Dari Kekacauan Menjadi Dunia Penuh Emosional, Review Film Everything Everywhere All at Once

Michael Kurniawan
Ditulis oleh Michael Kurniawan diterbitkan Senin 20 Okt 2025, 15:09 WIB
Adegan film Everything Everywhere All at Once. (Sumber: primevideo.com/-/id/detail/Everything-Everywhere-All-At-Once)

Adegan film Everything Everywhere All at Once. (Sumber: primevideo.com/-/id/detail/Everything-Everywhere-All-At-Once)

Bagaimana rasanya menonton film yang di satu detik membuatmu tertawa, di detik berikutnya membuatmu menangis, dan di detik selanjutnya membuatmu bingung, tapi tetap membuatmu merasa terpukau?

Itulah pengalaman menonton Everything Everywhere All At Once (2022), film karya duo sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert yang berhasil mengubah definisi “film multiverse” menjadi sesuatu yang personal, emosional, dan gila dalam arti terbaiknya.

Di tengah film-film superhero dengan aksi yang heroik serta spektakuler yang semakin mendominasi, muncul sebuah film yang justru mengandalkan kekacauan untuk bercerita.

Everything Everywhere All At Once (2022), karya dua sutradara eksentrik Daniel Kwan dan Daniel Scheinert (dikenal sebagai The Daniels) menjadi salah satu film dengan konsep yang bisa dibilang cukup berani, emosional, dan penuh imajinasi dalam sejarah film modern. Film ini membawa penonton ke perjalanan multiverse yang tidak hanya penuh warna, tetapi juga diisi dengan makna mengenai kehidupan, cinta, dan eksistensi manusia.

Dibuka dengan kisah yang ringan dimana Evelyn Wang yang merupakan seorang ibu imigran asal Tionghoa yang menjalani kehidupan penuh tekanan dan konflik. Usaha laundry-nya terancam bangkrut, pernikahannya terasa hambar, dan hubungannya dengan sang anak semakin renggang.

Namun dalam satu hari yang kacau, Evelyn terseret ke dalam petualangan lintas semesta yang menjadi tempat dimana ia bisa menjadi berbagai versi dirinya, dari bintang film kungfu hingga seorang koki bertangan sosis. Di antara pertempuran dan absurditas tersebut, Evelyn justru menemukan satu hal yang ia cari selama ini “makna dari kehidupannya yang berantakan”.

Salah satu keunikan film ini justru terletak pada bagaimana The Daniels yang menyulap kekacauan visual yang disajikan menjadi penuh bahasa emosional. Everything Everywhere All At Once (2022) secara kasat mata terlihat hanya seperti ledakan warna dan potongan scene yang berpindah dengan cepat. Dalam satu menit, penonton bisa dibawa menjelajah melintasi puluhan dunia seperti dunia kungfu, dunia dimana manusia menjadi baru, hingga dunia yang menunjukan manusia memiliki jari seperti sosis.

Namun, dibalik kegilaan itu, setiap perjalanan tersebut disertai dengan fungsi emosional yang jelas. Gaya visual yang ekstrem justru menjadi cara sutradara menggambarkan kebingungan dan tekanan hidup di era modern dimana dunia sekarang yang serba cepat, penuh ekspektasi, dan sulit diatur.

Baca Juga: Bandung dan Paradoks Keberlanjutan: Antara Data, Fakta, dan Kesadaran Warga

Selain kegilaan tersebut, yang menjadi menarik dan menjadi perhatian adalah seluruh efek visual yang spektakuler itu dikerjaan bukan oleh studio besar, melainkan oleh tim kecil yang beranggotakan hanya 5 orang. The Daniels memutuskan untuk tidak hanya mengandalkan CGI yang berlebihan, melainkan permainan warna, ritme, dan simbolisme.

Dalam film, setiap dunia yang dikunjungi oleh Evelyn pasti memiliki ciri khas tersendiri. Dengan pendekatan tersebut, EEAAO (2022) tidak hanya menampilkan multiverse secara fisik ataupun latar, tetapi juga menggambarkan multiverse sebagai emosi manusia mulai dari kemarahan, kelelahan, hingga penerimaan.

Film ini juga memanfaatkan konsep multiverse dengan baik, bukan hanya sebagai pelengkap alur, tetapi menjadi bagian dari metafora dalam cerita. Evelyn hidup dibanyak versi dirinya, tetapi di setiap dunia ia merasa tidak pernah cukup dan selalu mencari versi yang “lebih baik”, hingga akhirnya Evelyn dan Joy (anaknya) menyadari bahwa kebahagiaan tidak ditemukan di dunia lain, melainkan di kehidupan yang mereka jalani sekarang.

