Ibadah Haji, Momentum Tunduk dan Berserah Diri

Ibn Ghifarie
Ditulis oleh Ibn Ghifarie diterbitkan Rabu 04 Jun 2025, 11:12 WIB
Ilustrasi ibadah haji. (Sumber: Pexels/Mido Makasardi)

Ilustrasi ibadah haji. (Sumber: Pexels/Mido Makasardi)

Sejatinya Ibadah haji merupakan momentum yang sangat tepat untuk belajar tentang makna tunduk, patuh, pasrah, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Pasalnya melalui proses spiritual ini, seseorang dapat meraih derajat penyucian diri sebagai puncak dari ketakwaan, yang tercermin dalam predikat haji mabrur.

Namun, perjalanan menuju haji mabrur tidak dapat ditempuh dengan jalan pintas, cara ilegal, termasuk sikap tergesa-gesa. Justru, dengan ketaatan pada aturan pemerintah dan pembiasaan budaya antre dalam menunaikan rukun Islam kelima menjadi bagian penting dari proses ibadah yang benar dan sah.

Jangan tergiur ajakan berhaji secara ilegal, karena melanggar hukum dan sangat berisiko (berbahaya) yang dapat menghilangkan nilai kesakralan ibadah menuju baitullah itu sendiri.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mengonfirmasi satu Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial SM meninggal dunia di wilayah gurun Jumum, Makkah, setelah mencoba memasuki Kota Makkah secara ilegal melalui jalur gurun pasir. Dua WNI (J dan S) lainnya, ditemukan dalam kondisi dehidrasi berat dan berhasil diselamatkan oleh aparat keamanan Arab Saudi.

Peristiwa naas ini terjadi, Selasa (27/5/2025). Ketiganya menggunakan visa ziarah multiple dan mencoba masuk ke Makkah tanpa dokumen haji resmi dengan menumpang taksi gelap. Sopir taksi yang takut tertangkap patroli memaksa mereka turun di tengah gurun, dengan suhu ekstrem menjadi ancaman serius. (www.kemenag.go.id)

Padahal haji adalah puncak dan klimaks taqarub, bentuk totalitas kepasrahan diri kepada Sang Pencipta Semesta.

Bukan Sekadar Ibadah

Ada banyak kisah yang lazim dialami oleh para jamaah haji selama menunaikan rukun Islam kelima tersebut. (Sumber: Pexels/Mutahir Jamil)
Ada banyak kisah yang lazim dialami oleh para jamaah haji selama menunaikan rukun Islam kelima tersebut. (Sumber: Pexels/Mutahir Jamil)

Dalam buku Sejuta Kenangan Haji: Amazing Journey, Kholif Diniawati, Guru MAN 3 Bantul menuliskan Haji, Titian Kepasrahan Jiwa Raga.

Haji adalah puncak kenikmatan bagi umat Islam, meski sebenarnya ibadah lainnya lebih nikmat andai kita bisa memaknai dan merasakan keiklhasan dalam melaksanakannya.

Namun entah mengapa dengan bisa berkesempatan untuk melaksanakan ibadah haji rasanya menjadi sesuatu yang sangat beda. Mungkin karena tidak mudahnya untuk mendapatkan kesempatan mengingat antrean yang begitu panjang atau mungkin juga karena harus mengeluarkan tidak sedikit materi dan juga tenaga dalam melaksanakan peribadahan ini.

Bermula ketika kami mendaftar tahun 2009, kami kehabisan kuota untuk DIY namun keinginan dan hasrat menggebu kami, akhirnya kami bisa mendaftar melalui kuota Jawa Tengah saat itu. Upaya kami untuk mempercepat berangkat haji melalui lintas jaur ternyata tidak diridai Allah, terbukti dengan dibatalkannya keberangkatan kami karena tidak sesuai dengan domisili kami.

Surat perjalanan haji dari bank yang sudah kami lunasipun hanya tinggal lembaran kertas yang tidak ada maknanya. Pembayaran kami dikembalikan utuh dan kami gunakan untuk mendaftar lagi, namun ternyata Allah punya rencana hebat. Kami tidak bisa berangkat tahun 2009 maupun 2010 tetapi kami akhirnya berangkat tahun 2011.

