Suara Aktivis Diancam Perisakan Digital, Perlindungan Jangan Tunggu Berdiri Lembaganya!

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Kamis 24 Jul 2025, 09:43 WIB
Neni Nurhayati, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. (Sumber: Dok. DEEP Indonesia)

Neni Nurhayati, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. (Sumber: Dok. DEEP Indonesia)

Neni Nurhayati mungkin tak pernah menyangka bahwa kritiknya terhadap kebijakan anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan berujung pada teror digital yang begitu menyakitkan.

Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership atau DEEP itu hanya menyuarakan haknya sebagai warga negara. Ia mempertanyakan transparansi dan penggunaan dana untuk belanja media yang dianggap tidak tepat.

Namun sejak unggahan foto dirinya muncul di akun resmi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat, Neni menjadi sasaran serangan siber yang sistematis.

Dua akun media sosial miliknya, Instagram dan TikTok, dibanjiri komentar kasar, ancaman, dan tudingan yang menyudutkan. Identitas pribadinya disebar tanpa izin.

Serangan itu terjadi secara terorganisasi dan berpotensi menyeret anak-anaknya dalam pusaran kebencian yang sama sekali tidak berhubungan dengan substansi kritik yang ia lontarkan.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa ruang digital di Indonesia belum menjadi tempat aman bagi warga yang bersuara kritis, apalagi bagi perempuan.

Pengalaman serupa juga dialami Fatrisia Ain, seorang aktivis perempuan dari Buol, Sulawesi Tengah, yang selama ini mendampingi masyarakat adat dalam menolak eksploitasi sawit PT Hardaya Inti Plantation milik konglomerat nasional.

Ketika suaranya mulai terdengar di forum-forum lokal dan nasional, serangan digital pun datang bertubi-tubi. Akun-akun anonim menyebarkan tuduhan palsu, merusak reputasinya, dan mengancam keselamatan keluarganya.

Ia mengalami tekanan psikologis luar biasa hingga akhirnya menghentikan semua kegiatan advokasinya. Semua itu bermula dari satu unggahannya di Facebook.

Neni dan Fatrisia bukan satu-satunya korban. Mereka bagian dari gelombang besar aktivis lingkungan dan pembela hak warga yang menghadapi kekerasan digital secara global.

Laporan Global Witness yang dikutip The Guardian mencatat bahwa sembilan dari sepuluh aktivis lingkungan pernah mengalami pelecehan digital.

Dalam survei yang melibatkan lebih dari dua ratus responden dari lima puluh negara, ditemukan bahwa intimidasi di media sosial, penyebaran data pribadi, dan ancaman kekerasan fisik kerap terjadi terhadap para pembela lingkungan.

Laporan itu juga menunjukkan bahwa platform digital seperti Facebook menjadi tempat paling banyak terjadinya kekerasan, terutama terhadap perempuan muda.

Ironisnya, Meta sebagai perusahaan induk justru menghentikan kebijakan perlindungan khusus bagi aktivis sejak awal tahun ini.

Dari 126 kasus yang dicatat Global Witness, mayoritas tidak mendapat respons serius dari perusahaan. Pelaku serangan pun bebas beraksi tanpa konsekuensi hukum.

Ava Lee dari Global Witness menyebut banyak aktivis akhirnya mundur dari ruang publik karena tidak tahan tekanan. Ketakutan dan trauma menjadi bagian dari kehidupan mereka. Ketika suara kritis dibungkam lewat cara digital, ruang publik kita sesungguhnya tengah tergerus secara perlahan.

Absennya Lembaga

Neni Nurhayati dalam postingan Diskominfo Jabar. (Sumber: Instagram/Diskominfo Jabar)
Neni Nurhayati dalam postingan Diskominfo Jabar. (Sumber: Instagram/Diskominfo Jabar)

Dalam konteks Indonesia, hal ini makin diperburuk oleh absennya lembaga pengawas perlindungan data pribadi. Padahal Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 telah disahkan dan dijadwalkan berlaku penuh Oktober 2024.

Undang-undang itu memandatkan pembentukan lembaga independen untuk menerima laporan pelanggaran, menyelidiki kebocoran data, memberikan sanksi administratif, dan memastikan kepatuhan semua pengendali data.

Namun hingga pertengahan 2025, lembaga tersebut belum terbentuk. Pemerintah berdalih masih menunggu peraturan presiden dan penunjukan struktur kelembagaan.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, bahkan sempat menjanjikan kehadiran lembaga ini dalam pernyataannya pada November 2024. Tetapi hingga kini, belum ada kejelasan mengenai realisasinya.