Di sinilah muncul pesan yang paling menyentuh dari film ini, Waymond, sang suami yang lembut dan penuh empati, menyimpulkan seluruh filosofi film dalam satu kalimat sederhana: “The only thing I know is that we have to be kind.”

Baca Juga: Ayah yang Hilang, Sistem yang Salah: Menelisik Fenomena Fatherless

Kelebihan film ini juga terletak pada kemampuannya memadukan berbagai genre tanpa kehilangan arah. Ia adalah film aksi, komedi, drama keluarga, sekaligus refleksi spiritual. Dalam satu adegan, penonton bisa tertawa melihat pertarungan konyol dengan sabuk pinggang, lalu di adegan berikutnya menangis melihat pelukan ibu dan anak yang penuh penyesalan.

Semua elemen ini berpadu dalam ritme yang tampak liar, namun selalu diarahkan menuju satu tujuan yaitu menggugah empati. Bahkan momen paling absurd sekalipun , seperti adegan batu diam di tepi tebing yang berhasil menjadi refleksi hening tentang keheningan dan penerimaan diri.

Siapa sangka film yang awalnya ditolak banyak studio karena dianggap “terlalu aneh” justru meraih tujuh penghargaan Oscar pada 2023, termasuk kategori Best Picture, Best Director, dan Best Actress untuk Michelle Yeoh. Keberhasilan ini bukan hanya kemenangan bagi para pembuat film indie, tapi juga pembuktian bahwa penonton masa kini haus akan cerita yang autentik dan berani mengambil resiko.

Everything Everywhere All At Once tidak berusaha menjadi film yang rapi, melainkan film yang hidup dengan penuh kebingungan, emosi, dan cinta, seperti kehidupan itu sendiri.

Pada akhirnya, EEAAO (2022) adalah film yang merayakan kekacauan. Ia mengajarkan bahwa bahkan di dunia yang serba tidak pasti, masih ada ruang untuk cinta, empati, dan kebaikan kecil. Dalam salah satu adegan paling indah, Evelyn berkata kepada Waymond, “In another life, I would have really liked just doing laundry and taxes with you.”

Kalimat sederhana ini menutup film dengan pesan yang lembut: bahwa di antara semua kemungkinan semesta, yang paling berharga adalah kehidupan yang kita jalani bersama orang yang kita cintai dengan segala kekacauannya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Michael Kurniawan
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 13 Des 2025, 14:22 WIB

Di Balik Gemerlap Belanja Akhir Tahun, Seberapa Siap Mall Bandung Hadapi Bencana?

Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya.
Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 21:18 WIB

Menjaga Martabat Kebudayaan di Tengah Krisis Moral

Kebudayaan Bandung harus kembali menjadi ruang etika publik--bukan pelengkap seremonial kekuasaan.
Kegiatan rampak gitar akustik Revolution Is..di Taman Cikapayang
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:31 WIB

Krisis Tempat Parkir di Kota Bandung Memicu Maraknya Parkir Liar

Krisis parkir Kota Bandung makin parah, banyak kendaraan parkir liar hingga sebabkan macet.
Rambu dilarang parkir jelas terpampang, tapi kendaraan masih berhenti seenaknya. Parkir liar bukan hanya melanggar aturan, tapi merampas hak pengguna jalan, Rabu (3/12/25) Alun-Alun Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ishanna Nagi)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:20 WIB

Gelaran Pasar Kreatif Jawa Barat dan Tantangan Layanan Publik Kota Bandung

Pasar Kreatif Jawa Barat menjadi pengingat bahwa Bandung memiliki potensi luar biasa, namun masih membutuhkan peningkatan kualitas layanan publik.
Sejumlah pengunjung memadati area Pasar Kreatif Jawa Barat di Jalan Pahlawan No.70 Kota Bandung, Rabu (03/12/2025). (Foto: Rangga Dwi Rizky)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 19:08 WIB

Hikayat Paseh Bandung, Jejak Priangan Lama yang Diam-diam Punya Sejarah Panjang

Sejarah Paseh sejak masa kolonial, desa-desa tua, catatan wisata kolonial, hingga transformasinya menjadi kawasan industri tekstil.
Desa Drawati di Kecamatan Paseh. (Sumber: YouTube Desa Drawati)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 18:57 WIB

