Hikayat Kopi Javaco Bandung, Harta Karun Legendaris Sejak 1928

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Minggu 13 Jul 2025, 17:41 WIB
Toko Kopi Javaco

Toko Kopi Javaco

AYOBANDUNG.ID - Kopi sekarang kebanyakan jadi gaya hidup. Harus diseduh manual, diminum perlahan, sambil selfie dan update caption puitis. Tapi Javaco tak butuh semua itu. Ia sudah eksis sejak 1928, diseruput diam-diam oleh para sinyo dan noni di Hindia Belanda, bukan anak senja pemburu estetika. Tak ada latte art, tak ada sofa empuk. Yang ada cuma rasa yang tidak pernah bohong sejak zaman kolonial.

Javaco bukan merek kopi kekinian yang suka pakai nama asing dan logo daun berembun. Ia justru lahir dari zaman saat orang belum kenal cappuccino, dan barista masih terdengar seperti nama penyakit. Berdiri sejak 1928, kopi ini lebih tua dari kemerdekaan negeri, dan nyaris seusia dengan kebijakan kolonial yang gemar bikin pabrik tapi ogah kasih merdeka.

Kunci pabriknya bahkan diwariskan dengan cara sentimental: langsung dari tangan ayah ke anak. “Kunci pabrik Kopi Javaco telah diberikan kepada saya setelah lulus SMA. Sejak hari itu, bapak sudah tidak pernah datang ke pabrik lagi hingga beliau meninggal,” ujar Hermanto, pemilik generasi keempat, seakan mewarisi kerajaan kecil berbentuk bubuk hitam harum.

Pabrik kopi ini dulunya terdaftar resmi dalam buku telepon Jawa-Madura tahun 1930. Bayangkan: saat sekarang nomor di ponsel hanya dipakai OTP, dulu orang mendaftar pabrik ke buku telepon layaknya orang masuk ensiklopedia. Dalam buku itu tertulis: Koffiefabriek Javaco Dir Lie Kim Gwan, beralamat di Postweg Tjikakak 44–46. Lokasinya masih sama, meski kota sudah berubah, dan pengaspalan jalan tak kunjung sempurna.

Tapi toko resminya pindah ke Jalan Kebonjati nomor 69 dan menempati bangunan dua lantai bergaya art nouveau. Arsitekturnya masih kokoh, dengan jendela hijau dan dominasi putih yang bikin kedai ini tampak seperti rumah hantu stylish.

Pendiri pertama Javaco adalah Lie Khay Hoo, pengusaha multi-genre: jualan tepung, gula, dan tentu saja kopi. Namun panggung kejayaan justru datang ketika tampuk usaha diserahkan pada anaknya, Lie Kim Gwan. Ceritanya agak sinetron. Gwan ini awalnya kuliah kedokteran di London sekitar tahun 1920. Tapi demi menyelamatkan usaha keluarga, ia pulang kampung dan memutuskan jadi tukang giling kopi ketimbang jadi dokter.

“Lie Kim Gwan datang dan membawa banyak perubahan. Meski punya gelar kedokteran, tapi tidak pernah jadi dokter. Beliau lebih memilih meneruskan usaha keluarga,” kenang Hermanto. Gwan juga sempat membuka percetakan dan usaha teh. Jelas, ia bukan tipe orang yang suka rebahan.

Hermanto resmi mengelola Javaco sejak 1982. Kalau sekarang para pengusaha suka pamer di Instagram, Hermanto lebih suka memamerkan mesin penggiling kopi tua dari tahun 1930, empat di antaranya bermerek Hobart dari Amerika. Masih bisa menyala, katanya, tapi voltasenya 110. "Kalau sekarang sudah menggunakan voltase 220," katanya, seakan mesin tua itu adalah harta karun yang harus disakralkan, bukan dipensiunkan.