Akibatnya, meski regulasi sudah ada, pelaksanaannya lumpuh. Tanpa lembaga pengawas, warga seperti Neni dan Fatrisia tidak memiliki jalur resmi untuk mengadukan pelanggaran yang mereka alami. Mereka dibiarkan menghadapi kekerasan digital seorang diri.

Di tengah kekosongan kelembagaan ini, solusi sementara yang dapat digunakan adalah memaksimalkan kerja aparat penegak hukum dengan instrumen hukum yang ada.

Pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta ketentuan terkait pencemaran nama baik dan ancaman bisa menjadi dasar tindakan hukum terhadap pelaku kekerasan digital. Namun semua itu tetap bersifat reaktif dan belum menjamin pencegahan berkelanjutan.

Kita sungguh berada di persimpangan genting. Tanpa lembaga pengawas independen, penerapan UU Perlindungan Data Pribadi hanya menjadi formalitas.

Negara harus segera hadir secara penuh. Sebab perlindungan data bukan sekadar urusan teknis, tetapi menyangkut hak hidup aman, hak atas nama baik, dan keberanian warga untuk bersuara tanpa rasa takut.

Publik berhak terus menagih janji Menkomdigi. Karena hari-hari ini, ancaman digital tidak lagi bersifat dugaan. Ia nyata, menyakitkan, dan terus memakan korban.

Bila janji pembentukan lembaga ini terus ditunda, maka warga seperti Neni dan Fatrisia akan terus berada dalam ancaman. Mau sampai kapan? (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Pemerhati komunikasi publik + digital religion, berkhidmat di Prodi Digital PR Telkom University serta MUI, IPHI, Pemuda ICMI, dan BKPRMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 25 Jul 2025, 18:05 WIB

Filosofi Ikigai, Tepatkah Jadi Penulis?

Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. 
Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Om Thakkar)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 17:04 WIB

Indonesia Miliki Potensi Geothermal Terbesar Dunia, Baru 12,5 Persen Dimanfaatkan

Indonesia yang berada di kawasan Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik menyimpan potensi panas bumi (geothermal) yang sangat besar.
Salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Panas di Indonesia, PLTP Kamojang. (Sumber: Dok. PLN)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 16:59 WIB

Melukis Harapan Lewat Siluet, Kisah Dendy dan Evolusi Radwah dalam Dunia Fashion Muslim

Di balik lembutnya warna-warna pastel yang menyapa mata lewat koleksi Radwah, terdapat sosok Dendy Chaniago, yang berdiri dengan idealisme dan naluri bisnis tajam.
Sejumlah koleksi dari brand lokal fashion muslim Radwah. (Sumber: Radwah)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 16:13 WIB

Deretan Kaos Polos Terbaik, Adakah Brand Lokal Indonesia?

Kaos polos selalu menjadi pilihan favorit dalam kondisi apapun. Kesederhanaannya memberikan kebebasan berekspresi. Dari dipakai harian hingga menjadi elemen utama gaya kasual, kaos polos tetap relevan
Ilustrasi Kaos Polos. (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 15:11 WIB

Digitalisasi Pelayanan Publik: Solusi Konkret Meminimalisir Praktik KKN

Tanpa sistem digital, layanan publik sering kali tidak memiliki standar operasional yang jelas dan mudah diawasi.
Ilustrasi pelayanan publik yang sudah menggunakan sistem digital. (Sumber: kkp.go.id)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 14:29 WIB

Membangun Masa Depan Lewat Latar Foto, Kisah Ferdi dan Alasfotoprops

Bagaimana sebuah foto bisa menentukan masa depan sebuah produk? Di era serba digital dan visual seperti sekarang, pertanyaan itu bukan lagi retoris.
Alasfotoprops hadir sebagai solusi visual yang membantu pelaku UMKM tampil lebih profesional dan menjangkau pasar digital dengan percaya diri. (Sumber: Alasfotoprops)
Mayantara 25 Jul 2025, 14:03 WIB

Hijrah Pergerakan dan Gawai, Saat Dakwah Menemukan Ruang Digital

Ruang digital bukan sekadar saluran, melainkan juga altar baru tempat orang mencari makna.
Ruang digital bukan sekadar saluran, melainkan juga altar baru tempat orang mencari makna. (Sumber: Pexels/MATAQ Darul Ulum)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 12:01 WIB

Merayakan Euforia Musik Jazz di Ruang Putih Bandung

Ada satu ruang sederhana di Bandung yang menghadirkan euforia tak seragam. Keramaian ter-orkestrasi di tempat bernama Ruang Putih. 
Ruang Putih Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 11:26 WIB

