Bandung 15 Menit untuk Kebahagiaan Warga

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Kamis 04 Sep 2025, 08:32 WIB
Kemacetan di jembatan layang Pasupati Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Kemacetan di jembatan layang Pasupati Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

BAYANGKAN tinggal di Bandung di mana semua kebutuhan sehari-hari bisa dijangkau dalam rentang 15 menit. Perjalananan ke kantor cukup 15 menit. Begitu juga ke sekolah, ke pasar, ke klinik kesehatan, dan ke fasilitas lainnya. Mungkinkah?

Faktanya, kiwari, warga Bandung kerap terjebak macet puluhan menit. Bahkan, ada kalanya berjam-jam. Sekadar menempuh jarak 10 kilometer saja bisa menghabiskan hampir lebih dari 30-40 menit.

Menurut catatan TomTom Traffic Index 2024, Bandung dinobatkan sebagai kota termacet di Indonesia, mengalahkan kota besar lainnya seperti Jakarta dan Surabaya. Warga Bandung diperkirakan kehilangan sekitar 108 jam per tahun gara-gara macet.

Nah, andai semua kebutuhan sehari-hari warga Bandung bisa dijangkau dalam waktu 15 menit, maka itu berarti bisa mengembalikan waktu 108 jam yang hilang buntut dari macet selama ini.

Waktu yang biasanya dihabiskan di jalan kemudian bisa dipakai untuk hal yang lebih berharga, lebih bermanfaat. Misalnya, ngobrol sambil minum teh di teras rumah, atau berkumpul dengan keluarga maupun mengerjakan hal-hal produktif lainnya.

Ketika jarak dan waktu tak lagi jadi masalah, maka pilihan kegiatan berkualitas pun otomatis menjadi lebih banyak. Ini tentu saja menciptakan suasana kota yang lebih manusiawi dan lebih bersahabat.

Kota 15 menit

Carlos Moreno, profesor dari Universitas Sorbonne, Prancis, pernah menggagas konsep kota 15 menit. Konsep ini Ia menekankan bahwa kota harus dirancang agar kebutuhan dasar -- rumah, kerja, pendidikan, belanja, rekreasi, dan layanan kesehatan -- bisa dijangkau dalam radius dekat.

Gagasan Moreno tersebut bukan hanya soal efisiensi, tapi soal meningkatkan kualitas hidup. Bandung bisa mengupayakan menerapkan gagasan ini untuk mendekatkan warganya satu sama lain.

Dalam kacamata Moreno, desain kota harus mengutamakan kedekatan fungsional, bukan hanya mempermudah mobilitas. Apabila semua aktivitas harian tersedia di sekitar rumah, warga bisa menghabiskan lebih banyak waktu untuk hal-hal penting: keluarga, komunitas, dan kreativitas bersama. 

Jika konsep kota 15 menit mampu diaplikasikan di Kota Bandung, maka ini pasti bakal mengubah wajah Bandung secara mendasar. 

Sejumlah sumber menyebut, saat ini jumlah kendaraan pribadi di Bandung hampir menyamai jumlah penduduk, sekitar 2,5 juta kendaraan. Kondisi ini menjadikan Bandung macet luar biasa, hampir saban hari. Dengan mengupayakan desain kota yang mendukung Bandung 15 menit, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi secara drastis.

Kota untuk manusia

Keberadaan kota sendiri bukan untuk kendaraan, melainkan untuk manusianya. Bandung 15 menit, jika berhasil diwujudkan, bisa men jadi contoh kota yang memberikan ruang kepada warganya, bukan semata mengakomodasi kendaraan.

Jika fasilitas umum tersebar merata, warga bisa berjalan kaki atau cukup naik sepeda ke kantor, sekolah, atau pasar. Suasana kota pasti terasa lebih ramah.

Seperti disinggung di muka, waktu perjalanan yang singkat berarti lebih banyak waktu untuk keluarga. Contohnya, ibu bisa menemani anak sarapan tanpa diburu-buru tenggat waktu, bapak bisa pulang lebih awal untuk ngobrol di teras. Artinya, Bandung 15 menit membantu menyuburkan ikatan emosional keluarga.

Anak-anak bisa lebih sering bermain bersama orang tua mereka, bukan hanya berlama-lama di jalan karena macet. Jadi, ikatan antara orang tua dan anak bisa tumbuh tanpa tergesa. Suasana rumah pun mejadi kian hangat dan penuh cerita.

Pada gilirannya, hubungan keluarga yang harmonis bisa tumbuh karena anggota keluarga tidak lelah dan stres terjebak macet di jalan. Saat energi tidak terkuras karena macet, kualitas interaksi jadi lebih tinggi. Pembicaraan ringan, cerita harian, atau sekadar mendengarkan satu sama lain bisa lebih sering terjadi. Ini membentuk fondasi sosial yang kuat di level keluarga.

