Negeri atau Swasta? Potret Ketimpangan Akses dan Kualitas Pendidikan

Kenneth Raffael
Ditulis oleh Kenneth Raffael diterbitkan Kamis 05 Jun 2025, 08:42 WIB
Ilustrasi murid sekolah negeri. (Sumber: Pexels/Yazid N)

Ilustrasi murid sekolah negeri. (Sumber: Pexels/Yazid N)

Salah satu video yang sempat viral di TikTok pada tahun 2024 menampilkan seorang siswi sekolah negeri yang tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana. Sebaliknya, siswa dari sekolah swasta dengan mudah menjawab yang sama secara cepat dan tepat.

Di era digital ini, media sosial telah menjadi cermin kehidupan masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan. Konten seperti ini dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat mengenai kualitas pendidikan di sekolah negeri, khususnya jika dibandingkan dengan sekolah swasta. 

Fenomena ini menjadi perbincangan hangat karena memperlihatkan masyarakat Indonesia dengan adanya jurang kualitas pendidikan yang signifikan. Seringkali masyarakat berasumsi bahwa sekolah swasta menawarkan pembelajaran yang lebih baik karena fasilitasnya lengkap dan gurunya berkualitas.

Sementara itu, sekolah negeri dianggap hanya sebuah sekolah biasa dan cenderung tertinggal. Namun, benarkah semua sekolah negeri seperti ini? Atau mungkin ada masalah sistemik yang menyebabkan ketidaksesuaian ini terus terjadi?

Perbedaan tersebut tidak hanya terkait dengan tingkat kecerdasan siswa, melainkan dengan banyak hal. Seperti fasilitas sekolah yang menunjang pembelajaran, kualitas tenaga pengajar, partisipasi orangtua dalam pendidikan, dan juga kebijakan pemerintah.

Sekolah swasta, apalagi yang dikelola oleh yayasan besar, memiliki lebih banyak fasilitas teknologi, kurikulum yang diadaptasi dari kurikulum luar negeri, dan juga cara mengajar yang lebih inovatif. Hal-hal tersebut berbanding terbalik dengan sekolah negeri, yang memiliki peraturan ketat dari pemerintah seperti kurikulumnya dan juga sistem pengangkatan guru.

Data dan Realitas di Lapangan

Menurut data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tahun 2024, sepertiga dari total siswa formal di Indonesia — yakni sekitar 10 juta dari 33 juta — bersekolah di sekolah swasta.

Di tingkat SMK, perbedaannya lebih mencolok: sekolah swasta berjumlah tiga kali lebih banyak daripada sekolah negeri, yaitu 10.500 dibandingkan dengan 3.740 unit. Hal ini membuktikan bahwa peran sekolah swasta dalam sistem pendidikan nasional sangat dominan, khususnya dalam menyediakan akses di daerah perkotaan dan pinggiran kota.

Namun, dominasi ini juga menimbulkan sebuah tantangan. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau, Dr. Lagat Siadari, mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah yang menggratiskan SPP di sekolah negeri membuat pendaftaran peserta didik baru di sekolah negeri meningkat tajam pada tahun ajaran baru 2024.

Hal ini menimbulkan ketimpangan lain: sekolah swasta semakin kekurangan siswa, sedangkan sekolah negeri kewalahan dalam menampung jumlah pendaftar. Bahkan di beberapa wilayah, sekolah negeri sampai harus membatasi jumlah murid per kelasnya secara ketat karena keterbatasan ruang dan guru, demi sekolah tersebut dapat memberikan kualitas pengajaran yang terbaik.

Perbedaan fasilitas antara kedua sekolah tersebut juga menjadi sorotan yang memprihatinkan. Menurut Kemendikbudristek 2023, sekitar 30% sekolah negeri di Indonesia masih kekurangan ruang kelas layak. Banyak sekolah negeri terutama di daerah terpencil masih menggunakan bangunan kayu, tidak memiliki perpustakaan memadai, dan minim akses teknologi.

Baca Juga: Laki-Laki, Pancingan, dan Stigma Pengangguran

Sebaliknya, sekolah swasta menengah ke atas kini sudah banyak yang menerapkan pembelajaran berbasis digital (penggunaan aplikasi Zoom dan Google Classroom untuk sarana belajar siswa), menyediakan fasilitas robotik, coding, hingga pembelajaran AI untuk bersaing dengan peningkatan teknologi di dunia.

Perbedaan kualitas tenaga pengajar juga menjadi isu yang sangat penting. Sekolah swasta memiliki keleluasaan untuk memilih guru dengan pengalaman dan pelatihan khusus, misal merekrut orang yang fasih berbahasa mandarin, sementara sekolah negeri mengandalkan rekrutmen berbasis seleksi CPNS dan PPPK yang belum tentu meraih pendidik dengan pendekatan yang inovatif.

