Sore yang cerah itu, saat asyik bermain layang-layang di sawah milik Pa H, tiba-tiba istri berkirim pesan yang disertai foto dua halaman teks bacaan.
"Kanggo Aa diajar pidato, saurna énjing dites ku Bu Dedeh."
Kujawab singkat, “Muhun.”
Sudah tiga hari ini, Aa Akil, anak kedua (10 tahun) ini memang sedang giat belajar dan menghafal teks pidato lomba Bahasa Sunda tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Saat mencetak teks bertajuk Ngajaga Lingkungan, kuajukan pertanyaan, "Ieu kangge iraha, A?"
Ananda kelas lima ini menjawab, "Buat latihan hari Senin. Terus kata Bu Guru, lombanya di tingkat kecamatan pas Hari Anak, Bah?"

Momentum Hari Anak Nasional 2025
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, peringatan ke-41 Hari Anak Nasional (HAN) Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak lagi dipusatkan di satu kota, melainkan digelar serentak di seluruh daerah di Indonesia dengan dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga.
“Kemen PPPA tahun ini mengusung konsep perayaan Hari Anak Nasional yang lebih merata. Tujuannya agar anak-anak dari Sabang sampai Merauke bisa ikut merasakan semangat Hari Anak Nasional di lingkungan tempat mereka tinggal. Mulai dari desa, sekolah, komunitas, hingga pemerintah daerah, semua kami ajak untuk merayakan Hari Anak Nasional bersama pada 23 Juli 2025. Anak-anak harus merasakan kehadiran negara, bukan hanya di pusat, tetapi juga di tempat mereka tinggal dan tumbuh,” ungkap Titi Eko Rahayu, Sekretaris Kemen PPPA.
Tema HAN 2025 bertajuk “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” dengan tagline “Anak Indonesia Bersaudara.” Ini mencerminkan komitmen bersama untuk membangun generasi anak yang sehat, cerdas, tangguh, dan berdaya saing, sekaligus menanamkan nilai kebersamaan di tengah keragaman bangsa.
Dalam rangka memperluas dampak peringatan, publik diajak untuk mengedukasi masyarakat mengenai isu-isu perlindungan anak melalui berbagai kanal komunikasi. Narasi kunci yang digaungkan secara nasional pada HAN 2025 antara lain: Anak Hebat, Indonesia Kuat, Anak Cerdas Digital, Pendidikan Inklusif untuk Semua, Stop Perkawinan Anak dan Anak Terlindungi Menuju Indonesia Emas 2045.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital, Molly Prabawati menyampaikan dunia digital membawa peluang sekaligus tantangan besar bagi anak-anak.
“Data UNICEF menunjukkan bahwa setiap setengah detik, satu anak di dunia mengakses internet untuk pertama kalinya. Di Indonesia, dari 221 juta pengguna internet, lebih dari 9 persen adalah anak usia di bawah 12 tahun. Ini menempatkan mereka pada risiko tinggi terhadap konten berbahaya, penipuan digital, hingga eksploitasi daring. Oleh karena itu, Komdigi menegaskan pentingnya literasi digital sejak dini dan tata kelola ruang digital yang ramah anak,” ungkapnya.
Sebagai wujud perlindungan konkret, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Ramah Anak (PP TUNAS).
Regulasi ini mengatur agar penyedia layanan digital menjamin keamanan dan kenyamanan anak di ruang siber.
Peringatan HAN 2025 tidak hanya menjadi simbol perhatian negara terhadap anak, tetapi menjadi bukti atas keterlibatan seluruh elemen bangsa untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan memberdayakan anak-anak Indonesia.
Kemen PPPA mengajak seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah, masyarakat, media, dunia usaha, dan keluarga untuk bersama-sama menjaga, mendampingi, dan memperkuat anak sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045. (www.kemenpppa.go.id).

