AYOBANDUNG.ID -- Di balik setiap camilan garing dan gurih Keripik Tempe Kahla, ada cerita tentang jatuh-bangun, tekad, dan cinta dua insan yang menolak takdir untuk menyerah.
Handry Wahyudi dan Vivi Hervianty bukanlah pengusaha yang lahir dari kemewahan, mereka adalah pasangan yang disatukan oleh PHK, lalu melaju bersama dalam bisnis berbasis cita rasa dan keberkahan.
Tahun 2007 menjadi titik balik kehidupan Handry. Pria yang kala itu bekerja sebagai kontraktor proyek di Jakarta, harus menerima kenyataan pahit: pemutusan hubungan kerja.
“Nggak pernah kepikiran buat jadi pengusaha keripik tempe,” tutur Handry mengenang.
Bersama Vivi, sang istri, mereka pindah ke Sukabumi dengan harapan menemukan pekerjaan baru. Tapi harapan itu pupus oleh kenyataan: lapangan kerja terbatas, mimpi terhambat.
Handry sempat menjadi tim pemasaran rokok di pelosok-pelosok pedesaan. Meski pekerjaan itu memberinya pemasukan, rasa jenuh mengendap seiring waktu. “Saya capek kerja buat orang lain,” aku Handry.
Kondisi serupa dialami Vivi, yang telah lebih dulu kehilangan pekerjaannya. Mereka tahu, sudah waktunya membangun sesuatu yang menjadi milik mereka sendiri.

Pada 2014, lahirlah usaha keripik tempe, sebuah langkah penuh nekat, namun berakar pada pemahaman mendalam akan budaya.
Vivi menyoroti stigma negatif terhadap tempe. Dia menyadari, selama ini di mata masyarakat, tempe hanya memiliki konotasi sebagai makanan khas Indonesia.
"Saya ingin mengubah dan menjadikannya camilan sehat berkelas, tidak hanya di pasar lokal, namun mampu melanglang buana menembus pasar global,” ungkap Vivi.
Lantaran tempe sering dianggap ‘makanan orang bawah’, lewat keripik tempe, Vivi dan Handry ingin mengangkat harkat tempe menjadi produk yang membanggakan.
“Makanya saya berkreasi, biar tempe dikenal lebih luas,” imbuh Vivi.
Keripik tempe yang mereka buat perlahan mulai diterima oleh lidah masyarakat. Dengan rasa yang khas dan daya tahan produk yang lebih lama dibanding tempe basah, Kahla mulai menembus pasar ekspor sejak 2016 melalui jejaring teman dan kerabat.
Kini, merek Kahla dapat ditemukan di berbagai negara, termasuk Thailand, Malaysia, Kanada, New Zealand, Korea Selatan, Australia, bahkan Arab Saudi.
Debut ekspor pertamanya pada Februari 2025 bahkan mengesankan. Sebanyak 1.200 boks atau 28.728 pcs keripik tempe senilai Rp269 juta sukses dikirim ke Arab Saudi.
“Perjalanan panjang dan banyak tantangannya, sampai bisa sebesar ini,” ungkap Handry.
Kahla bukan sekadar tentang produk, jenama ini adalah wujud pemberdayaan. CV Kahla Global Persada kini mempekerjakan 15 pegawai dengan kapasitas produksi 31.000 bungkus per bulan.
Yang istimewa, banyak karyawan laki-laki direkrut dari desa sekitar, di mana peluang kerja bagi pria jauh lebih sempit dibanding perempuan, khususnya karena dominasi industri garmen.
“Saya senang bisa memberdayakan masyarakat sekitar juga dari keripik tempe,” kata Vivi.

Bagi mereka, usaha ini adalah cara menyebar berkah. Nama Kahla sendiri berasal dari akronim “berKAH LAngit” yang diartikan sebagai doa yang mereka rangkum dalam satu kata penuh harapan.
Dedikasi mereka berbuah penghargaan demi penghargaan. Tahun 2016, Kahla meraih gelar Wirausaha Baru Terinspiratif tingkat Provinsi Jawa Barat. Tahun 2020, Vivi dinobatkan sebagai Top One UB Women Indonesia oleh badan PBB yang berfokus pada kesetaraan gender.
Tak berhenti di sana, tahun 2022 mereka mendapat predikat Top One Juragan dari program reality bisnis di televisi swasta nasional. Dan pada 2023, Kahla ditetapkan sebagai UKM terbaik Kabupaten Sukabumi.
Informasi produk UMKM Keripik Tempe Kahla:
Instagram: https://www.instagram.com/keripiktempekahla
Link pembelian Keripik Tempe Kahla: