Seperti yang telah terjadi pada periode-periode sebelumnya, setiap ada perubahan kurikulum, kemungkinan besar sistem penilaiannya pun bisa berubah. Jika sebelumnya Ujian Nasional (UN) jadi tolok ukur kelulusan siswa, sejak Nadiem Makarim didaulat sebagai Mendikbudristek (2019-2024) praktik UN dihapus. Kelulusan dan keberhasilan siswa tidak lagi dinilai dengan angka-angka yang dihasilkan dari UN.
Era Nadiem Makarim berakhir, kurikulum pendidikan sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Bahkan, sistem penilaian pun akan mengalami perubahan. Namun begitu, perubahan ini dianggap penting demi kemajuan dan perkembangan pendidikan di masa akan datang.
Dikutip dari laman kemendikdasmen.go.id, dalam rangka memenuhi mandat konstitusional untuk menyediakan pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Peraturan ini telah diundangkan pada tanggal 3 Juni 2025 dan menjadi momen penting dalam upaya penguatan sistem penilaian capaian akademik yang terstandar, objektif, dan inklusif di seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikdasmen, Toni Toharudin, menegaskan bahwa penyelenggaraan TKA merupakan bentuk konkret komitmen pemerintah dalam menjamin hak setiap murid untuk diukur capaian akademiknya secara adil dan berkualitas.
Kenya Swawikanti (2025) menyatakan bahwa TKA bertujuan untuk menjadi parameter dalam menilai kemampuan akademik siswa di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Namun, berbeda dengan UN, hasil TKA tidak digunakan sebagai standar kelulusan, melainkan sebagai indikator seleksi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Kenya menambahkan bahwa penerapan TKA akan dilakukan secara bertahap. Untuk jenjang SMA/SMK akan diberlakukan pada tahun 2025, tepatnya pada bulan November.
Sementara itu, siswa jenjang SD dan SMP baru akan mengikuti TKA mulai tahun 2026. Dengan demikian, sekolah dan siswa memiliki waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi sistem asesmen baru ini (ruangguru).
Peserta TKA

Dikutip dari laman pipunpad.id, Tes Kemampuan Akademik atau yang biasa disingkat menjadi TKA merupakan tes yang mengukur kemampuan berpikir, meliputi kemampuan pemahaman dan penalaran seseorang pada saat ini.
Tes ini dikembangkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang dalam menjalani pendidikan pada jenjang Magister (S2), Profesi, maupun Doktoral (S3) di Perguruan Tinggi.
Namun, TKA pada saat ini akan diterapkan di jenjang pendidikan dasar dan menengah. TKA adalah asesmen pengganti Ujian Nasional (UN) yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Asesmen ini untuk mengukur kemampuan akademis siswa secara lebih menyeluruh.
Berbeda dengan Ujian Nasional (UN), TKA tidak bersifat wajib dan tidak menentukan kelulusan siswa. Namun, hasil TKA digunakan sebagai salah satu komponen penilaian dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SMPB) untuk pendidikan selanjutnya, seperti SD ke SMP dan SMP ke SMA. Bagi siswa SMA/SMK, TKA menjadi indikator penilaian dalam seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi.
Dengan kata lain, hasil TKA berperan sebagai data objektif untuk menilai kemampuan akademik siswa dan menjadi nilai individu dalam seleksi masuk perguruan tinggi (brainacademy).
Begitulah. Sistem penilaian baru ini diharapkan menjadi tolok ukur kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran di kelas. Karena, bagaimana pun siswa harus bisa mengetahui hasil belajarnya sendiri di dalam pelaksanaan TKA. Hasil tes kemampuannya juga diharapkan bisa menjadi bekal dalam menjalani pendidikan di jenjang selanjutnya. (*)