Hikayat Kasus Penganiayaan Brutal IPDN Jatinangor, Tumbangnya Raga Praja di Tangan Senior Jahanam

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 02 Nov 2025, 11:00 WIB
Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, mengikuti Upacara Penutupan Praktik Lapangan I di Lapang Upakarti Soreang, Selasa (13/8/2019). (Sumber: Humas Pemkab Bandung)

Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, mengikuti Upacara Penutupan Praktik Lapangan I di Lapang Upakarti Soreang, Selasa (13/8/2019). (Sumber: Humas Pemkab Bandung)

AYOBANDUNG.ID - Pada malam 2 April 2007 itu, sekitar pukul 22.00 WIB, udara di kampus IPDN Jatinangor terasa dingin dan basah. Di barak DKI Atas, suasana tak seperti biasa. Teriakan senior, langkah kaki terburu-buru, dan suara benda jatuh memecah keheningan malam. Di sinilah hidup seorang praja muda bernama Cliff Muntu, 19 tahun, berakhir dengan cara paling brutal yang bisa dibayangkan di sebuah lembaga pendidikan.

Cliff malam itu dipanggil bersama 26 rekan seangkatan dari tingkat II. Mereka disebut telah melanggar disiplin: terlambat tiga puluh menit datang ke latihan. Dalam aturan tak tertulis IPDN, keterlambatan adalah dosa besar. Hukuman dijatuhkan oleh sebelas senior tingkat III—anggota Pataka, kelompok elite pembawa lambang IPDN yang dikenal berpengaruh dan tak tersentuh.

Tapi hukuman di IPDN bukan teguran, bukan push-up, apalagi peringatan tertulis. ā€œKoreksiā€ adalah istilah halus untuk penganiayaan fisik.

Pada malam jahanam itu, Cliff dan 26 praja lainnya dikumpulkan di kamar barak berukuran sempit, diterangi lampu temaram. Mereka diperintahkan berbaris dan menanggalkan baju. Satu per satu, para senior menghantam dada dan perut mereka dengan tangan kosong. Beberapa menggunakan benda keras: sabuk, tongkat kecil, bahkan sepatu. ā€œAgar disiplin,ā€ katanya.

Cliff mendapat pukulan paling banyak. Berdasarkan hasil penyelidikan, ia menerima 48 kali pukulan dari tujuh senior tingkat III: Fendi Ntobuo, M. Amrullah, Jacka Anugerah Putra, Andi Bustamil, Hikmat Faizal, Ahmad Pendi Harahap, dan Frans Ayokuzi. Mereka memukul bagian dada, ulu hati, dan perut—bagian tubuh yang bisa menimbulkan luka dalam tanpa meninggalkan banyak bekas luar.

Baca Juga: Jejak Pembunuhan Sadis Sisca Yofie, Tragedi Brutal yang Gegerkan Bandung

Sekitar pukul 23.00, Cliff mulai oleng. Napasnya tersengal. Ia sempat memegangi perut tanda kesakitan. Tapi para senior tak berhenti. Seorang saksi praja mengatakan Cliff sempat terjatuh dua kali dan dipaksa berdiri lagi. Tak lama kemudian, ia jatuh pingsan dan tak bangun lagi.

Setelahnya, ambulans kampus baru dipanggil hampir setengah jam kemudian. Ketika akhirnya tiba di Rumah Sakit Al Islam Bandung pukul 23.40, Cliff sudah tak bernyawa. Dokter memperkirakan ia meninggal sekitar pukul 23.10, masih di dalam barak.

Tapi malam itu juga, pihak IPDN langsung menyiapkan versi resmi: Cliff meninggal karena penyakit liver. Surat kematian segera diterbitkan oleh Iyeng Sopandi, staf medis IPDN. Tak ada pemeriksaan mendalam, tak ada laporan kekerasan. Jenazah pun segera disiapkan untuk dikirim ke Manado.

Kejanggalan muncul saat keluarga menerima jenazah. Sherly Rondonuwu, ibunda Cliff, menangis histeris melihat tubuh anaknya. Ada bekas lebam di dada, perut, dan paha. Bahkan, aroma formalin menyengat begitu peti dibuka. Kecurigaan pun mencuat: ada yang disembunyikan.

Kecurigaan keluarga membawa kasus ini ke otopsi ulang di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Dari sinilah kebohongan IPDN terkuak satu per satu.

Mendiang Cliff Muntu. (Sumber: bumiaccilong.blogspot.com)
Mendiang Cliff Muntu. (Sumber: bumiaccilong.blogspot.com)

Tim forensik menemukan pendarahan luas di hampir semua organ vital: jantung, paru-paru, hati, limpa, ginjal, dan otak. Ada pula memar hebat di dada dan perut akibat pukulan benda tumpul berulang. Luka-luka itu menyebabkan bendungan pembuluh darah dan pendarahan masif, penyebab langsung kematian Cliff.

Baca Juga: Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial di Tanah Tropis

Tak hanya itu, dokter juga menemukan bekas suntikan cairan formalin di dada dan perut jenazah. Formalin digunakan untuk mengawetkan mayat, tapi penyuntikan dini sebelum otopsi resmi, hanya punya satu tujuan: mengaburkan bekas luka lebam.

