung itu, yang menurunkannya dari generasi ke generasi sebagai wujud swasembada pangan yang khas dan mandiri.

Bagi warga Cirendeu, modernitas bukan ancaman. Mereka tidak menolak teknologi, pendidikan tinggi, atau profesi baru, asalkan tetap berakar pada nilai leluhur.

“Cireundeu secara geografis bisa dibilang kampung adat yang ada di tengah kota. Gempuran teknologi dan pendidikan itu ada. Tapi yang jelas zaman sama saja dari dulu juga, yang mengubah ya manusia. Intinya jangan lupa bahasa ibu dan sejarah,” tuturnya.

Dalam keseharian, masyarakat Cirendeu menjaga hubungan dengan alam melalui prinsip-prinsip lama: mipit kudu amit, ngala kudu bebeja. Pepatah itu menandakan rasa hormat kepada alam yang menyediakan kehidupan. Kata “pamali” pun menjadi pagar moral untuk menahan keserakahan manusia.

Tiga kawasan hutan dijaga sebagai bagian dari keseimbangan hidup: Hutan Larangan untuk penyimpanan air, Hutan Tutupan untuk reboisasi, dan Hutan Baladahan sebagai lahan berkebun. Semua dikelola dengan kearifan dan kesadaran ekologis.

Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat,” kata Abah Widi.

“Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Bisa Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat,” begitu bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Pepatah itu bukan sekadar ucapan, tetapi ruh kehidupan di Cirendeu. Gotong royong menjadi napas sosial mereka, sementara perempuan memegang peran penting dalam mengolah hasil tani menjadi sumber ekonomi keluarga.

“Gotong royong adalah hal yang lumrah, ditambah peran perempuan di sini yang belajar mengolah hasil pertaninan hingga punya nilai ekonomis sangat berdampak pada ketahanan pangan,” kata Abah Widi.

Pohon singkong tubuh subur di perkebunan di wilayah Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Senin, 22 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Pohon singkong tubuh subur di perkebunan di wilayah Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Senin, 22 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)

Singkong, Benteng Alami Melawan Krisis Iklim

Di tengah ancaman perubahan iklim, rasi menjadi simbol ketangguhan lokal. Ketika banyak wilayah khawatir akan gagal panen atau naiknya harga beras, warga Cirendeu tetap tenang. Singkong yang diolah menjadi tepung kasar sebelum dinanak seakan tak tergoyahkan oleh cuaca ekstrem.

“Warga adat Cireundeu mah seperti sudah punya naluri kalau berbelanja atau membeli makanan di luar yang terbuat dari beras. Apalagi di sini mah enggak ada yang namanya kasus beras plastik. Kadang saya mah suka bertanya, kenapa negeri yang tanahnya subur aja masih impor beras dari luar,” ucapnya.

Ketahanan pangan Cirendeu bukan hanya soal swasembada, tetapi juga empati.

“Kami memang tidak terpengaruh soal naiknya harga beras, tapi Abah mah sok punya rasa peduli terhadap orang-orang yang kelaparan, tidak bisa beli beras, anaknya banyak. Karena yang disentuh itu rasa terhadap manusia,” katanya.

Keanekaragaman hayati juga menjadi bagian dari kekuatan adaptif mereka. Selain singkong, warga menanam jagung, sorgum, kacang tanah, dan anjeli dengan sistem tumpang sari.

“Tantangan serius adalah mengubah pola pikir. Kadang secara batin saya merasa kasihan terhadap orang-orang yang masih kelaparan karena tak bisa makan nasi. Padahal Cireundeu 107 tahun tidak makan nasi beras,” Abah Widi menjelaskan.

Baginya, ketergantungan pada beras adalah akar persoalan. Cireundeu telah membuktikan hidup tanpa nasi bukanlah kekurangan, tetapi kebebasan.