Mundurnya keberangkatan kami, sempat menjadikan kami bertanya-tanya, apa maksud Allah, apa skenario Allah. Berbagai pertanyaan akhirnya terjawab karena ternyata di tahun 2009 putra kami yang tinggal satu-satunya (karena 4 putra-putri kami lainnya sudah kembali kepada Allah), juga diminta kembali untuk mendahului kami menuju surga-Nya, Insya Allah. Kesyukuran di tengah cobaan tetap kami sanjungkan karena dengan ditundanya keberangkatan kami berhaji ternyata Allah inginkan kami hantarkan anak kami tercinta ke peristirahatannya terakhir. Subhanallah, hikmah ini tidak akan pernah kami lupakan.

Dengan berbekal kepasrahan hidup karena cobaan tersebut, akhirnya kami berangkat haji tahun 2011. Keberangkatan yang benar-benar istimewa bagi kami, karena sejak persiapan haji kami bertekat memohon kepada Allah untuk diwafatkan di depan Ka'bah atau di Raudah atau saat melempar jumrah atau dimanapun asal di tanah haram. Kepasrahan kami benar-benar total hingga seluruh peribadahan lahir batin kami selama melaksanakan rangkaian ibadah haji menjadi maksimal.

Kami tergabung dalam gelombang 2 yang artinya kami langsung menuju Makkah karena kedatangan kami H-10 pelaksanaan haji saat itu. Berbekal pengetahuan dari tempat bimbingan haji kami Multazam dan juga berbagai pengalaman yang disampaikan saudara dan sahabat yang pernah berhaji, kami merasa siap lahir batin. Terlebih dengan adanya bimbingan dari Kementerian Agama yang senantiasa memberikan pengarahan saat kita melaksanakan ibadah dan juga dalam kami beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan dan situasi yang baru.

Selama di Makkah, kami menempati hotel Maabdah yang berjarak sekitar 3 KM dari Masjidil Haram. Beruntungnya hotel kami menjadi titik awal berangkatnya bus yang akan mengantar kami ke masjid, sehingga kami senantiasa mendapatkan tempat duduk meski harus berdesakan dengan jamaah lainnya. Begitupun ketika pulang, kami turun tepat di depan hotel, jadi kami merasa sangat nyaman.

Pertama kali memasuki Masjidil Haram untuk melakukan tawaf Qudum dengan dipandu ketua rombongan dan pembimbing, hatiku sudah tidak tenang. Perasaan penasaran tentang Ka'bah tak bisa digambarkan dengan apapun, kubayangkan akan melihat sebuah Ka'bah yang luar biasa besarnya mengingat Ka'bah menjadi kiblat sholat bagi umat Islam sedunia. Namun ketika melihat Ka'bah pertama kalinya sambil berdoa aku merasa sungguh kaget, bukan takjub namun terkejut dan heran ternyata Ka'bah secara fisik tidak sesuai dengan yang kubayangka.

“Kok kecil ya,” kalimat itu sempat terucap dari bibirku. Saat kami mulai melakukan tawaf Qudum sambil melantunkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, hatiku seperti terkoyak, aku benar benar memaknai apa yang aku ucapkan, batinku bergejolak, ya Allah betapa maha segalanya Engkau, betapa kecil dan hinanya hamba.

Kebetulan atas izin-Nya, tawaf Qudum kami memang sangat nyaman karena belum banyak jamaah yang tiba di Mekah. Sholat 2 rakaat di depan maqom Ibrahim pun bisa kami laksanakan dengan sangat leluasa sehingga kami benar-benar serasa berhadapan langsung dengan Allah yang kubayangkan Allah berada di atas Ka'bah dan mengabulkan doa-doa kami saat memohon di depan maqom Ibrahim.

Kesaksian spiritual lain datang dari Khori Suhadaningsih, dalam kisahnya bertajuk Bukan Ibadah Biasa.

