Sejarah Jaarbeurs, Cerita di Balik Kemeriahan Pameran Dagang Bandung Tempo Doeloe

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Minggu 10 Agu 2025, 19:11 WIB
Suasana Gedung Jaarbeurs, salah satu pusat keramaian Bandung tempo doeloe (Sumber: Tropenmuseum)

Suasana Gedung Jaarbeurs, salah satu pusat keramaian Bandung tempo doeloe (Sumber: Tropenmuseum)

AYOBANDUNG.ID - Di Jalan Aceh nomor 50, berdiri sebuah bangunan yang kini lebih sering disambangi karena resepsi pernikahan atau urusan dinas militer. Gedung Mohammad Toha, begitu nama resminya, masuk dalam wilayah Kodiklat TNI AD. Namun pada masa kolonial, tempat ini lebih harum namanya sebagai pusat keramaian terbesar di Bandung. Bukan karena parade militer, tapi karena pasar malam bernama Jaarbeurs—panggung tahunan tempat hiburan rakyat, dagang kolonial, dan sedikit politik etis berbaur jadi satu.

Jaarbeurs bukan pasar malam sembarangan. Ia bukan sekadar keriaan di tengah kota, tapi proyek ambisius pemerintah kota Bandung kala itu, Wali Kota B. Coops, bersama komunitas Bandoeng Vooruit untuk menampilkan wajah modern Hindia Belanda. Sejak 1920 hingga awal 1940-an, Jaarbeurs jadi etalase peradaban: dari bedak Semarang sampai bir Jawa, dari atraksi bianglala hingga pameran seni lukis. Semua tumpah ruah di tempat yang dulunya disebut Menado Straat.

“Jaarbeurs” sendiri berarti pameran tahunan dalam bahasa Belanda. Berdasarkan catatan dalam buku Album Bandoeng Tempo Doeloe karya Sudarsono Katam dan Lulus Abadi, acara ini digelar tiap tahun, memadukan pasar malam rakyat dengan pameran dagang ala Eropa. Tahun-tahun awalnya berlangsung di bangunan semi permanen, sebelum akhirnya pindah ke gedung megah hasil rancangan arsitek kawakan, C.P. Wolff Schoemaker dan adiknya R.L.A Schoemaker pada 1925.

Wolff Schoemaker dikenal sebagai arsitek penting di Hindia Belanda, dengan gaya khas Art Deco. Ia pula yang merancang Hotel Preanger dan Villa Isola. Di Jaarbeurs, gaya Art Deco ditampilkan lewat bentuk tegas dan tiga patung torso pria di bagian muka gedung—yang masih bisa dilihat sampai hari ini. Gedung ini kelak jadi panggung bagi banyak nama, termasuk seorang pemuda pelukis dari Indonesia: Basoeki Abdullah.

Stand-stand di Jaarbeurs berdiri megah, penuh ornamen dan warna. Beberapa merek yang hadir antara lain Java Bier, Madame Blanche Cream, Obat Mata, dan Bedak Violet Lam Hwa Semarang. Rakyat Eropa dan kaum elite pribumi datang untuk berbelanja, mencicipi makanan, atau sekadar menikmati gemerlap malam Bandung yang belum padam.

Baca Juga: Balap Becak Bandung Tahun 1970-an, Fast and Furious ala Raja Jalanan

Jaarbeurs bukan hanya pesta dagang. Ia adalah cerminan Bandung sebagai kota modern Hindia Belanda—progresif, industri, dan penuh atraksi. Tapi dari semua kegembiraan itu, satu cerita yang paling diingat orang adalah saat Basoeki Abdullah ikut memamerkan lukisannya.

Lukisan Gatotkaca Pembawa Berkah

Tahun 1933, pelukis muda bernama Basoeki Abdullah mendapat tempat di Jaarbeurs. Di masa ketika pasar seni rupa masih dikuasai seniman-seniman Belanda, tampil di panggung ini adalah lompatan besar. Ia bisa ikut pameran bukan karena koneksi politik, melainkan karena ketajaman kuas dan pesona karyanya. Kebetulan, arsitek Jaarbeurs, C.P. Wolff Schoemaker, adalah pengagum lukisan-lukisannya.

Dalam laman resmi Museum Basoeki Abdullah disebutkan, sebelum mengirim karya, Basoeki berkonsultasi dengan seorang tokoh spiritual yang disegani: Raden Mas Sosrokartono, kakak dari Raden Ajeng Kartini. Basoeki meminta pendapat lukisan mana yang layak ditampilkan. Sosrokartono memilih sebuah lukisan bertema wayang. “Bas, dengan lukisan ini kamu akan dapat berkah,” ujarnya, menunjuk lukisan Pertempuran Gatotkaca dan Antasena.

Basoeki menyadari satu hal: lukisan itu tidak hanya kuat secara visual, tapi juga eksotis di mata orang Eropa. Dua sosok pewayangan yang beradu sambaran halilintar dan semburan api, dalam nuansa dramatik khas Mahabharata versi Nusantara, menjadi kartu as di tengah dominasi lukisan pemandangan dan potret gaya Belanda.