“Banyak yang melakukan penelitian ke sini, dan bahkan ada juga yang mencoba membantah tradisi makan singkong karena curah hujan tinggi. Tapi ya kami terbuka terhadap dunia luar, asal tidak mengubah tradisi kami. Saya mah syukur-syukur ada Cireundeu-Cireundeu yang lain malahan,” ujarnya.

Warga mengikuti Upacara Adat Tutup Taun 1956 Ngemban Taun 1 Sura 1957 Saka Sunda di Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Kota Cimahi, Sabtu 5 Agustus 2023. Upacara adat tersebut merupakan tradisi turun temurun masyarakat Adat Cireundeu yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan hasil bumi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)
Warga mengikuti Upacara Adat Tutup Taun 1956 Ngemban Taun 1 Sura 1957 Saka Sunda di Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Kota Cimahi, Sabtu 5 Agustus 2023. Upacara adat tersebut merupakan tradisi turun temurun masyarakat Adat Cireundeu yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan hasil bumi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

Bersinergi dengan Pemerintah, Bukan Menolak Dunia Luar

Meski memegang teguh adat, warga Cirendeu tidak menutup diri dari kebijakan pemerintah. Mereka justru membangun sinergi dalam berbagai bidang, termasuk pengembangan UMKM olahan singkong.

“Di sini ada RT, RW ya layaknya tata kelola pemerintahan. Kami tidak menolak, bahkan berdampingan. Pemerintah kota juga beberapa kali membantu kegiatan UMKM olahan singkong dengan memberikan alat penggiling,” ujarnya.

Hubungan harmonis dengan pemerintah menjadi cermin sikap terbuka masyarakat adat. Mereka memilih berdialog daripada menolak.

“Abah ada cerita dulu waktu kecil pernah dipoyok (diolok-olok) karena dianggap aneh makan nasi singkong oleh teman sebaya. Setelah ditelaah ya itu wajar dan kami maklum. Sebetulnya juga tidak sedikit warga adat juga mengalami hal sama, tapi ya balik lagi, maklum,” tutur Abah Widi.

Abah menyadari stigma semacam itu bisa memengaruhi generasi muda. Namun, Cirendeu memilih membangun narasi positif: bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan kekayaan.

Warga kampung adat Cirendeu membuat produk makanan olahan dari singkong di Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Kota Cimahi, Sabtu 5 Agustus 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)
Warga kampung adat Cirendeu membuat produk makanan olahan dari singkong di Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Kota Cimahi, Sabtu 5 Agustus 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

Budaya Bukan Sekadar Bisnis

Kini, olahan singkong dari Cirendeu telah memiliki nilai ekonomi. Namun, bagi Abah Widi, inti dari semua ini bukan keuntungan materi, melainkan pelestarian budaya.

“Di sini ada UMKM pangan singkong yang dikelola ibu-ibu. Kalau ditanya peluang bisnis memang besar dan ada pasarnya. Tapi, kami memegang prinsip ini adalah salah satu pelestarian budaya, untung atau rugi itu hal kesekian,” ucapnya.

Sebelum berpamitan, Abah Widi yang masih duduk di dekat warungnya menawarkan sepiring rasi hangat dan memperlihatkan tepung singkong hasil olahan warga. Teksturnya lembut, rasanya alami.

“Memang lebih enak kalau pakai lauk, biar ada rasanya,” katanya sambil tertawa kecil, menutup perjumpaan sore itu—sebuah tawa yang menyiratkan kebanggaan pada kemandirian yang lahir dari bumi sendiri.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 09 Nov 2025, 12:11 WIB

Ruang Sosial dan Secangkir Kopi di Bandung

Makna dan cara menikmati kopi mengalami transformasi besar, salah satunya di Kota Bandung.
Kopi Cantel tak sekadar menyajikan minuman berkafein, tapi meracik pengalaman rasa yang bisa dinikmati siapa saja terutama mereka yang baru mulai mengenal dunia kopi. (Sumber: dok. Kopi Cantel)
Ayo Netizen 09 Nov 2025, 11:19 WIB