Bangga Pakai Topi S12, dari Bandung Moncer di Luar Negeri

Asep Andian (34), warga Desa Rahayu, Kecamatan Margaasih, berhasil menyulap usaha warisan keluarga menjadi produk yang menembus pasar global. Melalui brand esduabelas (S12), Asep menjadikan topi sebag
Topi S12 atau esduableas asal Bandung (Foto: GMAPS)
Beranda 25 Jul 2025, 11:09 WIB

Beda Haluan dengan Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi, Wali Kota Bandung Izinkan Sekolah Gelar Studi Tur

Farhan menyebut, selama pelaksanaan studi tur tidak mengganggu aspek akademik siswa, maka Pemkot Bandung tidak akan campur tangan.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Jelajah 25 Jul 2025, 10:27 WIB

Jejak Kapal Cicalengka di Front Eropa Perang Dunia II

Kapal Tjitjalengka, dari jalur dagang Asia jadi rumah sakit perang di Eropa. Jejak kapal bernama Cicalengka ini melintasi sejarah Perang Dunia II.
Kapal SS Tjitjalengka (Cicalengka) buatan perusahaan Belanda.
Ayo Biz 25 Jul 2025, 09:53 WIB

Mencicipi Rasa Otentik dari Palembang Lewat Pempek Ananda

Meski banyak penjual pempek di Bandung, tidak semua mampu menghadirkan rasa otentik khas Palembang. Hal inilah yang mendorong Herliyanti untuk menghadirkan Pempek Ananda.
Herliyanti, Owner Pempek Ananda (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 08:15 WIB

Pembuktian Bojan Hodak yang Sesungguhnya

Bojan Hodak adalah pelatih asing pertama yang memberikan gelar liga bagi Persib Bandung.
Bojan Hodak, Pelatih Persib. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 24 Jul 2025, 18:22 WIB

Non Kitchen & Coffee: Kisah Avriel Meracik Mimpi di Tengah Budaya Nongkrong Milenial Bandung

Nama “Non” diambil dari panggilan kecil Avriel dalam keluarganya, sebuah sentuhan personal yang menjelma menjadi identitas bisnis.
Non Kitchen & Coffee tampil beda lewat desain interior klasik-modern dan fasilitas karaoke yang terbuka untuk pengunjung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 24 Jul 2025, 16:51 WIB

Nggak Kalah dari Produk Luar, 3 Brand Hodie Asal Bandung Ini Tawarkan Kualitas Bahan Terbaik

Hodie bisa menjadi item fashion yang sangat penting dan lekat dengan identitas seseorang. Apalagi anak muda saat ini kerap mengenakan hodie untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
Contoh Hodie (Foto: Freepik)
Beranda 24 Jul 2025, 15:33 WIB

Bandung Peringkat 1 Kota Termacet di Indonesia, Ini Penjelasan TomTom dan Rencana Farhan Mengurainya

Ralf menyebutkan kebijakan seperti tarif parkir yang lebih tinggi di pusat kota, pembatasan kendaraan di jam sibuk, atau pemberian insentif bagi pengguna transportasi umum adalah sejumlah solusinya.
Kemacetan di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 24 Jul 2025, 15:12 WIB

Hikayat Java Preanger, Warisan Kopi Harum dari Lereng Priangan

Dari VOC hingga panggung dunia, Java Preanger adalah kopi Arabika legendaris dari Priangan dengan aroma fruity, floral, dan sejarah yang mendalam.
Ilustrasi proses pengolaha kopi Jawa Barat. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 24 Jul 2025, 15:01 WIB

Kemunafikan Struktural di Balik Menurunnya Angka Pernikahan

Angka pernikahan di Indonesia menurun, sedangkan praktik kohabitasi meningkat.
Angka pernikahan di Indonesia menurun, sedangkan praktik kohabitasi meningkat. (Sumber: Pexels/Arbiansyah Sulud)
Ayo Biz 24 Jul 2025, 14:29 WIB

Dari Kamera ke Komitmen, Perjalanan Riky Membangun KEE sebagai Brand Lokal Pelindung Kreativitas

KEE muncul sebagai solusi jujur dari lapangan, yang dirancang bukan hanya untuk menyimpan alat, tetapi untuk menjaga cerita di baliknya.
Di balik brand lokal KEE ini berdiri Riky Santoso, seorang fotografer yang sudah mengenal dunia lensa sejak masa sekolah. (Sumber: instagram.com/kee.id)
Ayo Netizen 24 Jul 2025, 14:01 WIB

Maung Sélang Sudah Tak Dikenali Lagi, tapi Abadi dalam Toponimi

Para sepuh di beberapa daerah di Jawa Barat Selatan sudah tidak mengenali lagi maung sélang.
Citra satelit Lembur Cisélang di Desa Jati, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Google maps)