Eksploitasi Sumber Daya Alam, Sebuah Pilihan Sulit di Tengah Ekologi Sosial

Willfridus Demetrius Siga
Ditulis oleh Willfridus Demetrius Siga diterbitkan Senin 16 Jun 2025, 15:34 WIB
Ilustrasi eksploitasi sumber daya alam. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)

Ilustrasi eksploitasi sumber daya alam. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)

Eksploitasi alam selalu punya dampak merusak karena ada kehidupan yang diambil, dibuang, bahkan dipaksa untuk mati.  Sudah lama kita telah meyakini apa yang disebut sebagai saintisme kearifan lokal. Kepercayaan berlebih terhadap sains sebagai satu-satunya sumber kebenaran.

Dalam banyak kasus, hal itu telah menciptakan bentuk baru dari monopoli pengetahuan dan teknologi yang seringkali mengabaikan nilai-nilai budaya lokal dan spiritualitas masyarakat. Bentuk yang sedang dipertontonkan kepada kita saat ini adalah saintisme yang terinstitusionalisasi melalui kebijakan yang mereduksi kearifan lokal dalam pengelolaan pangan, energi, dan lingkungan.

Timothy Morton (1968 – sekarang), seorang filsuf kontemporer asal Inggris mengembangkan konsep dark ecology (2016). Konsep dark ecology mengkritik pendekatan “ekologi cerah” (bright green ecology) yang menyederhanakan masalah lingkungan menjadi proyek teknologi ramah lingkungan sebagai sebuah solusi atas krisis iklim, polusi, dan kehancuran ekosistem atau habitat. Morton mengajak kita untuk tidak menyangkal keterlibatan kita dalam kerusakan ekologis, dan justru menjadikan kesadaran bahwa kita dan alam adalah satu (koeksistensi).

Faktanya, sebagian besar masyarakat dengan mudah terjebak ke dalam euforia technopoly (Neil Postman, 1931-2003) yang sering kali mengeksploitasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan konsumtif atau industri tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem. Meskipun dapat membawa banyak manfaat, teknologi juga dapat menjadi penghambat bagi pemahaman ekologis yang lebih dalam.

Misalnya, pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produksi dengan mengabaikan dampak ekologis yang dihasilkan oleh proses produksi, seperti polusi, penggunaan sumber daya alam yang berlebihan, dan kerusakan lingkungan. Dalam konteks ini, teknologi tidak digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, tetapi lebih untuk mempercepat laju konsumsi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan.

Arne Naess (1912–2009), filsuf Norwegia menyebutnya dengan deep ecology sebuah bentuk penekanan pada nilai intrinsik alam (aku dan alam adalah setara). Pandangannya bertentangan dengan ekologi shallow (dangkal), yang lebih mengutamakan pemanfaatan sumber daya alam untuk kebutuhan manusia yang seringkali tidak memperhatikan kelangsungan hidup jangka panjang ekosistem itu sendiri. Hal senada juga diutarakan oleh Rob Nixon (1954 – sekarang), kritikus budaya dan penulis asal Amerika yang dikenal atas pemikirannya tentang slow violence (kekerasan lambat), sebuah konsep untuk menggambarkan krisis lingkungan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama dan tidak terlihat secara langsung oleh masyarakat luas.

Dalam bukunya yang berjudul Slow Violence and the Environmentalism of the Poor (2011), Nixon menjelaskan bagaimana krisis lingkungan, seperti perubahan iklim, polusi, deforestasi, dan kerusakan ekosistem, berlangsung secara lambat dan sering kali tidak dapat segera dirasakan dampaknya, meskipun konsekuensinya sangat besar.

Konteks eksploitasi sumber daya alam (lingkungan hutan, tanah, laut dan ekosistemnya) memunculkan pertanyaan, mengapa potensi sumber daya alam ada di hampir seluruh pulau di Nuasantara? Selain alasan alamiah dan ilmiah seperti dikelilingi oleh cincin api (ring of fire), sebagian besar pulau masih masuk dalam kawasan non-industri dimana masyarakat masih mengandalkan lapangan kerja pada sektor tradisional seperti pertanian, peternakan dan perikanan. Tentunya hal ini sangat terkait erat dengan dampaknya terhadap penduduk miskin, angka kemiskinan, dan Indeks Pembangunan Manusia.