Semua insan yang pernah beribadah haji pasti tak akan melupakan ibadah terindah di tanah suci. Perjalanan yang akan terkenang sepanjang masa. Sungguh, ini merupakan ibadah yang spesial, ibadah yang luar biasa.

Mengingatnya membuat aku ingin melesat ke sana saat ini juga. Terbang ribuan mil dari tanah air menuju Makkah Madinah. Bagaimana tidak? Antrean panjang ke Raudoh, perjalanan tujuh kilo meter untuk melempar jumroh, wukuf di Arofah, perjalanan melewati ribuan manusia ketika menuju Mina dari Muzdalifah, menginap di Zamzam Tower, serta meninggalkan buah hati yang berumur 4,5 bulan adalah kenangan yang tak akan mungkin terlupakan dari ingatan. Pasti akan terpatri kuat dalam relung hati terdalam.

Baca Juga: Ibadah Kurban, antara Kesungguhan dan Batas Kemampuan

Tahun 2014 kami mendapat panggilan suci. Seharusnya aku berangkat besama suami dan kedua orang tuaku. Namun Allah berkehendak lain. Ada pemotongan jamaah jamaah karena pembangunan di Masjidil Haram. Sedangkan ibu mertuaku yang seharusnya berangkat tahun 2013, akhirnya bisa beribadah bersama kami. Tak hanya itu, kami berangkat bersama dua belas keluarga dari pihak suami. Allahu Akbar! Tak tergambar bahagia di wajah kami. Meskipun dari dua belas saudara itu, kami hanya berempat yang bisa menjadi satu regu. Namun demikian, tak mengurangi kebahagiaan kami.

Ketika mau berangkat, kegalauan muncul. Buah hati yang kami nanti selama sembilan tahun harus kami tinggalkan. Padahal usianya baru 4,5 bulan. Haru biru mewarnai hari. Bayi mungil itu akhirnya kami pasarahkan, dengan berharap penuh pada Allah SWT untuk menjaganya. Kutinggalkan dalam gendongan Ibu dengan linangan air mata. Namun aku selalu mengingat nasihat yang diberikan ibu, untuk mempercayakan buah hati kami kepada Ibu. Kata beliau, kalau aku terlalu memikirkan, bisa jadi anak malah ikut tidak tenang.

Sesampai di Madinah, kami segera menyesuaikan diri meskipun suasana begitu berbeda dengan di tanah air. Hotelku di Nabawi berada di sebelah tenggara masjid. Tiap berangkat dan pulang kami melewati Makam Baqi. Hari-hari di Madinah merupakan hari-hari yang penuh perjuangan. Jarak antara hotel dan Masjid Nabawi sejauh 2 KM. Wilayah ini berada di luar kesepakan yang seharusnya ditempati jamaah dari Indonesia. Akhirnya pada saat akan kembali ke tanah air, kami mendapat pengembalian uang 300 real.

Cuaca pun cukup terik, mencapai 41 derajad. Dengan kondisi tersebut, kami memang harus benar-benar menjaga kesehatan. Untuk menghemat tenaga kami akhirnya hanya pulang ke hotel selepas salat dhuha dan selepas isyak. Masih terasa, ketika salat duhur di luar pagar pelataran Masjid Nabawi, terik menyengat.

Kegiatan selama wukuf di Arofah tak kalah berkesan. Inilah puncaknya haji. Kebetulan tahun itu wukuf pada hari Jumat. Banyak yang menyebut ini merupakan haji akbar. Kita berada di sana dari siang hingga mentari tenggelam. Ketika mentari tenggelam, kami menghadap kiblat seraya berdoa. Tetes-tetes bening tak kuasa kami tahan. Sesenggukan, berderai air mata di pipi.

Setalah wukuf di Arofah, kita bermalam di Muzdalifah. Memanjatkan doa di alam terbuka tanpa atap dan sekat ruangan. Perjalanan dari Muzdalifah ke Mina aku melihat begitu banyak manusia berpakaian putih. Masya Allah, aku membayangkan, seperti inilah manusia besok dikumpulkan di padang Mahsyar. Jutaan manusia berada dalam satu tempat. Sepanjang jalan menuju Mina pun demikian, penuh dengan manusia yang berjalan kaki.