Tebakan itu tak meleset. Lukisan Gatotkaca-Antasena miliknya jadi pusat perhatian pengunjung Jaarbeurs. Mereka tak hanya terpukau, tapi juga meninggalkan uang di bawah lukisan itu—sebuah bentuk apresiasi ala kolonial. Dan itu terjadi selama beberapa hari berturut-turut. Basoeki pun pulang tidak hanya dengan nama yang mulai harum, tapi juga dengan pundi-pundi uang.

Dari sinilah jalan ke Eropa terbuka. Tahun itu juga, Basoeki berangkat ke Belanda. Ia diterima di Koninklijke Academie Van Beeldenden Kunsten, Den Haag—akademi seni ternama. Dari pasar malam kolonial di Bandung, ia melangkah ke galeri-galeri di Eropa.

Baca Juga: Tangis Rindu dan Getirnya Kematian di Balik Lagu Hallo Bandoeng

Gedung Jaarbeurs kini memang tinggal warisan batu, dan tak banyak warga Bandung yang tahu sejarah pasar malam yang dulu mendunia. Tapi jejaknya masih ada: patung-patung pria di depan gedung, tulisan JAARBEURS yang belum dilucuti, dan kenangan akan tahun-tahun ketika Bandung jadi kota pameran dan panggung seni terbesar di Hindia Belanda.

Di sinilah, di bawah terang lampu pasar malam dan debur musik keroncong, seorang pelukis muda memulai langkah panjangnya menuju dunia seni global.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Agu 2025, 13:42 WIB

Era Digital Menjelma Apokaliptik

Perubahan zaman tidak dapat dihindari yang memunculkan karakter baru sebagai apokaliptik.
Kemajuan ilmu dan teknologi tidak berbanding lurus dengan ruang gerak masyarakat lapisan bawah. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Biz 11 Agu 2025, 12:41 WIB

Kisah Imas, Memulai Bisnis dari Puding Sekolah hingga Jadi 100 Varian Kuliner

Memulai usaha dari sesuatu yang sederhana ternyata bisa mendatangkan cuan. Hal ini dibuktikan oleh Imas Nurhasanah, pemilik Dapoer Inoer di Banjaran, Kabupaten Bandung.
Imas Nurhasanah, Owner Dapur Inoer (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 11 Agu 2025, 11:54 WIB

Toko Icasia, dari Hobi Jadi Bisnis Pernak-Pernik Cantik

Kecintaan Haezqia Rumondang terhadap manik-manik dan perlengkapan jurnaling menjadi awal dari lahirnya ide bisnis Icasia. Sejak kecil, ia gemar membuat karya-karya kreatif, hingga akhirnya mencoba men
Toko Icasia milik Haezqia Rumondang (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 11 Agu 2025, 11:51 WIB

Di Persimpangan Teknologi dan Iman, Masihkah Kita Mengenali Arah Pulang?

Teknologi modern harus diarahkan sesuai nilai Islam, dengan maqasid syariah sebagai kompas etis.
Teknologi modern harus diarahkan sesuai nilai Islam, dengan maqasid syariah sebagai kompas etis. (Sumber: Unsplash/Masjid Pogung Dalangan)
Ayo Netizen 11 Agu 2025, 09:49 WIB

Dunia Influencer Indonesia: Saat Memeras Demi Citra Jadi Biasa

Ada apa dengan para komunikasi publik digital Indonesia kekinian?
Di tengah derasnya arus opini digital, satu narasi negatif bisa meruntuhkan kepercayaan publik dalam hitungan jam di media sosial. (Sumber: Unsplash/Prateek Katyal)
Beranda 11 Agu 2025, 08:44 WIB

Jejak Dua Seniman Eks Tahanan Politik Tersembunyi Puluhan Tahun di Hutan Maribaya

Lebih aneh lagi, keduanya ditemukan jauh di dalam hutan belantara yang sepi, seolah sengaja disembunyikan.
Pengunjung berfoto di relief adu domba jantan di Maribaya, sebelah timur Lembang tahun 1971. (Sumber: collectie.wereldculturen)
Ayo Netizen 11 Agu 2025, 08:22 WIB

Menuai Cerita Mappanre Temme Saat Mengungjungi Omah Jangan Diam Terus

Mappanre Temme sendiri merupakan tradisi dari suku Bugis yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dari aktivitas spiritual.
Acara Pembukaan Mappanre Temme (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 10 Agu 2025, 20:08 WIB

Berziarah ke Kampung Adat Mahmud: Karomah ‘Sekepal Tanah’ dari Tanah Suci Mekah

Kampung Mahmud sendiri dikenal sebagai kampung adat yang kental dengan nuansa Islami dan tradisi leluhur.
Rombongan peziarah ke Makam Mahmud. Situs ini terletak di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dudung Ridwan)
Ayo Jelajah 10 Agu 2025, 19:11 WIB

Sejarah Jaarbeurs, Cerita di Balik Kemeriahan Pameran Dagang Bandung Tempo Doeloe