Kota untuk Siapa: Gemerlap Bandung dan Sunyi Warga Tanpa Rumah

Bandung sibuk mempercantik wajah kota, tapi lupa menata nasib warganya yang tidur di trotoar.
Seorang tunawisma menyusuri lorong Pasar pada malam hari (29/10/25) dengan memanggul karung besar di Jln. ABC, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung. (Foto: Rajwaa Munggarana)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 17:53 WIB

Hubungan Diam-Diam antara Matematika dan Menulis

Penjelasan akan matematika dan penulisan memiliki hubungan yang menarik.
Matematika pun memerlukan penulisan sebagai jawaban formal di perkuliahan. (Sumber: Dok. Penulis | Foto: Caroline Jessie Winata)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:44 WIB

Banjir Orderan Cucian Tarif Murah, Omzet Tembus Jutaan Sehari

Laundrypedia di Kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, tumbuh cepat dengan layanan antar-jemput tepat waktu dan omzet harian lebih dari Rp3 juta.
Laundrypedia hadir diperumahan padat menjadi andalan mahasiswa, di kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, Kamis 06 November 2025. (Sumber: Fadya Rahma Syifa | Foto: Fadya Rahma Syifa)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:29 WIB

Kedai Kekinian yang Menjadi Tempat Favorit Anak Sekolah dan Mahasiswa Telkom University

MirukiWay, UMKM kuliner Bandung sejak 2019, tumbuh lewat inovasi dan kedekatan dengan konsumen muda.
Suasana depan toko MirukiWay di Jl. Sukapura No.14 Desa Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa, (28/10/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nasywa Hanifah Alya' Al-Muchlisin)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:53 WIB

Bandung Kehilangan Arah Kepemimpinan yang Progresif

Bandung kehilangan kepemimpinan yang progresif yang dapat mengarahkan dan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang kompleks.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, meninjau lokasi banjir di kawasan Rancanumpang. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:31 WIB

Tren Olahraga Padel Memicu Pembangunan Cepat Tanpa Menperhitungkan Aspek Keselamatan Jangka Panjang?

Fenomena maraknya pembangunan lapangan padel yang tumbuh dengan cepat di berbagai kota khususnya Bandung.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Beranda 12 Des 2025, 13:56 WIB

Tekanan Biological Clock dan Ancaman Sosial bagi Generasi Mendatang

Istilah biological clock ini digunakan untuk menggambarkan tekanan waktu yang dialami individu, berkaitan dengan usia dan kemampuan biologis tubuh.
Perempuan seringkali dituntut untuk mengambil keputusan berdasarkan pada tekanan sosial yang ada di masyarakat. (Sumber: Unsplash | Foto: Alex Jones)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 13:39 WIB

Jalan Kota yang Redup, Area Gelap Bandung Dibiarkan sampai Kapan?

Gelapnya beberapa jalan di Kota Bandung kembali menjadi perhatian pengendara yang berkendara di malam hari.
Kurangnya Pencahayaan di Jalan Terusan Buah Batu, Kota Bandung, pada Senin, 1 Desember 2025 (Sumber: Dok. Penulis| Foto: Zaki)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 12:56 WIB

Kegiatan Literasi Kok Bisa Jadi Petualangan, Apa yang Terjadi?

Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum.
Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 10:28 WIB

Bandung Punya Banyak Panti Asuhan, Mulailah Berbagi dari yang Terdekat

Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga.
Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:20 WIB

Menikmati Bandung Malam Bersama Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse

Seporsi Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse Bandung menghadirkan kehangatan, aroma, dan rasa yang merayakan Bandung.
Ribeye Meltique, salah satu menu favorit di Justus Steakhouse. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:12 WIB

Seboeah Tjinta: Surga Coquette di Bandung

Jelajahi Seboeah Tjinta, kafe hidden gem di Cihapit yang viral karena estetika coquette yang manis, spot instagramable hingga dessert yang comforting.
Suasana Seboeah Tjinta Cafe yang identik dengan gaya coquette yang manis. (Foto: Nabella Putri Sanrissa)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 07:14 WIB

Hikayat Situ Cileunca, Danau Buatan yang Bikin Wisatawan Eropa Terpesona

Kisah Situ Cileunca, danau buatan yang dibangun Belanda pada 1920-an, berperan penting bagi PLTA, dan kini menjadi ikon wisata Pangalengan.
Potret zaman baheula Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)