Tren 'Curhat Digital' di Kalangan Anak Muda

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Jumat 23 Mei 2025, 10:12 WIB
AI memberikan ruang aman bagi anak muda untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi. (Sumber: Pexels/Sanket Mishra)

AI memberikan ruang aman bagi anak muda untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi. (Sumber: Pexels/Sanket Mishra)

Di sela perkuliahan, seorang mahasiswa bercerita tentang kebiasaan barunya “curhat” dengan salah satu aplikasi AI (Artificial Intellegence).

Ia bilang, setiap kali merasa stres atau kewalahan saat menghadapi tekanan hidup, AI lebih nyaman untuk dijadikan teman, alasannya sederhana, AI tidak pernah menghakimi, selalu siap mendengarkan, dan yang paling penting AI lebih solutif dari pada teman-teman di kelasnya.

Pengakuan ini tentu memunculkan beragam reaksi dari benak saya, antara terkejut, ingin memahami lebih jauh dan bertanya-tanya tentang makna dibalik kebiasaan barunya. Apakah ini cerminan dari kebutuhan emosional yang tak terpenuhi, atau justru indikasi pergeseran dalam membangun relasi dan mengekspresikan diri di kalangan generasi muda?

Mahasiswa tersebut merupakan salah satu dari ribuan kasus atas fenomena yang sedang terjadi. Warga digital kini semakin akrab dengan kehadiran AI.

Misalnya ChatGPT, Replika, dan Woebot, mereka hadir sebagai teman digital dengan aksesibilitas 24 jam. AI juga memberikan respons yang cepat dan netral secara emosional, karakteristik yang menjadi daya tarik utama bagi kalangan muda.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Morris et al. (2022) dalam Computers in Human Behavior, netralitas emosional AI membantu mengurangi kecemasan sosial pada pengguna yang takut mendapat penilaian negatif dari orang lain. Artinya, AI memberikan ruang aman bagi anak muda untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi.

Survey yang dilakukan kepada generasi muda di Australia menyatakan bahwa, dalam mencari dukungan emosional, mereka lebih sering menggunakan chatbot AI dan menghindari bantuan professional karena stigma dan keterbatasan akses (Medibank & The Growth Distillery, 2024).

Begitupun dengan Denmark, sekitar 2,4% siswa sekolah menengah menggunakan chatbot untuk dukungan sosial, meski interaksi manusia tetap dibutuhkan (Psypost.org, 2024).

Sementara itu, di Taiwan dan China, AI menjadi alternatif murah dan mudah diakses untuk mengatasi tekanan psikologis generasi muda (The Guardian, 2025).

Di Indonesia, meskipun belum ada data resmi, tren global ini kemungkinan besar tercermin juga di kalangan anak muda yang aktif menggunakan teknologi.

Fenomena tersebut selaras dengan teori Media Richness dari Draft dan Lengel (1986), dijelaskan bahwa media komunikasi yang kaya mampu memenuhi kebutuhan komunikasi interpersonal yang efektif. AI, dengan segala “kekayaannya” mampu merespon cepat dan menyesuaikan kebutuhan pengguna.

Selain itu, teori Parasocial Interaction (Horton & Wohl, 1956) juga relevan, bagaimana seseorang bisa membangun komunikasi satu arah dengan media (dalam hal ini AI), yang membuat pengguna merasa didengar dan dihargai meski interaksinya tidak bersifat timbal balik seperti pada hubungan manusia.

Lalu, dengan semua fakta dan teori tersebut, lahir pertanyaan menggelitik, Apakah AI benar-benar bisa menggantikan manusia sebagai teman curhat?

Pertanyaan ini melahirkan jawaban yang rumit, di satu sisi kelahiran AI memang memenuhi kebutuhan emosional tertentu (kebutuhan untuk didengar, diterima dan dimengerti), namun di sisi lain, ada dimensi relasional dan emosional yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh entitas digital.