Tenda kami selama di Mina lumayan jauh, sekitar 7 km. Jalan kaki untuk melempar jumroh memerlukan keselarasan fisik dan batin. Jauh dan berdesakan harus dijalani dengan ikhlas. Sepanjang jalan menuju lempar jamarot banyak kita lihat orang-orang berada di tebing-tebing, orang menyebutnya haji koboi. Askar laki-laki begitu suka ketika kami semprot pakai botol sprai yang kami gunakan untuk menyemprot wajah jika terasa penat.

Alhamdulillah kami merasakan cuaca yang bersahabat. Ketika towaf pun terasa nyaman. Hanya memang kita harus tetap waspada karena situasi demikian padat. Tangan kami selalu bergandengan untuk saling menguatkan. Saat sa'i, kita akan merasakan lantai yang begitu dingin. Ketika kita berlai-lari, kita tidak akan merasa gerah. Sungguh, nikmat yang tiada tara. Ini merupakan karuani Allah yang tiada terkira.

Satu lagi kenangan yang ingin kuceritakan. Kenangan yang tak mungkin kuulang di dunia, karena bulikku sudah berpulang ke pangkuan Allah SWT. Waktu itu, Bulik Tugiyem, adiknya ibu menginap di Zamzam Tower beserta Om Musiran, suaminya.

Zamzam Tower yang merupakan menara tertinggi di Mekah ini menjadi bagian dari Abraj Albait. Zamzam tower merupakan salah satu ikon kota Makkah. Gedung ini terlihat dari berbagai penjuru kota. Aku dan suami sempat tidur semalam di sana. Kami bisa melihat dari kamar di lantai 54 indahnya Masjidil Haram. Semoga kesempatan menginap di sana bisa terulang lagi, mengingat biaya menginap di sini tak bisa dikatakan murah. (Ambarsih, dkk, Bramma Aji Putra [Editor] 2020:103-105 dan 111-117).

Dimensi Sosial, Spiritual

Pada hakikatnya, ibadah haji adalah evolusi manusia menuju Allah. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Asep Dadan Muhanda)
Pada hakikatnya, ibadah haji adalah evolusi manusia menuju Allah. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Asep Dadan Muhanda)

Dalam buku Merawat haji Mabrur Makna Spiritual dijelaskan haji adalah momen pembersihan diri (spiritual rebirth), dimana jamaah kembali dalam keadaan suci seperti bayi yang baru lahir sehingga jemaah haji menjadi pribadi yang lebih baik setelah pulang ke tanah air. Ibadah haji menjadi momen untuk membangun dan mengubah karakter Jemaah haji mencapai tingkat akhlak al-karimah yang disebut dengan kemabruran.

Dampak positif haji mabrur bukan hanya pada diri yang bersangkutan, tetapi juga di dalam masyarakat luas. Haji mabrur dapat menjadi kader yang handal di dalam menyelesaikan berbagai problem masyarakat dan bangsa.

Dengan demikian, perwujudan haji mabrur patut diperjuangkan semua pihak. "... Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam". (QS. al-An'am:6:162).

Diharapkan dengan penunaian haji (umrah) kita sudah menyimpan memori simbolik berupa suasana batin, yaitu bagaimana rasanya kita hadir dan tersungkur di Baitullah, di depan Ka'bah, seolah-olah kita berada di sebuah alam yang amat lain dengan alam syahadah yang selama ini menyelimuti diri kita.

Sungguhpun di sana kita berdesak-desakan karena begitu padatnya umat Islam di sana, tetapi pada saat yang bersamaan kita juga merasakan kelapangan dada untuk mengerti sekaligus memaafkan semuanya. Sungguhpun ada diantara mereka yang betul-betul menyenggol dan menyakiti badan tetapi terasa tidak ada dendam dan amarah. Ini menggambarkan saat orang sedang ber-tawajjuh dengan Tuhannya semuanya terasa lapang dan tidak ada ganjalan dan sumbatan.