Selain itu, banyak guru negeri masih terbebani tugas administratif sehingga kurang fokus mengembangkan metode ajar. Padahal, di era saat ini, pendekatan pengajaran berbasis proyek, hybrid learning, dan penguatan karakter sangat dibutuhkan untuk menyiapkan generasi yang beradaptasi dan kritis.

Kolaborasi, Bukan Kompetisi

Ilustrasi siswa sekolah. (Sumber: Pexels/Yazid N)
Ilustrasi siswa sekolah. (Sumber: Pexels/Yazid N)

Menyadari adanya ketimpangan ini, pemerintah mulai mengambil langkah korektif. Salah satu langkah yang cukup progresif adalah penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang akan menggantikan PPDB mulai 2025.

Dalam sistem ini, ada 4 jalur masuk yang diterapkan baik di sekolah negeri maupun swasta dalam sistem zonasi dan distribusi siswa, sehingga tidak lagi terjadi kompetisi ekstrem antara keduanya, melainkan kolaborasi.

Kemendikdasmen juga menargetkan peningkatan kapasitas sekolah negeri dan swasta melalui program Revitalisasi Sekolah Menengah. Program ini tidak hanya menyasar sekolah negeri, melainkan juga memberikan dukungan pada sekolah swasta yang selama ini kekurangan fasilitas, terutama di wilayah pinggiran dan luar Jawa.

Pemerintah ingin mematahkan stigma bahwa sekolah swasta hanya untuk kalangan elit yang memiliki uang yang banyak. Dengan dukungan yang seimbang, pemerintah berharap kualitas pendidikan dapat lebih merata.

Selain itu, mulai ajaran 2024/2025, beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Bandung mulai menerapkan pilot project integrasi kurikulum antar sekolah negeri dan swasta berbasis proyek lintas sekolah.

Dengan demikian, siswa dari sekolah negeri dan swasta bisa bekerja sama dalam proyek nyata, seperti penelitian, kegiatan sosial, atau kewirausahaan. Ini adalah langkah positif untuk mendorong inklusivitas dan menghapus sekat antar siswa. 

Meskipun begitu, tantangan masih banyak. Salah satunya adalah masalah persepsi di masyarakat. Sekolah swasta sering dianggap lebih "prestisius", sedangkan sekolah negeri diasosiasikan dengan biaya rendah dan kualitas "pas-pasan".

Akibatnya, banyak orang tua memaksakan diri menyekolahkan anak di swasta walau secara finansial tidak cukup mampu. Padahal, tidak sedikit sekolah negeri unggulan seperti SMAN 1 Bandung, SMAN 8 Jakarta yang berhasil melahirkan lulusan berprestasi, bahkan diterima di universitas top dunia.

Sebaliknya, ada pula sekolah negeri yang hanya mengedepankan bisnis tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan fasilitas. Hal ini penting diketahui agar masyarakat lebih bijak dalam memilih sekolah.

Sekolah yang mahal belum tentu bagus, begitu juga sebaliknya. Hal utama yang harus dilihat adalah kualitas pengajaran, nilai yang ditanamkan oleh sekolah, serta lingkungan belajar yang mendukung perkembangan siswa.

Kembali ke Pilihan dan Kemampuan

Ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta memang benar adanya, tetapi bukan berarti tidak bisa dijembatani. Dengan komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan, ketimpangan ini dapat dikurangi secara bertahap. Upaya yang sudah dimulai melalui perubahan sistem penerimaan, memperbarui fasilitas, dan kolaborasi antar sekolah merupakan langkah awal.

Namun, peran orang tua tetap yang paling penting dalam menentukan jalan pendidikan anak. Karena keluarga adalah satuan terkecil dalam masyarakat, yang menjadi pendidik yang paling utama. Setiap keluarga memiliki kondisi berbeda: ada yang mampu secara finansial, ada pula yang mengutamakan kedekatan atau nilai-nilai religius tertentu.

Tidak semua anak cocok belajar di sekolah swasta, begitu juga tidak semua sekolah negeri mampu memenuhi kebutuhan khusus anak. Oleh karena itu, pemilihan sekolah tidak bisa hanya berdasarkan gengsi, biaya, atau opini umum.

Baca Juga: Membaca sambil Menikmati Makanan Khas Toko Buku Pelagia

Pendidikan adalah proses yang panjang dan kompleks. Maupun di sekolah negeri atau swasta, yang terpenting adalah bagaimana anak bisa tumbuh dalam lingkungan yang mendorongnya untuk berpikir kritis, membangun karakter, dan memiliki semangat belajar sepanjang hayat.

Jadi, maupun masuk sekolah negeri maupun swasta tergantung pilihan orang tua, apakah sanggup secara finansial maupun pertimbangan lainnya. Hal yang terpenting adalah memastikan bahwa setiap anak Indonesia mendapatkan hak yang sama bermimpi dan meraih masa depan yang lebih baik. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Kenneth Raffael
Kenneth Raffael Hidayat adalah mahasiswa di Universitas Katolik Parahyangan yang memiliki minat dalam dunia penulisan. Ia aktif mengembangkan kemampuan menulis melalui opini dan esai.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 03 Nov 2025, 20:51 WIB

Tawas, Bahan Sederhana dengan Khasiat Luar Biasa untuk Atasi Bau Badan

Si bening sederhana bernama tawas punya manfaat luar biasa.
Sejak lama, tawas digunakan dalam berbagai keperluan. (Sumber: Wikimedia Commons/Maxim Bilovitskiy)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 19:47 WIB

Fesyen sebagai Cerminan Kepribadian: Lebih dari Sekadar Gaya

Fashion tidak hanya berbicara tentang pakaian yang indah atau tren terkini, tetapi juga menjadi cara seseorang mengekspresikan diri.
Setiap pilihan busana, warna, hingga aksesori yang dikenakan seseorang menyimpan cerita tentang siapa dirinya (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:40 WIB

Tempo vs Menteri Pertanian, AJI Tegaskan Sengketa Pers Bukan Urusan Pengadilan

Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:24 WIB

Pusat Perbelanjaan Bandung di Era Digital, Bertahan atau Bertransformasi?

Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis.
Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:54 WIB

Sejarah Flyover Pasupati Bandung, Gagasan Kolonial yang Dieksekusi Setelah Reformasi

Flyover Pasupati Bandung menyimpan sejarah panjang, dari ide Thomas Karsten di era kolonial hingga menjadi simbol kemajuan urban modern Jawa Barat.
Flyover Pasupati Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:39 WIB

Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Sejarah amukan lumpur Lapindo telan 16 desa dan 60 ribu jiwa, tapi yang tenggelam bukan cuma rumah, juga nurani dan keadilan negeri ini.
Lumpur Lapindo. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 17:54 WIB

Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying), Siswa SMAN 25 Bandung Diajak Lebih Bijak di Dunia Digital

Mahasiswa Telkom University mengedukasi siswa SMAN 25 Bandung tentang bahaya cyberbullying melalui kegiatan sosialisasi dan diskusi interaktif.
Dokumentasi Pribadi, sosialisasi "Perundungan Dunia Maya (cyberbullying)" SMAN 25 Bandung, 27 oktober 2025.
Ayo Biz 03 Nov 2025, 16:56 WIB

Fesyen Sunda dan Anak Muda Bandung: Warisan atau Wawasan yang Tergerus?

Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan.
[ilustrasi]Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 15:41 WIB

Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan.
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 14:56 WIB

Milenial dan Generasi Z Tak Lagi Beli Barang, Mereka Beli Nilai

Di tangan generasi milenial dan Gen Z, konsep Keberlanjutan menjelma menjadi gaya hidup yang menuntut transparansi, nilai, dan tanggung jawab sosial.
Produk upcycle, yang mengolah limbah menjadi barang bernilai, kini menjadi simbol perubahan yang digerakkan oleh kesadaran kolektif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:46 WIB

‘Galgah’, Antonim Baru dari ‘Haus’ yang Resmi Masuk KBBI

Kata baru “galgah” sedang jadi sorotan warganet!
Kata "galgah" menunjukkan seseorang sudah tidak lagi haus. (Sumber: Pexels/Karola G)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:10 WIB

Cahaya di Tengah Luka: Ketulusan Ibu Timothy Anugerah yang Mengampuni dan Merangkul

Kehilangan seorang anak adalah duka yang tak terbayangkan. Namun, Ibu dari almarhum Timothy Anugerah memilih jalan yang tak biasa.
Ketulusan hati ibu Timothy Anugerah (Sumber: https://share.google/StTZP2teeh7VKZtTl)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 13:15 WIB

Diskusi Buku 'Berani Tidak Disukai' bersama Salman Reading Corner

Membaca adalah cara kita untuk menyelami pemikiran orang lain. Sementara berdiskusi adalah cara kita mengetahui berbagai macam perspektif.
Diskusi Buku Bersama Salman Reading Corner, Sabtu, 01 November 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 11:32 WIB

Menyalakan Kembali Lentera Peradaban

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah.
Lentera dengan karya seni Islam. (Sumber: Pexels/Ahmed Aqtai)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 10:01 WIB

Perutku, Makanan, dan Rasa Lapar yang Sia-sia

Perut adalah salah satu inti kehidupan manusia. Dari sanalah segalanya bermula, dan juga sering berakhir.
Para pengungsi. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 08:12 WIB

Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah

Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata.
Ilustrasi Meninggal karena kelaparan (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 20:37 WIB

Mengapa Tidur Cukup Sangat Penting? Begini Cara Mencapainya

Sering begadang? Hati-hati, kurang tidur bisa merusak kesehatan tubuh dan pikiranmu!
Ilustrasi tidur. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 17:53 WIB

Inspirasi Sosok yang Teguh Mengabdi di Cipadung Wetan

Sosok lurah di Cipadung Wetan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Lurah Cipadung Wetan, Bapak Tarsujono S. Sos, M,. M,. (Sumber: Mila Aulia / dok. pribadi | Foto: Mila Aulia)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)