Dari perspektif psikologis, AI membantu pengguna memproses pikiran lebih runut, memvalidasi perasaan dengan sistematis, bahkan terkadang memberi saran dan solusi dengan logis. Seperti yang dikatakan mahasiswa saya, bahwa AI lebih “solutif” dibandingkan dengan teman sekelasnya.

Namun, perlu diingat bahwa solusi yang diberikan AI bukan hasil dari empati sejati, melainkan dari model statistik berbasis data. Artinya, kehadiran AI bukan berdasarkan rasa peduli, melainkan karena program yang dirancang untuk merespon sesuai permintaan. Sangat ironis, pengguna merasa dimengerti “sesuatu” yang sebenarnya tidak pernah benar-benar mengerti.

Tren curhat digital ini menunjukan kecenderungan baru yang menarik, beberapa peneliti menyebut gejala ini sebagai emotional outsourcing, yaitu kecenderungan untuk melakukan proses mengelola emosi kepada pihak luar, seperti aplikasi meditasi, chatbot AI, atau video self-helf di media sosial.

Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan

Seperti yang dikatakan mahasiswa saya, bahwa AI lebih “solutif” dibandingkan dengan teman sekelasnya. (Sumber: Pexels/Tara Winstead)

Tidak bisa dimungkiri, AI memberi ruang baru dalam cara kita mencari dukungan emosional. AI menjadi “penolong” bagi mereka yang merasa tidak punya ruang aman di dunia nyata. Bahkan dalam beberapa kasus, AI justru membantu seseorang mengenali bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja, lalu mendorongnya untuk mencari pertolongan professional.

Pada dasarnya Ini bukan hal buruk, tapi jika dilakukan terus-menerus tanpa diimbangi refleksi diri atau interaksi nyata dengan manusia, perlahan-lahan seseorang akan kehilangan kepekaan emosionalnya, baik terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain.

Saya tidak mengharamkan AI, atau melarang generasi muda untuk menggunakannya. AI bisa sangat membantu dalam situasi tertentu, ia bisa menjadi ruang awal untuk menata pikiran, menenangkat hati, atau sekadar menjadi teman “bicara” tanpa rasa takut dinilai. Tapi penting untuk diingat, AI bukan sahabat sejati yang sebenarnya. Ia bisa merespon, tapi tidak bisa benar-benar mengerti. Ia bisa menenangkan, tapi tidak bisa memberi pelukan.

Karena itu, literasi emosional perlu berjalan seiring dengan literasi digital. Anak muda harus lebih mengenali dan memahami emosinya sendiri, bukan hanya lewat layar, tapi juga lewat percakapan langsung, relasi hangat, dan pengalaman nyata.

Di sinilah peran orang tua menjadi sangat krusial, tugasnya bukan menjadi polisi moral atau penjaga pagar teknologi, melainkan menjadi pendengar setia, yang hadir, yang tidak buru-buru menyela, yang tidak langsung menyalahkan. Anak muda tidak selalu butuh nasihat, kadang mereka hanya ingin tahu bahwa ada seseorang yang mau mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.

Mungkin apa yang dilakukan mahasiswa saya bukan hanya tentang “lebih memilih AI”, bisa jadi merupakan bentuk adaptasi terhadap dunia yang semakin sunyi dalam keramaian. Kita hidup di tengah banyak koneksi, tapi jarang merasa benar-benat terhubung. Percakapan makin cepat, tapi esensinya makin dangkal.

Inilah saatnya kita bertanya ulang, apakah AI benar-benar hadir untuk kita, atau hanya sekedar pantulan dari diri sendiri yang semakin jarang di dengar? Apakah kenyamanan curhat dengan AI merupakan solusi, atau hanya pelarian sesaat dari kebutuhan kita yang lebih dalam, seperti ingin dimengerti, diterima dan memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain? Pertanyaan ini bukan untuk dijawab cepat-cepat, bukan soal benar atau salah, tapi untuk dipikirkan dan direnungkan.