Karena itu, sebelum kita menuju ke hadapan Baitullah terlebih dahulu kita menanggalkan simbol-simbol keduniaan dan alam syahadah kita berupa pakaian dan atribut sosial-budaya kita. Yang tersisa hanya uniform ihram yang melekat di badan berupa kain putih polos. Ini juga melambangkan bahwa siapapun yang ingin mencapai puncak tawajjuh ia juga harus menanggalkan atribut keduniawian yang menghijab dirinya selama ini.

Jika segalanya sudah terlepas dan kita seperti "telanjang" di hadapan Tuhan, maka kita dengan mudah juga akan ber-tawajjuh dan menyaksikan-Nya di mana pun kita berada melalui maujud dalam mana la memediakan dirinya. Inilah yang dimaksud dalam ayat: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2:115).

Suasana batin yang seperti inilah membuat seseorang sering mengucapkan ungkapan, misalnya "Ka'bah itu ada di dahi kita". Bagi orang awam dan asing dengan makna simbolis, sulit menerima pernyataan tersebut karena segalanya akan diukur dengan logika atau legal formal. Akan tetapi orang-orang yang diberi kemuliaan Allah dalam wujud kesadaran spiritual tingkat tinggi, istilah-istilah seperti itu, bahkan lebih dari itu, bisa ia maklumi. Mereka sadar bahwa Allah Swt itu serba meliputi (al-Muhith), tidak bisa kita bicara apapun tanpa melibatkan atau mengaitkan Tuhan di dalamnya.

Salah satu makna spiritual ibadah haji ialah melatih batin kita untuk mengerti, memahami, dan menghayati makna tersirat di balik segala sesuatu yang tersurat. Sehubungan dengan ini, menarik untuk dihayati lebih dalam firman Allah Swt:

"Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar se-suatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (Q.S. al- Baqarah/2:149).

Simbol-simbol haji (umrah) memiliki makna yang berlapis-lapis. Pemahaman atas makna ini akan menghadirkan suasana sakralisasi haji. Unsur sakralitas haji dapat dengan mudah terlihat pada pengamalan rukun haji seperti berpakaian ihram menuju padang Arafah untuk melaksanakan wuquf. Di sana kita mengakui persamaan diri dengan orang lain dan sekaligus menyatakan secara jujur akan segala kelemahan diri.

Saat bermalam di Muzdalifah sambil memungut batu-batu kecil untuk persiapan keesokan harinya untuk melempar jumrah. Setelah itu dilanjutkan dengan thawaf dan sa'i di Masjid.

Haji sebagai lambang drama kosmik, yang menceritakan jatuhnya nenek moyang kita Adam dari surga kenikmatan ke bumi penderitaan. Haji adalah miniatur Al-Qur'an, yang melukiskan darma kosmik, hubungan antara alam semesta (makrokosmos) dan anak manusia (mikrokosmos). Haji merupakan drama kosmik yang menceritakan hubungan interaktif antara alam semesta, manusia dan makhuk spiritual, seperti malaikat, jin, dan setan.

Baca Juga: Mirip Bentuk Tanda Baca Apostrof dan Petik Tunggal, Gunanya Ternyata Beda

Pertunjukan drama kosmik diperankan oleh malaikat, jin, syetan, manusia, dan binatang dengan mengambil lokasi Arasy, Baitul Ma'mur, bumi, alam barzakh, surga, dan neraka. Sedangkan yang bertindak sebagai pemeran utama ialah Adam, Hawa, Ibrahim, Ismail, dan Iblis. Yang bertindak sebagai Sutradara tidak lain adalah Allah Swt. Di sana, Iblis sebagai aktor paling berpengaruh. (Kemenag RI Ditjen PHU, 2025:1-13).

Dengan demikian, Ibadah haji menjadi lambang persatuan bagi seluruh umat Islam, tanpa memedulikan asal negara, warna kulit, mazhab yang dianut, dan kekayaan. Saat ibadah haji kita hanya memakai selembar kain putih tanpa jahitan.