Baca Juga: Transformasi Minyak Jelantah Jadi Biodiesel, Solusi Berkelanjutan untuk Energi Ramah Lingkungan

Selain itu, salah satu niatan dari eksploitasi sumber daya alam juga mengarah pada sebuah idealisme besar yaitu pengentasan kemiskinan. Kita seolah sangat yakin, bahwa kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan akan selesai urusannnya dengan mengeksploitasi alam. Dengan mengeskploitasi alam pembangunan akan merata dan mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi atas nama “kesejahteraan dan keadilan”.

Pada titik ini, kita dihadapkan dengan pilihan yang sulit: mau tetap nyaman dengan kemiskinan atau mau keluar dari kondisi itu? Mau tetap terbelakang, tertinggal, atau menjadi populer karena mengeksploitasi sumber daya alam secara serampangan? Salah satu prinsip utama deep ecology yang digagas oleh  Arne Naess (1912–2009) adalah bahwa keseimbangan ekologis yang mencakup kelestarian spesies, ekosistem, dan proses alam memiliki nilai yang lebih tinggi daripada sekadar memaksimalkan keuntungan ekonomi. Keharmonisan alam harus dijaga karena itu adalah bagian dari kehidupan yang berharga, bukan semata-mata karena manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan dari sumber daya alam.

Tanpa menjaga keseimbangan ekologis, keuntungan ekonomi pun tidak akan dapat bertahan lama, karena kerusakan lingkungan akan membatasi kemampuan untuk memperoleh sumber daya tersebut. Keseimbangan ekologis, yang mencakup keseimbangan antara spesies, keanekaragaman hayati, kualitas udara, air, dan kelestarian sumber daya alam, tetap menjadi prioritas utama. Ekosistem yang sehat adalah dasar untuk kelangsungan hidup kita. Oleh karena itu, merawat keseimbangan ekologis adalah kewajiban dan tanggung moral terhadap alam.

Eksploitasi alam itu selalu punya dampak merusak karena ada kehidupan yang diambil, dibuang bahkan dipaksa untuk mati. (Sumber: Pexels/Vlad Chețan)
Eksploitasi alam itu selalu punya dampak merusak karena ada kehidupan yang diambil, dibuang bahkan dipaksa untuk mati. (Sumber: Pexels/Vlad Chețan)

Apa yang perlu kita lakukan? Perlu kolaborasi konkret penerapan kebijakan dan praktik yang berfokus pada keberlanjutan. Hal ini terkait pengurangan konsumsi, penggunaan energi yang lebih efisien, dan pencarian alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk menggantikan teknologi yang merusak lingkungan. Apabila eksplotasi sumber daya alam secara analisis dampak lingkungan lebih banyak merusak, kita masih memiliki potensi alam lain yang lebih ramah pemanfaatanya, seperti energi termal surya dan energi gelombang laut yang bisa saja secara hitung-hitungan bisnis tidak menguntungkan korporasi.

Eksploitasi sumber daya alam juga otomatis akan merusak estetika dan keindahan alam Indonesia. Kegiatan penambangan di daerah pariwisata, cagar budaya, hutan konservasi menguatkan cara kita berpikir bahwa kegiatan tambang jauh lebih menguntungkan ketimbang pariwisata premium karena konsistensi kita mempertahankan orisinalitas dan kearifan lokal. Dengan demikian, keseimbangan ekologis harus menjadi dasar dari kebijakan ekonomi, bukan semata alasan pertumbuhan ekonomi.

Sependapat dengan pandangan Murray Bookchin (1921–2006) seorang teoritikus sosial Amerika, bahwa merusak alam adalah proyeksi bagaimana manusia saling menindas. Konsep ekologi sosial menekankan perlunya rekonstruksi sosial secara ekologis, sebuah ajakan untuk rekonstruksi sosial melalui jalur-jalur ekologis. Ia menegaskan bahwa memperbaiki krisis ekologis harus dilakukan melalui perubahan struktural masyarakat, bukan sekadar etika individu.