Baca Juga: Dari Bandung Kopi Purnama, Ke Hindia Ku Berkelana

Cara atau metode pengolahan kopinya juga masih old school. Biji-bijinya datang dari perkebunan Jawa Timur, tempat yang sama sejak zaman kolonial. Mereka digiling dengan teknik wet Indische bereiding dan Oost Indische bereiding. Metode ini terdengar seperti mantra sihir, tapi hasilnya memang sihir beneran: kopi yang aromanya bikin mata melek sebelum alarm berbunyi.

“Dari zaman dulu selalu digiling medium. Kalau medium semua karakter rasa dan aroma kopi akan keluar maksimal. Pahit dan kental, itu baru kopi,” ujar Hermanto, seolah menolak tren cold brew dengan rasa jeruk atau kopi dalgona yang lebih cocok jadi cemilan.

Kemasannya juga unik. Bukannya pakai plastik kinclong, Javaco tetap setia pakai kertas coklat. Alasannya sederhana dan filosofis: agar aroma kopi tidak dirampok oleh bahan kimia modern.

Soal rasa, Javaco punya tiga varian: arabika, robusta (alias melange), dan tiptop. Menurut Hermanto, arabika adalah jagoannya. “Asam tapi tetap nyaman di lambung.” Melange? Itu robusta yang lebih jinak, kayak macan yang sudah kenyang.

Lucunya, Hermanto tidak doyan promosi. Ia bukan tipe pengusaha yang rajin endorse selebgram atau bikin giveaway. Kopinya dijual di beberapa supermarket seperti Yogya dan Setiabudi, tapi toko resmi tetap jadi jantung distribusi. Harganya pun murah meriah: Rp25.000 sampai Rp35.000 per 250 gram. Bahkan lebih murah dari kopi sachet yang diklaim bisa meningkatkan stamina.

Distributor pun datang sendiri, tanpa diundang. Seolah kopi Javaco punya daya tarik magis. “Mereka datang sendiri dan membeli kopi hingga ratusan pax. Rezeki sudah ada yang mengatur dan saya enggak mau serakah dengan mengambil semua lini penjualan. Saling berbagi lebih enak,” ujar Hermanto. Filosofi dagang yang lebih cocok diajarkan di pesantren ketimbang fakultas ekonomi.

Javaco memang bukan kopi buat nongkrong-nongkrong lucu di kafe. Ia adalah kopi yang jujur, lahir dari tangan generasi demi generasi yang lebih percaya pada mesin tua dan rasa asli, ketimbang algoritma media sosial.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 21 Des 2025, 15:16 WIB

Sejarah Bandung jadi Pusat Tekstil, Serambi Kota Dolar yang Tergerus Zaman

Denting alat tenun mengubah Majalaya menjadi pusat tekstil kolonial yang hidup dari kampung ke pabrik. Sayangnya kejayaan sejarah ini kini tergerus zaman.
Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) tahun 1925-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 14:39 WIB

Strategi Jeda untuk Menguasai Audiens dalam Public Speaking

Gunakan teknik 'Strategic Pause' agar public speaking kamu semakin jago dan bikin kamu terlihat berwibawa.
Potret aktivitas public speaking.  (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 13:04 WIB

Pengolahan Sampah Organik dengan Maggot Jadi Solusi di Cigending

Pemanfaatan maggot dapat menjadi solusi jangka panjang dalam menciptakan lingkungan Cigending yang lebih bersih dan sehat.
Rumah Maggot di Kelurahan Cigending. (Dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 12:14 WIB

Momen Improvisasi yang Menyelamatkan Teater Malam Itu

Teater Pena Jurnalistik membawakan pertunjukan berjudul Para Pencari Loker.
Sejumlah pemain Teater Pena mebawakan adegan dibawah lampu sorot, disaksikan para penonton di Bale Teras Sunda, Senin (7/12/2025). (Sumber: Dokumen Pribadi | Foto: Saskia Alifa Nadhira)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 09:44 WIB

Kesenjangan Ruang Publik Bandung Hambat Aktivitas Mahasiswa

Artikel ini menjelaskan mengenai pandangan seorang mahasiswi asal Bandung mengenai ruang publik di Bandung.
Suasana salah satu Ruang Publik di Bandung, Taman Saparua pada pagi hari Sabtu, (29/11/2025). (Foto: Rasya Nathania)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 08:47 WIB

Alih Fungsi Tugu Simpang Diponegoro Citarum pada Malam Hari, Menyimpang atau Membantu UMKM?