Mari kita maknai ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik menuju Tanah Suci Mekah, tetapi sebagai puncak kepasrahan spiritual, wujud ketaatan total, dan komitmen keimanan seorang hamba yang bersimpuh dengan penuh kerendahan, ketundukan, berserah diri di hadapan Baitullah. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Ibn Ghifarie
Tentang Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 23 Jul 2025, 19:57 WIB

Kisah dr. Ade Sari Nauli Sitorus dalam Merawat Harapan Lewat Bedah Plastik

Perjalanan dr. Ade menuju dunia bedah plastik dimulai dari sebuah pengalaman emosional dalam kegiatan bakti sosial di daerah Karawang.
Perjalanan dr. Ade menuju dunia bedah plastik dimulai dari sebuah pengalaman emosional dalam kegiatan bakti sosial di daerah Karawang. (Sumber: Ist)
Ayo Biz 23 Jul 2025, 19:14 WIB

Dari PHK ke Pasar Global, Perjalanan Inspiratif Keripik Tempe Kahla

Di balik setiap camilan garing dan gurih Keripik Tempe Kahla, ada cerita tentang jatuh-bangun, tekad, dan cinta dua insan yang menolak takdir untuk menyerah.
Handry Wahyudi dan Vivi Hervianty, pemilik produk UMKM Keripik Tempe Kahla. (Sumber: Instagram @keripiktempekahla)
Ayo Jelajah 23 Jul 2025, 17:25 WIB

Sejarah Pecinan di Bandung Bukan Hanya Kawasan, Tapi Simbol Penindasan Zaman Belanda

Komunitas Tionghoa di Bandung dibatasi lewat peraturan kolonial yang menyasar ruang, ekonomi, hingga budaya.
Susasana kawasan Pecinan zaman Belanda, kemungkinan di Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Jelajah 23 Jul 2025, 17:10 WIB

Hikayat Pembunuhan Subang yang Bikin Geger, Baru Terungkap Setelah 2 Tahun

Kasus ibu dan anak di Subang jadi misteri kelam yang baru terkuak dua tahun kemudian, saat keponakan korban menyerahkan diri.
Olah TKP kasus pembunuhan Subang. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 23 Jul 2025, 13:42 WIB

Cara Unik Persib Perkenalkan Pemain Baru! Real Madrid, MU, dan Liverpool pun Gak Kepikiran

Bila kita perhatikan, cara-cara unik Persib dalam memperkenalkan para pemain barunya belum pernah dilakukan oleh klub-klub elit di belahan dunia manapun.
Persib umumkan rekrut Al Hamra Hehanussa (Sumber: AyoPersib | Foto: Arif Rahman)
Ayo Netizen 23 Jul 2025, 12:27 WIB

Bandung 'Geulis' tapi Takut Hujan

Bandung bisa terus geulis tanpa takut hujan. Tapi, itu hanya mungkin kalau kita semua serius menata ulang kota ini.
Banjir cileuncang di salah satu ruas jalan di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 23 Jul 2025, 11:36 WIB

Melabuhkan Asa di Warung Kopi Purnama, Kedai Legendaris dari 1930

Di tegah ramainya kafe modern, sebuah kedai kopi klasik tetap berdiri di jantung Kota Bandung, Warung Kopi Purnama. Berlokasi di Jalan Alkateri No. 22, tempat ini jadi salah satu jugjugan destinasi ku
Warung Kopi Purnama (Foto: GMAPS)
Beranda 23 Jul 2025, 10:39 WIB

Misi Mulia Sekolah Rakyat Justru Menyisakan Duka bagi SLBN A Pajajaran yang Kehilangan Ruang Belajar

Padahal sekolah khusus pelajar disabilitas ini kekurangan ruang kelas sejak lama. Kondisinya diperparah dengan perubahan fungsi satu gedung tersebut.
Tulisan SLBN A Pajajaran yang tampak tak terurus. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Biz 23 Jul 2025, 10:20 WIB

Pemuda Express: Ojek Online Syariah yang Jadi Andalan Warga Bandung Selatan

Pemuda Express mungkin sudah ramah di telinga warga Banjaran dan sekitarnya. Platform layanan ojek online ini cukup unik karena beroperasi berlandaskan prinsip syariah.
Ojek Online Pemuda Express (Foto: IG Pemuda Express)
Ayo Netizen 23 Jul 2025, 09:08 WIB