Koneksi antartetangga

Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Komunitas lokal pun bisa lebih aktif. Orang-orang punya waktu untuk ikut arisan, ronda, kegiatan RW, atau sekadar ngobrol di petang hari. Koneksi antar tetangga bisa semakin hidup. Ketika setiap sudut lingkungan terasa dekat, partisipasi sosial tumbuh organik.

Warga mungkin pula bisa lebih sering melakukan kegiatan bersama: olahraga pagi, gotong royong, atau diskusi ringan di warung. Semua bisa dicapai tanpa dibelenggu stres macet. Interaksi antar warga jadi lebih intens dan berarti.

Percakapan kecil di warung kopi dekat rumah bisa jadi lebih hangat, karena orang semangat mampir daripada buru-buru pulang. Momen semacam itulah yang turut membangun solidaritas sosial.

Ketika waktu perjalanan pendek, ada ruang untuk berhenti, menyapa, dan merekatkan hati dan jiwa. Bandung humanis dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti itu.

Solidaritas sosial bisa tumbuh lebih kuat, lantaran  kita bertemu lebih sering dan tanpa dirundung kepenatan. Kesadaran berbagi dan tenggang rasa pun diharapkan meningkat. Kota jadi lebih enak ditinggali, karena antar warga lebih saling mengenal dan peduli.

Kota yang lebih sehat

Bandung 15 menit juga berarti kota yang lebih sehat untuk warganya. Ketika fasilitas kebugaran, taman, dan pusat kesehatan tersedia dekat rumah, warga terdorong untuk bergerak. Jalan-jalan santai atau olahraga sore bisa menjadi aktifitas reguler. Ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih bugar dan hidup lebih berkualitas.

Kalau fasilitas olahraga dan ruang hijau mudah dicapai, lebih banyak warga akan memilih berjalan kaki atau bersepeda. Tidak ada alasan malas karena semua dekat. Kesehatan fisik dan mental pun terjaga. Lingkungan kota juga menjadi lebih segar dan nyaman.

Bandung 15 menit bakal pula memberi kesempatan bagi lansia dan anak-anak untuk keluar rumah dengan aman. Warga yang lebih rentan mendapat akses mudah ke taman, klinik, dengan mudah, aman, dan cepat. Rasa aman ini tumbuh dari keterjangkauan fasilitas. Ujungnya, Bandung menjadi kota yang inklusif dan memperhatikan semua lapisan warga.

The Beatles pernah menyanyikan lagu bertema cinta bertajuk All you need is love. Dalam konteks kota 15 menit, cinta bisa hadir bukan hanya di lingkungan keluarga, tapi juga di interaksi sosial sehari-hari.

Hubungan hangat di jalanan, senyum di sudut pasar, perhatian antar warga, semuanya sarat makna cinta. Bandung yang humanis memungkinkan cinta itu tumbuh dalam keseharian warganya.

Ketika kota berhasil mendekatkan manusia, cinta tumbuh di mana saja. Bandung bisa jadi kota di mana cinta itu nyata dirasakan oleh segenap warganya. Maka, bisa dikatakan pula bahwa Bandung 15 menit adalah cinta dalam tindakan.

Tentu saja, tantangan untuk mewujudkan Bandung 15 menit tidak sedikit. Infrastruktur perlu dirancang ulang, seperti trotoar yang ramah pejalan kaki dan jalur sepeda yang aman. Transportasi publik -- seperti BRT Metro Jabar Trans -- harus diperluas dan terintegrasi. Selain itu, budaya mobil pribadi juga harus diubah. Semua elemen kota perlu bersinergi untuk mewujudkan konsep ini.

Lebih layak manusia

Pada akhirnya, Bandung 15 adalah visi tentang bagaimana kota bisa menjadi ruang hidup yang lebih layak bagi manusia. Dengan desain yang berpihak pada kedekatan, warga bukan hanya bergerak lebih cepat, tapi juga kehidupan bakal lebih penuh makna. Bandung bisa menunjukkan bahwa kota besar tak harus identik dengan penat dan kemacetan.

Jika gagasan Bandung 15 menit terwujudkan, Bandung bukan hanya menjadi kota yang efisien, tetapi juga kota yang membahagiakan. Bandung menjadi kota yang membebaskan warganya dari belenggu macet, sekaligus memberi mereka kesempatan untuk saling terhubung, saling peduli, dan melakoni hidup secara lebih sehat. 

Bandung 15 menit adalah mimpi yang mungkin, asalkan kita bersama-sama berani mengubah cara pandang terhadap kota dan kehidupan di dalamnya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 19 Okt 2025, 19:51 WIB

Bandung dan Gagalnya Imajinasi Kota Hijau

Menjadi kota hijau bukan sekadar soal taman dan sampah, tapi krisis cara berpikir dan budaya ekologis yang tak berakar.
Taman Film di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 18:34 WIB

Ketika Layar Mengaburkan Hati Nurani: Belajar dari Filsuf Hume di Era Society 5.0

Mengekpresikan bagaimana tantangan prinsip moral David Hume di tengah-tengah perkembangan tekonologi yang pesat.
Pengguna telepon pintar. (Sumber: Pexels/Gioele Gatto)
Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)