Gaya Art Deco pada Museum Geologi Bandung

Salah satu bangunan tertua di Kota Kembang adalah Museum Geologi Bandung.
Museum Geologi Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 09 Nov 2025, 10:24 WIB

Bandung Tertawa Pukul 13.30, Ada Si Kundang

Memori tahun 1980-an dongeng kocak 'Sempal Guyon Parahyangan Si Kundang'.
Ilustrasi orang Bandung pada 1980-an. (Sumber: Pexels/Daniel Lee)
Ayo Netizen 09 Nov 2025, 08:14 WIB

Berkunjung sambil Berburu Buku Murah di Pasar Literasi Kings Mall Bandung

Pasar Literasi kini hadir di Kota Bandung tepatnya di Kings Mall Bandung dari 2 November hingga 16 November 2025
Penampakan Pasar Literasi Kings Mall Bandung (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 09 Nov 2025, 07:49 WIB

Dari Tumpukan Jadi Kebermanfaatan: Gerakan Bersaling Silang, Melawan Bosan dan Overkonsumsi

Bersaling Silang: Gerakan tukar barang bekas layak pakai 0 rupiah.
Mencari harta karun baru di meja Bersaling Silang. (Sumber: https://bss.lyfewithless.com | Foto: Bersaling Silang)
Beranda 08 Nov 2025, 19:30 WIB

Muhammad Farhan: Kota Bandung Darurat Sampah!

Jumlah total tumpukan sampah di Kota Bandung mencapai 1.496 ton setiap hari atau setara 262 rit pengangkutan.
"Gunung"sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Dakota di Jl. Gunung Batu, Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung pada Jumat, 7 November 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Biz 08 Nov 2025, 19:02 WIB

Bara Bandung Spirit, Museum KAA dan Jejak Solidaritas yang Tak Padam

Di antara deretan bangunan kolonial dan lalu lintas Bandung yang tak pernah tidur, berdiri sebuah bangunan yang menyimpan denyut masa lalu, yakni Museum Konferensi Asia-Afrika.
Di antara deretan bangunan kolonial dan lalu lintas Bandung yang tak pernah tidur, berdiri sebuah bangunan yang menyimpan denyut masa lalu, yakni Museum Konferensi Asia-Afrika. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 08 Nov 2025, 17:27 WIB

Transformasi Bandung, Peluang Emas Bisnis Hunian untuk Generasi Milenial dan Gen Z

Bandung tengah mengalami transformasi sebagai kota hunian urban yang semakin diminati oleh keluarga muda, khususnya generasi milenial dan Gen Z.
Ilustrasi. Bandung tengah mengalami transformasi sebagai kota hunian urban yang semakin diminati oleh keluarga muda, khususnya generasi milenial dan Gen Z. (Sumber: Summarecon Bandung)
Ayo Biz 08 Nov 2025, 16:37 WIB

Dari Jakarta ke Kota Juara, Transformasi Satria Muda dan Masa Depan Basket Bandung

Bandung bukan sekadar kota kreatif, tapi juga kota dengan denyut olahraga yang hidup di setiap sudutnya dari lapangan komunitas hingga arena profesional.
Kehadiran Satria Muda Bandung menjadi babak baru dalam perjalanan panjang bola basket Bandung, sebuah regenerasi semangat, karakter, dan kebanggaan. (Sumber: Satria Muda Bandung)
Ayo Biz 07 Nov 2025, 19:18 WIB

Menyusuri Kabut Harapan, Rohmat dan Ontang-Anting yang Tak Pernah Menyerah

Kawah Putih bukan sekadar destinasi. Bagi Rohmat, tempat ini adalah nadi ekonomi, tempat ia menggantungkan hidup sebagai sopir ontang-anting selama lebih dari sepuluh tahun.
Kawah Putih bukan sekadar destinasi. Bagi Rohmat, tempat ini adalah nadi ekonomi, tempat ia menggantungkan hidup sebagai sopir ontang-anting selama lebih dari sepuluh tahun. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 18:54 WIB

