AYOBANDUNG.ID -- Di tengah hiruk-pikuk modernitas, sebuah toko kecil di Simpang Lima, Bandung, tetap berdiri kokoh sebagai penjaga warisan simbol perjuangan bangsa, yaitu Peci M Iming.
Sejak 1918, peci beludru hitam yang kini kerap dijuluki 'Peci Soekarno' itu tak sekadar penutup kepala.
Peci ini menjelma menjadi simbol solidaritas, kesetaraan, dan perjuangan yang berakar kuat dalam sejarah Indonesia.
Jika dulu, peci hitam identik dengan keislaman dan maskulinitas. Namun di tangan Ir. Soekarno, peci mengalami transformasi makna.
Ia mengangkat peci sebagai identitas nasional yang melampaui sekat agama dan budaya. Peci menjadi lambang persatuan rakyat Indonesia, dari pejabat hingga rakyat biasa, dari ulama hingga nasionalis sekuler.
'Peci Soekarno' bukan hanya gaya pribadi sang proklamator, tetapi simbol ideologis yang memadukan semangat egaliter dan kebangsaan.
Nah, di balik peci legendaris itu, ada nama besar yang selama ini tak banyak disorot, yaitu M Iming, sang perintis.
Asal Usul Peci M Iming
M Iming lahir di Bandung dari keluarga perantau. Ayahnya, Usman, berasal dari Pekalongan dan hijrah ke Bandung sekitar 1890 demi mencari penghidupan baru.
Berbagai pekerjaan dijalani keluarga Iming, dari usaha telur asin hingga menjadi bellboy di hotel sederhana di kawasan Pasar Baru.
Dari sanalah titik balik dimulai. Iming menikah dengan Ningsih, putri pemilik hotel, dan lewat kakak iparnya, Tayubi, ia belajar seni menjahit peci.
Ketika Tayubi pensiun, bisnis peci diwariskan kepadanya. Bermodal satu mesin jahit, Iming mendirikan usaha rumahan bernama Peci M Iming di Jalan Ahmad Yani, Kosambi, Bandung.
“Awalnya dijahit sendiri, dijual di depan rumah,” ujar Yuliani Sabana, generasi keempat penerus usaha ini.
Berkat kualitasnya yang menyebar dari mulut ke mulut, peci M Iming mulai dikenal. Tak butuh waktu lama hingga kepala-kepala daerah dan tokoh nasional mulai memakainya, termasuk Soekarno.
Sejak saat itu, banyak pembeli datang dan langsung menyebut, “Mau beli peci Soekarno.”
Produk Warisan
Sampai saat ini, toko Peci M Iming tetap beroperasi di lokasi yang hampir tak berubah sejak zaman colonial, Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 14, Parapatan Lima, Bandung.
Dindingnya dipenuhi rak peci, satu mesin jahit masih berdiri, dan foto Mas Iming tergantung sebagai pengingat sejarah.
“Ibu saya menyebut, dulu toko ini berdiri 1918. Jadi sekarang usianya sudah lebih dari satu abad,” ujar Bu Ela, cucu M Iming, yang kini memimpin toko tersebut.
Meski tampil sederhana, rumah produksi ini mampu memproduksi 10 hingga 20 kodi peci setiap hari, terutama saat Ramadan dan Idul Fitri.
Harganya bervariasi, mulai dari Rp85.000 hingga Rp500.000 tergantung model—dari peci polos hingga yang bermotif kaligrafi.
Peci M Iming tak hanya digunakan oleh masyarakat umum. Sejumlah pejabat dan tokoh publik dikenal sebagai pelanggan setia, seperti Ridwan Kamil, Airlangga Hartarto, dan mendiang Wali Kota Bandung, Mang Oded.
Meski sekarang peci lebih banyak dipakai dalam acara formal, semangat awal yang ditanamkan Soekarno dan dirintis Mas Iming tetap hidup, yaitu simbol keberanian, kesederhanaan, dan keindonesiaan.
Warisan Budaya yang Terus Bertahan
Di usia lebih dari satu abad, Peci M Iming tetap berpegang pada model produksi rumahan. Dibantu oleh sekitar 10 pegawai, toko ini masih menjaga kualitas dan kekhasannya.
Cabang-cabang yang ada di Bandung dikelola oleh keluarga, namun berdiri independen. Meski begitu, tantangan muncul dari omzet penjualan yang terus turun.
Namun Ela mengaku tak pernah menghentikan proses produksi. “Kami tetap buat, tetap jual, yang penting semangatnya jangan padam,” ujarnya.
Peci M Iming bukan hanya menjual produk, tetapi menyimpan kisah perjalanan bangsa. Ia merekam sejarah dari zaman kolonial, era kemerdekaan, hingga Indonesia modern.
Informasi Umum Peci M Iming
Alamat: JL. PH. Hasan Mustapa (Suci) No. 51 Sadang Serang, Coblong, Neglasari, Kec. Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat 40133
Jam Operasional: 08.00-17.00 WIB
Instagram: m.iming.official
WhatsApp: 082128082096
Shopee: https://shopee.co.id/peci.m.iming.official
Tokopedia: www.tokopedia.com/imingofficial
Ditulis ulang dari tulisan karya Fira Nursyabani dan Dudung Ridwan.(*)