Baca Juga: Ketentuan Kirim Artikel ke Ayobandung.id, Total Hadiah Rp1,5 Juta per Bulan

Teknologi memang membuat banyak hal jadi lebih mudah. Tapi tak semua yang mudah membuat kita lebih kuat. Kadang, justru lewat hubungan yang tidak sempurna, membingungkan, melelahkan, bahkan menyakitkan, membuat kita belajar menjadi manusia yang utuh.

Tren “curhat digital” tidak salah, tapi saya percaya, kita semua tetap butuh seseorang yang hadir bukan karena diprogram, melainkan karena rasa kepedulian. Tugas kita hari ini bukan hanya soal bagaimana menggunakan AI dengan bijak, tapi juga bagaimana kembali membangun ruang-ruang kepercayaan antar manusia. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 13 Des 2025, 20:36 WIB

Arif Budianto dari Ayobandung.id Raih Juara 1 Nasional AJP 2025, Bukti Kualitas Jurnalisme Lokal

Arif Budianto, jurnalis dari Ayobandung.id, tampil gemilang dengan meraih Juara 1 Nasional Kategori Tulis Bisnis sekaligus Juara 1 Regional Jawa Bagian Barat dalam AJP 2025.
Arif Budianto, jurnalis dari Ayobandung.id, tampil gemilang dengan meraih Juara 1 Nasional Kategori Tulis Bisnis sekaligus Juara 1 Regional Jawa Bagian Barat dalam AJP 2025. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 13 Des 2025, 17:34 WIB

Jawa Barat Siapkan Distribusi BBM dan LPG Hadapi Lonjakan Libur Nataru

Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Ilustrasi. Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 13 Des 2025, 14:22 WIB

Di Balik Gemerlap Belanja Akhir Tahun, Seberapa Siap Mall Bandung Hadapi Bencana?

Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya.
Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 21:18 WIB

Menjaga Martabat Kebudayaan di Tengah Krisis Moral

Kebudayaan Bandung harus kembali menjadi ruang etika publik--bukan pelengkap seremonial kekuasaan.
Kegiatan rampak gitar akustik Revolution Is..di Taman Cikapayang
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:31 WIB

Krisis Tempat Parkir di Kota Bandung Memicu Maraknya Parkir Liar

Krisis parkir Kota Bandung makin parah, banyak kendaraan parkir liar hingga sebabkan macet.
Rambu dilarang parkir jelas terpampang, tapi kendaraan masih berhenti seenaknya. Parkir liar bukan hanya melanggar aturan, tapi merampas hak pengguna jalan, Rabu (3/12/25) Alun-Alun Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ishanna Nagi)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:20 WIB

Gelaran Pasar Kreatif Jawa Barat dan Tantangan Layanan Publik Kota Bandung

Pasar Kreatif Jawa Barat menjadi pengingat bahwa Bandung memiliki potensi luar biasa, namun masih membutuhkan peningkatan kualitas layanan publik.
Sejumlah pengunjung memadati area Pasar Kreatif Jawa Barat di Jalan Pahlawan No.70 Kota Bandung, Rabu (03/12/2025). (Foto: Rangga Dwi Rizky)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 19:08 WIB

Hikayat Paseh Bandung, Jejak Priangan Lama yang Diam-diam Punya Sejarah Panjang

Sejarah Paseh sejak masa kolonial, desa-desa tua, catatan wisata kolonial, hingga transformasinya menjadi kawasan industri tekstil.
Desa Drawati di Kecamatan Paseh. (Sumber: YouTube Desa Drawati)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 18:57 WIB

Kota untuk Siapa: Gemerlap Bandung dan Sunyi Warga Tanpa Rumah

Bandung sibuk mempercantik wajah kota, tapi lupa menata nasib warganya yang tidur di trotoar.
Seorang tunawisma menyusuri lorong Pasar pada malam hari (29/10/25) dengan memanggul karung besar di Jln. ABC, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung. (Foto: Rajwaa Munggarana)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 17:53 WIB