Ketika Persib Pertama Kalinya Cicipi Laga 90 Menit

Persib Bandung untuk pertama kalinya merasakan laga berdurasi internasional 2 X 45 menit saat melawan tim luar negeri yang bertamu di Jakarta.
Pemain Persib Bandung berfoto bersama wasit Sarim sebelum bertanding melawan Yugoslavia. (Sumber: Olahraga | Foto: ENIM)
Ayo Netizen 23 Jul 2025, 05:11 WIB

Komunikasi Gubernur Jabar vs Wali Kota Bandung: Kebijakan Tak Lagi Satu Arah?

Sebulan terakhir, komunikasi publik Gubernur Jabar KDM dan Walikota Bandung M. Farhan tak lagi sama sauyunan seperti sebelumnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan. (Sumber: Humas Pemrov Jabar dan Kota Bandung)
Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 18:49 WIB

Riwayat Sentra Bengkel Patah Tulang Citapen, Warisan Dua Sahabat yang Jadi Legenda

Citapen dikenal sebagai sentra bengkel patah tulang. Warisan dua sahabat ini kini jadi legenda pengobatan tradisional di Bandung Barat.
Plang bengkel patah tulang yang menjadi tanda masuk ke kawasan sentra bengkel patah tulang di Citapen. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 18:27 WIB

Kopi Tatakan, Tradisi Aceh yang Mengalir ke Braga dan Menghidupkan Bisnis Kafe Lokal

Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi.
Di antara deretan bangunan bersejarah di Jalan Braga, Bandung, sebuah kafe mungil bernama Myloc menyuguhkan kejutan budaya dalam secangkir kopi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 18:02 WIB

Kita Mulai Lupa Kosakata Arkais, Tak Lagi Suka Berpuitis

Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu.
Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:59 WIB

Bolen Krisnasari, Bukti Hasil yang Tak Menghianati Proses dan Perjuangan

Di sudut Kecamatan Bojongloa Kaler, tepatnya di Jalan Babakan Irigasi, terdapat sebuah toko kue Krisnasari.
Bolen Krisnasari Bandung (Foto: ist)
Beranda 22 Jul 2025, 16:23 WIB

Usai Didemo Pengusaha Jasa Wisata, Gubernur Dedi Mulyadi Tetap Kukuh Larang Studi Tur Sekolah

Ia menyebut keputusan tersebut diambil demi melindungi masyarakat, khususnya kalangan ekonomi kecil, dari beban biaya di luar kebutuhan pendidikan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 16:22 WIB

Dari Dapur Cinta Menjadi Jejak Rasa Nusantara, Kisah di Balik Sambal Nagih

Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan.
Sambal Nagih, yang bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi refleksi dari semangat pasangan muda yang menjadikan dapur rumah sebagai titik mula perubahan. (Sumber: Sambal Nagih)
Ayo Jelajah 22 Jul 2025, 14:40 WIB

Sejarah Dago, Hutan Bandung yang Berubah jadi Kawasan Elit Belanda Era Kolonial

Kawasan Dago awalnya hutan rimba, kini dipenuhi kafe dan ruko. Sejarahnya berliku sejak era kolonial Belanda hingga sekarang.
Orang Eropa berjalan di Jalan Dago tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 22 Jul 2025, 14:11 WIB

Menggali Identitas Fashion Muslim Lokal, Kisah Tiga Brand yang Tumbuh Bersama Semangat UMKM

Di tengah maraknya industri fashion global, jenama-jenama lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat.
Di tengah maraknya industri fashion global, brand-brand lokal Indonesia terus menunjukkan daya saing yang tak kalah kuat. (Sumber: Radwah)
Ayo Netizen 22 Jul 2025, 13:27 WIB

Mewujudkan Masa Depan Pembelajaran ASN dengan Integrasi SERVQUAL

Transformasi pembelajaran ASN tak bisa ditunda. Corpu LAN hadir sebagai ekosistem strategis dengan SERVQUAL.
Ilustrasi ASN. (Sumber: menpan.go.id)