Bandung di Bawah Langit Gelisah

Bukan seberapa deras hujan turun, melainkan seberapa cepat pemerintah dan warganya bergerak bersama.
Banjir pada tanggal 3 November 2025 di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 17:27 WIB

Ciwidey Segar Menggoda, Jalan Gelap Mengintai Bahaya

infrastruktur lampu yang kurang, membuat kondisi jalan menuju Ciwidey penuh tantangan dan bahaya.
Jalan raya yang gelap tanpa cahaya penerangan lampu jalan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ayyasy)
Ayo Biz 07 Nov 2025, 17:04 WIB

Menelisik Partisipasi Angkatan Kerja Jawa Barat, Bandung sebagai Cermin Urbanisasi dan Ketimpangan

Data BPS Jabar menunjukkan paradoks menarik di mana Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bandung berada di kategori “sangat tinggi”, tetapi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tetap signifikan.
ilustrasi. Data BPS Jabar menunjukkan paradoks menarik di mana Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bandung berada di kategori “sangat tinggi”, tetapi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tetap signifikan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 16:52 WIB

Curug Tilu Leuwi Opat, Trek Mudah dan Spot Foto Goa Mini di Bandung Barat

Curug Tilu Leuwi Opat di Bandung Barat menawarkan pesona tiga air terjun alami, trek ringan, dan spot foto indah seperti goa mini.
Keindahan Air Terjun Curug Tilu Leuwi Opat (Foto: Azzam Kusuma M)
Ayo Biz 07 Nov 2025, 15:35 WIB

Bandung, Rumah Kreator dan Motor Ekonomi Kreatif Nasional

Dari lorong-lorong kecil yang dipenuhi mural hingga ruang publik modern yang menjadi panggung ide, Bandung tumbuh sebagai rumah bagi para kreator.
Dari lorong-lorong kecil yang dipenuhi mural hingga ruang publik modern yang menjadi panggung ide, Bandung tumbuh sebagai rumah bagi para kreator. (Sumber: dok Malam Anugerah Kreator Bandung)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 15:19 WIB

Implementasi Manajemen Talenta demi ASN MENYALA

Istilah Manajemen Talenta (MT) semakin sering bergema di ruang-ruang birokrasi Indonesia.
Human Capital Index (Sumber: https://faisalbasri.com/2018/10/15/posisi-indonesia-dalam-human-capital-index-terbaru-versi-bank-dunia/)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 14:56 WIB

Cetak ‘Brace’ ke Selangor FC, Adam Alis Shalat Istikharah sebelum Gabung dengan Persib

PERSIB Maung Bandung memuncaki klasemen Grup G AFC Champions League Two (ACL Two) 2025-2026.
Pemain Persib Bandung, Adam Alis. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Arif Rahman)
Ayo Jelajah 07 Nov 2025, 14:27 WIB

Hikayat Lara di Baleendah, Langganan Banjir yang Gagal Jadi Ibu Kota

Baleendah pernah dirancang jadi ibu kota Kabupaten Bandung. Sayang, takdir berkata lain. Banjir saban tahun menenggelamkan cita-cita itu.
Potret kawasan Baleendah, Kabupaten Bandung, saat diterjang banjir musiman. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 13:38 WIB

Tak Sekedar Viral 'Mie Kocok Igaan Soreang' Rasanya Bikin Ngaruy

Warung Mie Kocok Igaan Soreang berlokasi di Jalan Raya Soreang, Banjaran, Kabupaten Bandung.
Menu  Spesial Warung Mie Kocok Igaan Soreang (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 07 Nov 2025, 12:50 WIB

Cigalintung, Kawasan Perbukitan yang Berkelok-kelok

angat mungkin, hanya ada dua nama geografis Cigalintung di Jawa Barat.
Lembur Cigalintung, kawasan yang berbukit dan berlembah dalam dengan sungai yang berkelok-kelok. (Sumber: Citra satelit: Google maps)