Jaarbeurs Bandung, pasar malam tahunan era kolonial, jadi batu loncatan Basoeki Abdullah ke panggung seni Eropa.
Suasana Gedung Jaarbeurs, salah satu pusat keramaian Bandung tempo doeloe (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Agu 2025, 16:45 WIB

Tren Sosmed, Membuka Aib Tanpa Diminta

Banyak yang fomo dengan tren S-Line tanpa tahu makna apa yang tersirat di dalamnya.
Poster film S-Line. (Sumber: Dok. IMDB)
Ayo Netizen 10 Agu 2025, 14:48 WIB

Merenungi Perubahan Iklim lewat Senja di Bandung Utara

Bagi kita, senja yang merah kelabu mungkin terasa syahdu. Tapi, di balik syahdu itu, tersimpan racun.
Salah satu sudut kawasan Bandung Utara. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 10 Agu 2025, 11:10 WIB

Parlemen Pasundan dan Sejarah Gagalnya Siasat Federalisme Belanda di Tanah Sunda

Negara Pasundan lahir dari proyek federal Belanda, namun dibubarkan sendiri oleh tokoh Sunda demi kembalinya Jawa Barat ke NKRI.
Sidang Pertama Parlemen Pasundan.
Ayo Netizen 10 Agu 2025, 08:36 WIB

Gunung Maninjau Meletus Dahsyat 70.000 tahun yang lalu

Wisatawan yang akan ke Danau Maninjau, sudah lazim untuk singgah dan beristirahat di Bukittinggi.
Gambar Ngarai Sianok dalam lembaran uang Rp1.000,00. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 21:59 WIB

Cerita Ridwan, Mengubah Camilan Tradisional Jadi Makanan Kekinian

Muhammad Ridwan, warga Ciparay, Kabupaten Bandung, punya cara kreatif mengangkat camilan khas daerahnya. Setelah mengamati tren jajanan di pasaran, ia memilih mengembangkan keripik berbahan dasar sing
Muhammad Ridwan menunjukkan produk buatannya. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 21:29 WIB

Dari Mimpi ke Piring, Kisah D.A.R Steak and Cafe yang Mengubah Cara Orang Menikmati Steak

Bagaimana menghadirkan makanan berkualitas yang bisa dinikmati oleh lebih banyak orang, menjadi benih awal yang menumbuhkan D.A.R Steak and Cafe.
Bagaimana menghadirkan makanan berkualitas yang bisa dinikmati oleh lebih banyak orang, menjadi benih awal yang menumbuhkan D.A.R Steak and Cafe. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 20:46 WIB

Inovasi Rasa yang Mengubah Tradisi ala Oleh-oleh Bandung Pie Nastar Naslem

Inovasi kadang lahir dari keberanian memadukan dua hal yang tak lazim. Pie Nastar Naslem, bukti nyata kreativitas kuliner bisa melampaui batas tradisi.
Inovasi kadang lahir dari keberanian memadukan dua hal yang tak lazim. Pie Nastar Naslem, bukti nyata kreativitas kuliner bisa melampaui batas tradisi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 20:09 WIB

Menyeduh Semangat Jawa Barat dalam Secangkir Bisnis Kopi

Didirikan dengan visi mengangkat potensi lokal, Siki Coffee menjelma sebagai brand kopi yang tak hanya menjual rasa, tetapi juga cerita.
Didirikan dengan visi mengangkat potensi lokal, Siki Coffee menjelma sebagai brand kopi yang tak hanya menjual rasa, tetapi juga cerita. (Sumber: dok. Siki Coffee)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 10:28 WIB

Benarkah Gorden Bisa Jadi Kunci Kenyamanan di Rumah?

Memilih gorden yang bagus adalah hal yang penting karena fungsinya bukan hanya sebagai penutup jendela, tetapi juga pengatur cahaya dan penjaga privasi. Gorden yang tepat akan membantu mengendalikan s
Ilustrasi Foto Gorden (Foto: Pexel)
Ayo Biz 09 Agu 2025, 09:25 WIB

Menyulap Karung Goni Jadi Produk Trendi

Bagi banyak orang, karung goni identik dengan wadah penyimpanan beras atau properti lomba balap karung saat perayaan 17 Agustus. Namun, tiga anak muda asal Bandung berhasil mengubah stigma tersebut.
Produk Rumah Karung Goni (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Beranda 09 Agu 2025, 08:12 WIB

Saat Dunia Tak Mengerti, Pelukan dan Cinta Ibu Jadi Rumah Teraman bagi Anak Down Syndrome

Dari tangan-tangan yang dulu gemetar karena takut, kini lahirlah pelukan paling kokoh untuk anak-anak spesial—hadiah Tuhan yang tak pernah minta dilahirkan berbeda.
Anak dengan down syndrome berlatih karate di Pusat Informasi dan Kegiatan Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome (PIK Potads) Jawa Barat, Jalan Nanas, Kota Bandung, Senin 4 Agustus 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)