Keresahan warga terhadap penertiban area Pusdai, apakah lamgkah yang efektif atau tidak?
Suasana di tugu Jl Diponegoro dan Jl Citarum pada malam hari, Senin 1 Desember 2025 pukul 1 dini hari (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Mazayya Ameera Aditya)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 08:21 WIB

Es Krim Yogurt Tianlala Bikin Cibiru Kota Bandung Makin Kekinian

Hadirnya Tianlala di kawasan Cibiru menambah warna baru dalam tren kuliner Bandung Timur.
 (Sumber: Tianlala.id)
Ayo Netizen 21 Des 2025, 06:54 WIB

Di Ujung Tombak Pengabdian: Menata Beban RT RW demi Harmoni Warga

Dalam hal implementasi program, tidak jarang pada praktiknya RT RW mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi kekurangan pendanaan dalam pelaksanaan program
Pelantikan Forum RT RW Periode (2025-2027) Kecamatan Panyileukan Kota Bandung (Sumber: Humas Kecamatan Panyileukan)
Ayo Biz 20 Des 2025, 22:19 WIB

Ketika Seremoni Berubah Menjadi Aksi Nyata Menyelamatkan Hutan

Menanam pohon bukan hanya simbol, melainkan investasi untuk generasi mendatang. Pohon yang tumbuh akan menjadi pelindung dari bencana, penyerap karbon, dan peneduh bagi anak cucu kita.
Menanam pohon bukan hanya simbol, melainkan investasi untuk generasi mendatang. Pohon yang tumbuh akan menjadi pelindung dari bencana, penyerap karbon, dan peneduh bagi anak cucu kita. (Sumber: Ist)
Beranda 20 Des 2025, 13:46 WIB

Mobilitas Kota Bandung Belum Aman bagi Kaum Rentan, Infrastruktur Jadi Sorotan

Dalam temuan B2W, di kawasan Balai Kota, Jalan Aceh, dan Jalan Karapitan, meskipun telah tersedia jalur sepeda, hak pesepeda kerap ditiadakan.
Diskusi Publik “Refleksi Mobilitas Bandung 2025” di Perpustakaan Bunga di Tembok (19/12/2025) (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 21:14 WIB

Sate Murah di Tikungan Jalan Manisi, Favorit Mahasiswa Cibiru

Sate dengan harga yang murah meriah dan rasa yang enak serta memiliki tempat yang strategis di sekitar wilayah Cibiru.
Dengan harga Rp20.000, pembeli sudah mendapatkan satu porsi berisi 10 tusuk sate lengkap dengan nasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 20:24 WIB

Hidup Selaras dengan Alam, Solusi Mencegah Terjadinya Banjir di Musim Penghujan

Banjir menjadi salah satu masalah ketika musim hujan telah tiba, termasuk di Kota Bandung.
Salah satu dampak dari penurunan permukaan tanah adalah banjir seperti banjir cileuncang di Jalan Citarip Barat, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu 28 Februari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 19 Des 2025, 19:15 WIB

Sejarah Jatinangor, Perkebunan Kolonial yang jadi Pabrik Sarjana di Timur Bandung

Jatinangor pernah hidup dari teh dan karet sebelum menjelma kawasan pendidikan terbesar di timur Bandung.
Jatinangor. (Sumber: sumedangkab.go.id)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 18:09 WIB

Abah, Buku Bekas, dan Denyut Intelektual

Mahasiswa lintas angkatan mengenalnya cukup dengan satu panggilan Abah. Bukan dosen, staf, bukan pula pustakawan kampus.
Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)