Sarana Pengendalian Diri Menuju Tuhan
Dalam konteks Jabar, untuk menciptakan generasi hebat yang berkualitas, tangguh, kreatif, jujur, sehat, cerdas, berprestasi, dan berakhlak mulia menuju Indonesia emas ini dengan cara melestarikan, ngamumule kaulinan barudak baheula sebagai khazanah kesundaan.
Tentunya syarat makna, merangsang kreativitas, melatih kecerdasan anak dan menjadi sarana pengenalan diri yang berhubungan dengan alam, dan Tuhan.
Ini dibenarkan oleh Mohammad Zaini Alif, Komunitas Hong menjelaskan permainan rakyat memiliki kelebihan dibandingkan dengan permainan modern.
Bila permainan modern hanya terbatas melatih saraf motorik, kreativitas, dan kecerdasan anak, kaulinan barudak merangsang kreativitas dan kecerdasan anak serta menjadi sarana pengenalan rasa si anak terhadap diri, alam, dan Tuhan.
Permainan Sunda itu sarat dengan nilai ketuhanan, seperti hompimpa. Kalimat hompimpa alaium gambreng itu bermakna dari Tuhan kembali ke Tuhan, mari kita bermain! (Kompas, edisi 21 Mei 2010).
Hans Daeng menjelaskan permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. (Andang Ismail, 2009: 17)
Bagi Saleh Danasamita menguraikan permainan dan bermain merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungan anak-anak serta mempunyai kedudukan sangat penting di masyarakat Sunda.
Pasalnya, segala kaulinan barudak terangkum dalam naskah Siksa Kandang Karesian.“...Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini; singsawatek (ka) ulinan mah empul tanya" ("Bila ingin tahu permainan, seperti ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubangubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini, segala macam permainan, tanyalah empul"). (Saleh Danasamita, 1986: 83, 107)
Ya naluri bermain memang bagian dari fitrah manusia. Johan Huizinga, sejarawan dan filsuf Belanda, menegaskan manusia sebagai homo ludens, makhluk yang bermain.
Dalam budaya, bermain bukan sekadar aktivitas kosong, melainkan sarana pembentukan nilai, kreativitas, dan spiritualitas.

Ayo Bermain Bersama Anak
Dalam liputan bertajuk 10 Menit Kebersamaan Ayah-Anak Tingkatkan Prestasi Anak di Sekolah menunjukkan ayah yang rutin menggambar, bermain, dan membaca bersama anaknya yang berusia tiga tahun membantu anak berprestasi lebih baik di sekolah pada usia lima tahun.
Kebersamaan ayah dan anak dalam bermain dan membaca bisa membawa manfaat positif bagi prestasi sang anak. Sesibuk apa pun ayah, meluangkan waktu 10 menit saja sudah sangat berarti bagi peningkatan prestasi anak di sekolah.
Penemuan ilmuwan dari University of Leeds, Inggris, yang dimuat dalam laporan berjudul "What a Difference a Dad Makes: Paternal Involvement and Its Effects on Children’s Education (PIECE) Study” (2023) yang tak memandang jenis kelamin anak, usia, etnis, dan pendapatan rumah tangga.
Hasil peneliti menemukan anak-anak akan berprestasi lebih baik di sekolah dasar jika ayah mereka secara teratur menghabiskan waktu bersama dalam aktivitas interaktif, seperti membaca, bermain, bercerita, menggambar, dan bernyanyi.
Uniknya, para peneliti menganalisis nilai ujian sekolah dasar anak usia lima dan tujuh tahun dengan menggunakan sampel representatif dari hampir 5.000 rumah tangga (orangtua terdiri dari ibu dan ayah) di Inggris. Data dikumpulkan dari Millennium Cohort Study yang berisi data tentang anak-anak yang lahir pada 2000-2002 saat mereka tumbuh dewasa.
Simpulannya ayah yang rutin menggambar, bermain, dan membaca bersama anak yang berusia tiga tahun membantu anak berprestasi lebih baik di sekolah pada usia lima tahun.
