Kampanye hidup sehat mulai marak terjadi di lingkungan sekitar. Hadirnya influencer di media sosial juga turut meramaikan masyarakat untuk bersama-sama terlibat dalam tren ini.
Permasalahan masyarakat modern yang semakin kompleks menimbulkan penyakit degeneratif seperti alzhheimer, parkinson, kanker, diabetes tipe 2, penyakit jantung dan osteoporosis. Gaya hidup yang tidak sehat serta pola konsumsi makanan yang tidak dibatasi pun turut menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan hadir.
Clean eating menjadi solusi paling nyata, mudah dan murah untuk memperbaiki pola hidup sehat. Tapi tentu hal ini tidak semudah apa yang diucapkan. Bayangkan saja kebiasaan makan gorengan, dominasi tepung, makanan dengan tambahan micin dan makanan dengan pengolahan cepat saji selama bertahun-tahun yang tentu tidak bisa diubah dalam satu malam.
Clean eating menurut The Nutrition Source Harvard University, istilah ini mengacu pada konsumsi makanan yang dekat dengan bentuk alaminya serta tidak mengalami proses makanan yang terlalu berlebihan. Beberapa jenis makanan yang dianjurkan dalam proses clean eating seperti buah, sayur, lemak hewani atau nabati, vitamin dan mineral.
Menurut saya untuk memulai proses clean eating, hal pertama yang penting dilakukan adalah memperbaiki pola pikir. Terlebih kebiasaan hidup tidak sehat yang sudah berjalan lama tidak semudah itu untuk berubah.
Sebagaimana yang diungkapkan James Clear dalam bukunya Atomic Habit yang mengatakan bahwa kesadaran dan kebaikan kecil yang dilakukan untuk pertumbuhan 1% lebih baik-- justru lebih menunjang di kemudian hari dibandingkan dengan perubahan secara besar-besaran di awal yang kemudian bisa saja terhenti di tengah jalan.
Dibalik narasi bahwa clean eating adalah tren masyarakat yang hidup di zaman modern tanpa disadari bahwa kampanye ini bukan sekedar tren tapi bentuk tanggung jawab manusia terhadap bumi yang dipijaknya.
Kehidupan era modern sering kali menuntut kita untuk hidup dengan gaya konsumtif. Kita bisa saja fomo membeli makanan viral yang sebetulnya kita tidak suka tapi untuk terlihat selalu update kita membelinya. Padahal makanan bukan lagi sesuatu hal berharga yang bisa memenuhi kebutuhan tubuh tapi kebutuhan eksistensi diri di masyarakat. Pada akhirnya makanan terbuang dengan sia-sia dan menjadi limbah yang menyumbang krisis iklim.
Lewat clean eating tanpa disadari kita bisa mengurangi limbah yang biasa kita tumpuk di tempat sampah. Sampah sisa makanan dari produk clean eating yang hanya berhubungan dengan kulit dari buah atau sayuran yang kemudian sisa limbah ini juga bisa kembali ke alam setelah dijadikan pupuk kompos.
Sementara makanan cepat saji yang tersedia memerlukan kemasan baik dalam bentuk styrofoam, plastik atau jenis lainnya yang menyumbang limbah yang sulit untuk terurai. Sampah kecil dalam rumah tangga yang dianggap sepele justru turut mengundang volume penumpukan pada TPA(Tempat Pembuangan Akhir).
Dengan menerapkan clean eating dalam kehidupan sehari-hari maka secara tidak langsung bisa mengurangi limbah sampah. Jika limbah sampah dapat diminimalisir sejak dari dini dan lingkungan terdekat yang ada di keluarga. Maka menjadi suatu keniscayaan bahwa manusia bisa memulai menjaga lingkungannya melalui merubah pola pikir terhadap jenis konsumsi dalam kehidupan sehari-hari.
Clean eating memang bukan sekedar tren tapi upaya kecil dari manusia untuk menjaga kelestarian lingkungannya. (*)