Solusinya adalah “tindakan kolektif dan gerakan sosial besar” yang menantang sumber sosial krisis ekologis. Bentuk konkretnya adalah bukan soal sebatas perang wacana tetapi membangun kesadaran bersama bahwa teknologi (yang tentunya mendukung pertumbuhan ekonomi) harus dirancang, dikontrol, dan dikelola secara demokratis melalui struktur yang terdesentralisasi dan partisipatif dengan wajib memprioritaskan kebaikan bersama (bonum commune) dan kelestarian ekosistem alam.

Partisipasi masyarakat tidak hanya bergerak menolak segala bentuk eksploitasi alam, tetapi juga perlu alternatif lain untuk menciptakan sektor-sektor ekonomi baru yang tepat guna dan berpihak pada rakyat. Jika memang intensinya adalah untuk pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan maka fokus kita bukan hanya pada eksplotasi sumber daya alam saja tetapi juga pada pengembagan sektor ekonomi riil seperti penguatan UMKM, pemenuhan infrastruktur transportasi, peningkatan daya saing lokal, dan pengembangan sektor industri pengolahan dan jasa yang maksimal.

Pendekatan dan pengembangan ini bisa dimotori oleh semua pemangku kepentingan dengan mengusung konsep inovasi hexa helix yang mengintegrasikan unsur Academic, business/industry, government, community, sosial environment (media), dan UMKM dalam skema kolaborasi yang berkelanjutan.

Baca Juga: Entrok: Representasi Perempuan, Pendidikan, dan Masa Kelam Orde Baru

Bagian terakhir tulisan ini, menaruh perhatian lebih pada peran perempuan. Vandana Shiva (1952 – sekarang) ilmuwan, aktivis ekologi, dan feminis asal India Shiva mempopulerkan konsep ecofeminism dan pentingnya menghubungkan kearifan lokal dalam upaya menjaga keberlanjutan alam. Korporatisasi pangan merupakan bentuk penjajahan baru (neo-colonialism) yang mengancam kedaulatan benih, keanekaragaman hayati, dan kedaulatan pangan lokal yang berdampak pada kemiskinan petani kecil, terutama perempuan petani, yang kehilangan kontrol atas proses produksi dan distribusi pangan.

Eksploitasi alam melalui melalui berbagai bentuk proyek yang merusak juga tentunya mengancam ketahanan pangan secara nasional. Peran perempuan petani menjadi penting sebagai garda terdepan ketahanan pangan sejak mempersiapkan lahan pertanian, panen, dan mengelola hasil pangan untuk kepentingan domestik (rumah tangga). Maka suara dan peran mereka diperlukan demi keberlanjutan untuk menentukan sendiri sistem pangan dan pertaniannya. 

Para perempuan hadir untuk mengingatkan soal ancaman globalisasi pangan yang membuat komunitas lokal kehilangan kendali atas produksi, konsumsi, dan distribusi makanan mereka sendiri (konsep food-feminisme). Kita tentunya berharap dengan cara-cara ini struktur sosial dapat diubah menuju masyarakat yang lebih demokratis, egaliter, dan ekologis. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Willfridus Demetrius Siga
Dosen yang akrab disapa Willy memulai karirnya sejak tahun 2014 di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Aktif dalam riset, pengabdian, dan penulis.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 03 Nov 2025, 20:51 WIB

Tawas, Bahan Sederhana dengan Khasiat Luar Biasa untuk Atasi Bau Badan

Si bening sederhana bernama tawas punya manfaat luar biasa.
Sejak lama, tawas digunakan dalam berbagai keperluan. (Sumber: Wikimedia Commons/Maxim Bilovitskiy)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 19:47 WIB

Fesyen sebagai Cerminan Kepribadian: Lebih dari Sekadar Gaya

Fashion tidak hanya berbicara tentang pakaian yang indah atau tren terkini, tetapi juga menjadi cara seseorang mengekspresikan diri.
Setiap pilihan busana, warna, hingga aksesori yang dikenakan seseorang menyimpan cerita tentang siapa dirinya (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:40 WIB

Tempo vs Menteri Pertanian, AJI Tegaskan Sengketa Pers Bukan Urusan Pengadilan

Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:24 WIB

Pusat Perbelanjaan Bandung di Era Digital, Bertahan atau Bertransformasi?

Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis.
Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:54 WIB

Sejarah Flyover Pasupati Bandung, Gagasan Kolonial yang Dieksekusi Setelah Reformasi

Flyover Pasupati Bandung menyimpan sejarah panjang, dari ide Thomas Karsten di era kolonial hingga menjadi simbol kemajuan urban modern Jawa Barat.
Flyover Pasupati Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:39 WIB

Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Sejarah amukan lumpur Lapindo telan 16 desa dan 60 ribu jiwa, tapi yang tenggelam bukan cuma rumah, juga nurani dan keadilan negeri ini.
Lumpur Lapindo. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 17:54 WIB

Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying), Siswa SMAN 25 Bandung Diajak Lebih Bijak di Dunia Digital

Mahasiswa Telkom University mengedukasi siswa SMAN 25 Bandung tentang bahaya cyberbullying melalui kegiatan sosialisasi dan diskusi interaktif.
Dokumentasi Pribadi, sosialisasi "Perundungan Dunia Maya (cyberbullying)" SMAN 25 Bandung, 27 oktober 2025.
Ayo Biz 03 Nov 2025, 16:56 WIB

Fesyen Sunda dan Anak Muda Bandung: Warisan atau Wawasan yang Tergerus?

Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan.
[ilustrasi]Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 15:41 WIB

Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan.
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 14:56 WIB

Milenial dan Generasi Z Tak Lagi Beli Barang, Mereka Beli Nilai

Di tangan generasi milenial dan Gen Z, konsep Keberlanjutan menjelma menjadi gaya hidup yang menuntut transparansi, nilai, dan tanggung jawab sosial.
Produk upcycle, yang mengolah limbah menjadi barang bernilai, kini menjadi simbol perubahan yang digerakkan oleh kesadaran kolektif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:46 WIB

‘Galgah’, Antonim Baru dari ‘Haus’ yang Resmi Masuk KBBI

Kata baru “galgah” sedang jadi sorotan warganet!
Kata "galgah" menunjukkan seseorang sudah tidak lagi haus. (Sumber: Pexels/Karola G)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:10 WIB

Cahaya di Tengah Luka: Ketulusan Ibu Timothy Anugerah yang Mengampuni dan Merangkul

Kehilangan seorang anak adalah duka yang tak terbayangkan. Namun, Ibu dari almarhum Timothy Anugerah memilih jalan yang tak biasa.
Ketulusan hati ibu Timothy Anugerah (Sumber: https://share.google/StTZP2teeh7VKZtTl)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 13:15 WIB

Diskusi Buku 'Berani Tidak Disukai' bersama Salman Reading Corner

Membaca adalah cara kita untuk menyelami pemikiran orang lain. Sementara berdiskusi adalah cara kita mengetahui berbagai macam perspektif.
Diskusi Buku Bersama Salman Reading Corner, Sabtu, 01 November 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 11:32 WIB

Menyalakan Kembali Lentera Peradaban

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah.
Lentera dengan karya seni Islam. (Sumber: Pexels/Ahmed Aqtai)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 10:01 WIB

Perutku, Makanan, dan Rasa Lapar yang Sia-sia

Perut adalah salah satu inti kehidupan manusia. Dari sanalah segalanya bermula, dan juga sering berakhir.
Para pengungsi. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 08:12 WIB

Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah

Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata.
Ilustrasi Meninggal karena kelaparan (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 20:37 WIB

Mengapa Tidur Cukup Sangat Penting? Begini Cara Mencapainya

Sering begadang? Hati-hati, kurang tidur bisa merusak kesehatan tubuh dan pikiranmu!
Ilustrasi tidur. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 17:53 WIB

Inspirasi Sosok yang Teguh Mengabdi di Cipadung Wetan

Sosok lurah di Cipadung Wetan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Lurah Cipadung Wetan, Bapak Tarsujono S. Sos, M,. M,. (Sumber: Mila Aulia / dok. pribadi | Foto: Mila Aulia)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)