Iyeng Sopandi akhirnya mengaku menyuntikkan formalin tanpa izin, atas perintah Prof. Lexie M. Giroth, salah satu pejabat akademik IPDN. Lexie bahkan mengeluarkan surat keberatan otopsi, agar jasad Cliff segera dimakamkan tanpa pemeriksaan lanjutan. Dengan kata lain, kampus mencoba menutup-nutupi fakta pembunuhan.

Polisi pun turun tangan. Dari hasil penyidikan, ditemukan bahwa tindakan kekerasan malam itu terorganisir dan sistematis. Para pelaku bergantian memukul korban dalam satu ruangan yang dijaga ketat agar tak ada saksi luar. Setelah Cliff pingsan, ada upaya ā€œpembersihanā€ lokasi: bekas darah dilap, ruangan disemprot cairan pembersih, dan para senior bersepakat menyebut Cliff ā€œpingsan karena sakitā€.

Fakta lain yang lebih gelap: perpeloncoan seperti ini rutin terjadi. Sebulan sebelum Cliff meninggal, dua praja lain sempat dilarikan ke rumah sakit karena luka dalam akibat ā€œkoreksiā€. Tapi kasus itu diselesaikan secara internal. Tak ada laporan ke polisi, tak ada sanksi berat. ā€œIni tradisi,ā€ kata salah satu praja senior dalam kesaksian di pengadilan.

Kebohongan demi kebohongan akhirnya runtuh setelah media nasional menyorot kasus ini. Gambar tubuh Cliff yang lebam tersebar luas. Menteri Dalam Negeri saat itu, Mardiyanto, langsung menonaktifkan Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi dan membentuk Tim Evaluasi IPDN lewat Keppres No. 8 Tahun 2007, dipimpin Prof. Ryaas Rasyid.

Fendi Ntobuo dan M. Amrullah ditetapkan sebagai pelaku utama. Mereka yang memukul Cliff paling banyak di bagian dada dan ulu hati. Pada 23 November 2007, keduanya divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sumedang. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa 8 tahun. Lima pelaku lain hanya dijatuhi 8 bulan penjara, meski semuanya dipecat tidak hormat.

Hakim menolak dakwaan pembunuhan dan menilai kasus ini sebagai penganiayaan bersama-sama yang menyebabkan kematian. Alasan meringankan: usia muda, menyesal, dan belum pernah dihukum.

Keluarganya menggugat balik negara. Melalui pengacara OC Kaligis, mereka menuntut ganti rugi Rp150 miliar ke PN Jakarta Pusat, menuduh IPDN dan Kementerian Dalam Negeri lalai dan melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan itu menyoroti bukan hanya pembunuhan anak mereka, tapi budaya kekerasan sistemik yang dibiarkan hidup di IPDN selama puluhan tahun.

Baca Juga: Sejarah Tahu Sumedang, Warisan Cita Rasa Tionghoa hingga Era Cisumdawu

Dalam gugatan, disebut bahwa antara 1993 hingga 2007, sedikitnya 17 praja tewas di tangan senior. Kasus serupa pernah terjadi pada Praja Wahyu Hidayat (2003), yang dikeroyok sepuluh senior hingga meninggal, dan pelakunya tetap diluluskan menjadi pejabat daerah. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kekerasan di IPDN bukan ā€œinsiden,ā€ tapi warisan institusional.

Pasca-kematian Cliff, empat senior dipecat dalam apel luar biasa 7 April 2007. Iyeng Sopandi ditahan atas tuduhan penyuntikan formalin dan pemalsuan surat. Namun, Prof. Lexie Giroth yang memberi perintah tak pernah dijatuhi hukuman.

Gelombang kritik meluas. Gus Dur menyebut IPDN sengaja memelihara kekerasan. Survei Tempo pada Mei 2007 mencatat 76,9% publik yakin IPDN tak bisa direformasi. Namun, negara memilih jalan lain: mempertahankan IPDN.

Tapi janji tinggal janji. Tahun-tahun berikutnya, kekerasan terus berulang, dari kasus praja putri yang disiram cairan pembersih lantai (2014), pemukulan taruna Akmil (2015), hingga pengeroyokan praja asal Riau (2017). Semua dengan pola yang sama: kekerasan, penyangkalan, dan penyelesaian internal.

Tapi Cliff Muntu kini jadi simbol dari luka yang tak kunjung sembuh. Ia datang ke Jatinangor dengan seragam putih dan cita-cita jadi abdi negara, tapi pulang ke Manado dengan tubuh penuh lebam dan nyawa yang direnggut oleh sistem yang mestinya mendidik, bukan membunuh.

Di IPDN, setiap pagi praja masih berbaris di lapangan apel, mengucap sumpah setia pada negara. Tapi di antara gema suara mereka, ada bisikan nama Cliff sebagai pengingat bahwa di balik kedisiplinan yang digembar-gemborkan, ada sejarah darah yang menodai seragam itu.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan TsunamiĀ 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ā€˜Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng ā€œMas Iputā€? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya ā€œMas Iputā€. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig CafƩ Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)