Hubungan Diam-Diam antara Matematika dan Menulis

Penjelasan akan matematika dan penulisan memiliki hubungan yang menarik.
Matematika pun memerlukan penulisan sebagai jawaban formal di perkuliahan. (Sumber: Dok. Penulis | Foto: Caroline Jessie Winata)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:44 WIB

Banjir Orderan Cucian Tarif Murah, Omzet Tembus Jutaan Sehari

Laundrypedia di Kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, tumbuh cepat dengan layanan antar-jemput tepat waktu dan omzet harian lebih dari Rp3 juta.
Laundrypedia hadir diperumahan padat menjadi andalan mahasiswa, di kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, Kamis 06 November 2025. (Sumber: Fadya Rahma Syifa | Foto: Fadya Rahma Syifa)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:29 WIB

Kedai Kekinian yang Menjadi Tempat Favorit Anak Sekolah dan Mahasiswa Telkom University

MirukiWay, UMKM kuliner Bandung sejak 2019, tumbuh lewat inovasi dan kedekatan dengan konsumen muda.
Suasana depan toko MirukiWay di Jl. Sukapura No.14 Desa Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa, (28/10/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nasywa Hanifah Alya' Al-Muchlisin)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:53 WIB

Bandung Kehilangan Arah Kepemimpinan yang Progresif

Bandung kehilangan kepemimpinan yang progresif yang dapat mengarahkan dan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang kompleks.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, meninjau lokasi banjir di kawasan Rancanumpang. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:31 WIB

Tren Olahraga Padel Memicu Pembangunan Cepat Tanpa Menperhitungkan Aspek Keselamatan Jangka Panjang?

Fenomena maraknya pembangunan lapangan padel yang tumbuh dengan cepat di berbagai kota khususnya Bandung.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Beranda 12 Des 2025, 13:56 WIB

Tekanan Biological Clock dan Ancaman Sosial bagi Generasi Mendatang

Istilah biological clock ini digunakan untuk menggambarkan tekanan waktu yang dialami individu, berkaitan dengan usia dan kemampuan biologis tubuh.
Perempuan seringkali dituntut untuk mengambil keputusan berdasarkan pada tekanan sosial yang ada di masyarakat. (Sumber: Unsplash | Foto: Alex Jones)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 13:39 WIB

Jalan Kota yang Redup, Area Gelap Bandung Dibiarkan sampai Kapan?

Gelapnya beberapa jalan di Kota Bandung kembali menjadi perhatian pengendara yang berkendara di malam hari.
Kurangnya Pencahayaan di Jalan Terusan Buah Batu, Kota Bandung, pada Senin, 1 Desember 2025 (Sumber: Dok. Penulis| Foto: Zaki)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 12:56 WIB

Kegiatan Literasi Kok Bisa Jadi Petualangan, Apa yang Terjadi?

Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum.
Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 10:28 WIB

Bandung Punya Banyak Panti Asuhan, Mulailah Berbagi dari yang Terdekat

Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga.
Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:20 WIB

Menikmati Bandung Malam Bersama Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse

Seporsi Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse Bandung menghadirkan kehangatan, aroma, dan rasa yang merayakan Bandung.
Ribeye Meltique, salah satu menu favorit di Justus Steakhouse. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:12 WIB

Seboeah Tjinta: Surga Coquette di Bandung

Jelajahi Seboeah Tjinta, kafe hidden gem di Cihapit yang viral karena estetika coquette yang manis, spot instagramable hingga dessert yang comforting.
Suasana Seboeah Tjinta Cafe yang identik dengan gaya coquette yang manis. (Foto: Nabella Putri Sanrissa)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 07:14 WIB

Hikayat Situ Cileunca, Danau Buatan yang Bikin Wisatawan Eropa Terpesona

Kisah Situ Cileunca, danau buatan yang dibangun Belanda pada 1920-an, berperan penting bagi PLTA, dan kini menjadi ikon wisata Pangalengan.
Potret zaman baheula Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung. (Sumber: KITLV)