Keterlibatan ayah pada usia lima tahun dapat membantu meningkatkan nilai dalam Penilaian Tahap Utama (Key Stage Assessments) anak di usia tujuh tahun. (Kompas edisi 25 Sep 2023)

Dalam buku Cara Membangun Kedekatan Balita dan Ayah, dijelaskan berbagai upaya yang dapat dilakukan orang tua, khususnya ayah, untuk membangun kedekatan dengan buah hatinya. Untuk anak usia di atas 5 tahun, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan agar hubungan emosional antara ayah dan anak semakin kuat.
1. Berbicara secara Terbuka
Salah satu cara paling efektif untuk mendekatkan diri dengan anak adalah dengan membuka ruang komunikasi yang terbuka. Ayah dapat mengajak anak berbicara tentang kehidupan sehari-harinya, tentang teman-temannya di sekolah, aktivitas yang disukai, atau hal-hal yang sedang dipikirkan.
Dengan cara ini, anak akan merasa dihargai dan didengarkan, yang berdampak positif pada kedekatan emosional.
2. Mengajak Anak ke Tempat Favoritnya
Ayah bisa mengajak anak ke tempat-tempat yang disukai oleh anak, seperti taman bermain, museum, atau tempat-tempat lain yang bisa menarik minat anak.
Dengan cara ini, anak akan merasa senang dan bersenang-senang bersama ayahnya, yang pada akhirnya akan memperkuat ikatan antara ayah dan anak.
3. Bermain Bersama
Bermain bersama merupakan cara yang efektif untuk mempererat hubungan antara ayah dan anak. Aktivitas bermain bisa dilakukan di rumah maupun di luar, seperti bermain game, sepak bola, bermain layang-layang, atau menonton film bersama.
Saat ayah terlibat langsung dalam aktivitas yang digemari anak, anak akan merasa dicintai dan diperhatikan.
Kedekatan emosional ini penting bagi tumbuh kembang anak, terutama dalam membentuk rasa percaya diri dan kepekaan sosialnya. Walhasil, peran aktif ayah dalam keseharian anak mampu menciptakan hubungan yang sehat dan harmonis di dalam keluarga. (JJ. Fidela Asa, 2023: 41–45).
Sambil menunggu istri pulang dari pelatihan di Kota Bandung, anak ketiga Kakang (4 tahun) terbangun dari tidur dan langsung merengek, minta dibelikan es krim.
Melihat adiknya mulai rewel, Aa Akil memberi usul, “Bah, ayo beli di sana, biar bisa sekalian menggambar?”
“Bisa, A?” tanya Kakang polos, penuh harap.
“Iya, tadi Aa kan lama bareng A Vio, menggambar dulu,” jawabnya sambil tersenyum.
Benar saja. Saat masuk ke gerai es krim, penjaganya menyambut dengan ramah, “Ada yang bisa dibantu? Mau beli apa saja? Kebetulan, dalam rangka Hari Anak, anak-anak bisa menggambar dan mewarnai di sini.”
Tanpa pikir panjang, Aa Akil dan Kakang langsung mengambil tempat duduk dekat pintu, langsung tancap gas larut dalam aktivitas menggambar dan mewarnai, ditemani suasana musik khas bocil yang hangat dan ceria.
Sungguh menyenangkan menyaksikan anak-anak bebas mengekspresikan kreativitasnya. Sesekali terdengar tawa dan canda, terutama saat saling memilihkan warna untuk menyelesaikan gambar masing-masing. Pilih warna merah, kuning, biru, hijau, ungu yang belum. Semua dicoba satu per satu.
Selesai mewarnai penjaga gerai tersenyum sambil ikut memoto hasilnya. Barulah diberikan es krim yang dibelinya tadi. Stiker menjadi hadiah kecil yang tak terlupakan setelah bermain dan berani mewarnai.
"Hore, hore, hore dapat hadiah!" celetuk Kakang. (*)