Suara dari ormas Islam NU, Muhammadiyah, dan Persis yang sebelumnya relatif mendukung Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM), kini menuai babak kritikan.
Pada Jumat 25 Juli 2025, PWNU Jawa Barat mengadakan rapat koordinasi PCNU seāJabar di Aula Gedung Dakwah PWNU di Kota Bandung dan memutuskan menggelar istighosah berjamaah di depan Gedung Sate sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pendidikan yang dianggap merugikan pesantren dan lembaga pendidikan swasta.
KH Aceng Amrullah, Sekretaris PWNU Jabar, mengecam gaya kepemimpinan Dedi yang otoriter karena sulit melibatkan aspirasi publik.
Sebelumnya, pertengahan Juli 2025, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Iu Rusliana, memperingatkan Gubernur Dedi tidak membuat kebijakan ugalāugalan seperti mewajibkan kuota rombongan belajar hingga 50 siswa tiap kelas.
Ia menjelaskan, sejumlah sekolah Muhammadiyah di Sukabumi Depok Garut dan Cirebon terdampak langsung, pendaftar menurun, dan kualitas pendidikan berpotensi turun karena kebijakan ruang kelas padat KDM.
Persatuan Islam atau Persis juga menyuarakan kekhawatiran sejenis. Ketua Umum Persis (Persatuan Islam) KH DR Jeje Zainuddin menanggapi kebijakan KDM soal 50 siswa dalam satu kelas rombongan belajar. Kiai Jeje menyayangkan kebijakan itu.
"Kami sangat menyayangkan kebijakan yang menurut hemat kami justru tidak bijak dalam kacamata dunia pendidikan," ujar Kiai Jeje dalam pesan singkatnya kepada Republika, Rabu (16/7/2025).
Di Cirebon, juga di pertengahan Juli, kritik bergelombang datang dari pesantren-pesantren di Jawa Barat. Yang memimpin acara bukan figur kaleng-kaleng, yakni Dr. KH. Dedi Wahidi, MM (Anggota DPR RI Fraksi PKB, Pengasuh Kampus Hijau Kaplongan Indramayu) serta Dr. KH. Juhadi Muhammad, MH (Ketua PWNU Jawa Barat).
Mereka merilis kritikan bertajuk, āLima Maklumatā juga menolak kebijakan pendidikan tersebut.
Mengapa ini semua bisa terjadi? Pertanyaan ini wajar, mengingat KDM selama ini dikenal menang dalam Pilgub Jawa Barat di wilayah yang justru menjadi basis kuat NU di utara Jawa Barat dan basis Persis di Bandung Raya.
Namun saat ini dukungan yang dulu solid telah berubah kritikan terbuka. Wilayah yang seharusnya menjadi pendukung paling setia, kini menuntut agar kepala daerah tidak mengabaikan aspirasi ormas yang secara historis menjadi pilar sosial dan pendidikan di provinsi Tatar Sunda ini.
Karenanya, KDM tidak boleh jumawa (terus) atas keberhasilan masa lalu serta sorak tepuk warganet sejak lama hingga hari-hari ini. Sebab, Islam dan ormas Islam adalah kalangan mayoritas di Jawa Barat dan memiliki pengaruh besar dalam legitimasi politik.
Jika kepercayaan itu surut karena kebijakan dianggap otoriter dan tidak komunikatif, maka pemimpin sangat mungkin kehilangan pijakan social setidaknya secara struktural jam'iyyah.
Di dalam konteks provinsi religius seperti Jawa Barat, legitimasi politik sering berpijak pada keberpihakan terhadap nilaiānilai ormas. Gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi, sudah banyak para cendekia menilai selalu one man show.
Imbasnya, keputusan sering diambil tanpa dialog terbuka atau konsultasi publik. Hal ini terbukti ketika kebijakan pendidikan diumumkan secara sepihak melalui media sosial tanpa dialog mendalam.
Jangan sewot jika kritik datang deras dari ormas dan pesantren yang merasakan dampak kebijakan itu secara nyata.
Komunikasi Publik

Seorang pemimpin seharusnya lebih sering mendengarkan komunikasi publik daripada mendominasi ruang publik dengan wacana sepihak di media sosial.
Dedi harus membuka ruang dialog dengan, antara lain, ormas NU, Muhammadiyah, Persis, pesantren, dan umumnya komunitas warga agar kebijakan disusun inklusif dan kontekstual.
Demi membangun kembali kepercayaan, sang gubernur kontroversial ini perlu mengedepankan prinsip jadul tapi selalu aktual,ethos pathos logos, dalam komunikasi publik.
Ethos berarti membangun reputasi pemimpin yang kredibel adil dan terbuka terhadap masukan ormas Islam/masyarakat umum.
Pathos berarti menyentuh sisi emosional masyarakat dengan mendengar keresahan orang tua guru dan tokoh agama serta menunjukkan empati, bukan hanya menyodorkan data sepihak.
Logos berarti menyediakan data transparan analisis rasional dan bukti nyata bahwa kebijakan pendidikan lahir dari kajian matang dan kajian akademik.
Sebuah studi oleh Moses Sichach tahun 2024 berjudul Ethos Pathos and Logos As Foundations of Persuasive Writing menekankan, persuasi efektif membutuhkan keseimbangan ethos, pathos dan logos tersebut.
Ethos membangun kredibilitas pemimpin, pathos menciptakan resonansi emosional, dan logos menghadirkan argumen yang logis dan rasional.
Jika komunikasi hanya mengandalkan dominasi media sosial tapi abai legitimasi publik, maka pesan sesungguhnya tidak pernah benar-benar kuat dan kepercayaan pada institusi tak sepenuhnya tangguh.
Pendekatan persuasif yang matang menghindarkan risiko kebijakan ditolak oleh ormas Islam yang dulunya relatif menjadi basis dukungan.
Dukungan mereka yang surut hari ini adalah peringatan bahwa stabilitas politik lokal di Jawa Barat bergantung komunikasi inklusif, etis, dan rasional.
Jika KDM setelah ini mampu menerapkan dialog terbuka, empati terhadap keresahan public, dan menyusun alasan kebijakan secara transparan, maka kepercayaan masyarakat masih bisa dibangun kembali.
Jika tidak, gaya dominasi di media sosial tetap dipertahankan, maka jurang antara pemimpin dan masyarakat (Islam) bisa berbalik semakin berlainan arah. Hayu bebenah, cag ah! (*)
Podcast Terbaru AYO TALK: