Adaptasi Jadi Kunci Hadapi Krisis Iklim: Mulai Kebijakan Global hingga Gotong Royong Masyarakat Lokal

Andres Fatubun
Ditulis oleh Andres Fatubun diterbitkan Senin 08 Sep 2025, 10:15 WIB
Siswa SD Darul Hikam Bandung memperingati Hari Bumi 2024 dengan aksi nyata menanam pohon di kawasan Dago Giri. Kegiatan kongkret berperan penting menyerap karbon.

Siswa SD Darul Hikam Bandung memperingati Hari Bumi 2024 dengan aksi nyata menanam pohon di kawasan Dago Giri. Kegiatan kongkret berperan penting menyerap karbon.

AYOBANDUNG.ID – Selain isu greenwashing yang menarik untuk dikuliti, soal adaptasi perubahan iklim pun menjadi topik hangat yang dibahas dalam Business and Climate Media Initiative Virtual Workshop yang diinisiasi oleh Earth Journalism Network (EJN).

Pakar lingkungan asal Bangladesh, Ahsan Uddin Ahmed, menegaskan bahwa adaptasi merupakan kunci penting agar masyarakat mampu bertahan menghadapi dampak perubahan iklim yang kian nyata dan tak bisa dicegah.

Ahmed memaparkan hasil telaahnya tentang distribusi pendanaan iklim global yang masih timpang, di mana sebagian besar mengalir ke proyek mitigasi.

Dalam konteks perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi memiliki fokus yang berbeda.

Mitigasi merujuk pada upaya untuk menghindari dan mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Tujuannya adalah untuk mengatasi akar penyebab perubahan iklim dengan mengurangi jumlah gas yang memerangkap panas. Contoh tindakan mitigasi termasuk beralih ke sumber energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengurangi deforestasi.

Sedangkan adaptasi adalah upaya untuk mempersiapkan dan menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim yang sudah terjadi atau yang akan datang. Tujuannya adalah untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak-dampak tersebut. Contoh tindakan adaptasi seperti menghemat air, mengelola sampah, menanam pohon, serta menggunakan transportasi ramah lingkungan. Upaya ini bisa diperkuat dengan membangun rumah yang lebih hemat energi, menjaga kesiapsiagaan bencana, dan menumbuhkan kesadaran bersama sejak dini.

Singkatnya, mitigasi berupaya mencegah atau mengurangi laju perubahan iklim, sedangkan adaptasi berupaya menyesuaikan diri dengan dampak yang sudah terjadi atau tidak dapat dihindari. Keduanya sangat penting untuk menghadapi tantangan perubahan iklim secara komprehensif.

Pakar lingkungan asal Bangladesh, Ahsan Uddin Ahmed. (Sumber: CCDB Climate Centre)
Pakar lingkungan asal Bangladesh, Ahsan Uddin Ahmed. (Sumber: CCDB Climate Centre)

Menurut Ahmed, adaptasi belum mendapat perhatian sebesar mitigasi, padahal ancaman perubahan iklim sudah di depan mata. Fenomena banjir, kenaikan muka air laut, hingga gagal panen sudah dirasakan langsung oleh masyarakat di negara-negara rentan. Tanpa dukungan adaptasi, beban sosial dan ekonomi akan semakin berat.

Dalam presentasinya, Ahmed menjelaskan bahwa mitigasi memang penting untuk menekan emisi gas rumah kaca, tetapi adaptasi menyangkut kesiapan menghadapi dampak yang tidak bisa dihindari. Ia menekankan, strategi adaptasi harus berjalan beriringan dengan mitigasi agar dunia lebih tangguh menghadapi krisis iklim.

Data terbaru menunjukkan mayoritas dana global justru terserap pada proyek energi dan transportasi. Sebaliknya, proyek adaptasi masih kurang diminati, baik oleh pemerintah maupun investor swasta. Padahal, di banyak wilayah Asia-Pasifik, kebutuhan adaptasi semakin mendesak untuk melindungi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Ahmed menilai, investasi dalam adaptasi lebih dekat dengan kepentingan manusia. Contoh nyata adalah pembangunan tanggul di daerah pesisir, penyediaan air bersih di wilayah rawan kekeringan, hingga memperkuat sistem kesehatan menghadapi penyakit yang menyebar akibat perubahan iklim.

Ia juga menyinggung bahwa sejak 2003, proyek mitigasi jauh lebih dominan dibanding adaptasi di kawasan Asia-Pasifik. Pola kebijakan dan pendanaan yang berat sebelah ini dinilai berpotensi memperburuk risiko, sebab masyarakat tidak disiapkan secara memadai menghadapi dampak perubahan iklim.

Dalam paparannya, Ahmed mengingatkan bahwa adaptasi tidak melulu soal infrastruktur. Pengetahuan lokal, kearifan masyarakat, serta tata kelola yang inklusif juga menjadi bagian penting dari strategi bertahan. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, organisasi sipil, dan komunitas lokal sangat dibutuhkan.

Pemerintah, menurutnya, harus berani mengambil peran melalui kebijakan yang berpihak pada adaptasi. Regulasi tata ruang, insentif inovasi hijau, hingga perlindungan sosial bagi kelompok rentan bisa menjadi langkah konkret yang memperkuat ketahanan masyarakat.

Selain pemerintah, sektor swasta juga memiliki kontribusi besar. Dunia usaha dapat menyesuaikan model bisnis mereka dengan risiko iklim, sekaligus menghadirkan solusi yang membantu masyarakat. Skema asuransi untuk petani yang gagal panen akibat cuaca ekstrem menjadi salah satu contoh produk yang relevan.

Ahmed menekankan bahwa pendanaan adaptasi tidak seharusnya hanya berbasis utang. Negara-negara maju perlu menepati janji hibah iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun yang disepakati sejak 2009. Dana tersebut idealnya lebih proporsional dialokasikan untuk adaptasi, bukan hanya mitigasi.

Ia juga menegaskan pentingnya langkah adaptasi di tingkat komunitas. Meski berskala kecil, langkah sederhana seperti pola tanam yang menyesuaikan iklim atau pengelolaan sumber air bersama mampu memperkuat daya tahan masyarakat. Jika dilakukan konsisten, langkah ini bisa memberi dampak besar.

Kesenjangan informasi menjadi salah satu hambatan. Tidak semua komunitas memiliki akses terhadap data iklim atau teknologi yang memadai. Karena itu, Ahmed menilai kerja sama lintas negara dan lembaga sangat penting agar pengetahuan dan teknologi dapat menjangkau masyarakat paling rentan.

Dalam kerangka keadilan iklim, Ahmed mengingatkan bahwa negara-negara yang paling sedikit menyumbang emisi justru sering kali menanggung dampak paling parah. Dengan memperkuat adaptasi, dunia menunjukkan kepedulian bahwa keadilan lingkungan harus diwujudkan dalam praktik, bukan sekadar janji.

Lebih jauh, adaptasi dipandang sebagai peluang untuk membangun masa depan berkelanjutan. Investasi di bidang pertanian tahan iklim, kota hijau, hingga energi terbarukan lokal bukan hanya memperkuat ketahanan, tetapi juga membuka lapangan kerja baru.

Kebijakan Pemerintah Indonesia

Sama halnya dengan negara lain, Indonesia menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sejak 1981 hingga 2018 suhu rata-rata di Indonesia naik sekitar 0,03 derajat Celsius setiap tahun. Sementara itu, data Bappenas tahun 2021 menunjukkan kenaikan muka laut sebesar 0,8 hingga 1,2 sentimeter per tahun, padahal 65 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir.

Kondisi ini membuat upaya adaptasi menjadi kebutuhan mendesak. Pemerintah berkomitmen menyiapkan langkah nyata agar masyarakat tetap tangguh menghadapi dampak iklim yang makin terasa. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menerapkan Climate Budget Tagging (CBT), yakni penandaan anggaran khusus untuk mitigasi dan adaptasi iklim dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Mekanisme ini mulai dijalankan sejak 2016 dan terus diperkuat. Dalam sistem tersebut, pemerintah mengalokasikan kode anggaran tersendiri untuk adaptasi. Anggaran ini difokuskan pada peningkatan ketahanan ekonomi, sosial, dan ekosistem. Tujuannya, mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan iklim, seperti kerusakan infrastruktur, penurunan hasil pertanian, hingga kerentanan kesehatan masyarakat.

Rata-rata belanja untuk aksi iklim sejak 2016 hingga 2022 mencapai Rp81,3 triliun per tahun atau sekitar 3,5 persen dari total APBN. Persentase ini bahkan lebih tinggi dibanding mayoritas negara lain.

Melalui CBT, setiap kementerian dan lembaga dapat lebih mudah mengidentifikasi apakah program yang mereka jalankan berkontribusi terhadap adaptasi iklim. Misalnya, proyek yang meningkatkan ketahanan pangan, memperkuat layanan kesehatan, atau melindungi ekosistem pesisir dapat masuk ke dalam kategori adaptasi.

Pemerintah berharap, penandaan anggaran ini mendorong transparansi, keterlibatan pemangku kepentingan, serta memastikan alokasi dana adaptasi benar-benar digunakan secara efektif. Dengan begitu, upaya adaptasi tidak lagi bersifat seremonial, melainkan betul-betul menyentuh kebutuhan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak iklim.

Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat

Adaptasi perubahan iklim selama ini kerap dipandang sebagai urusan besar: konferensi global, komitmen negara-negara, pendanaan hingga miliaran rupiah dari anggaran pemerintah dan swasta. Padahal, di balik usaha global tersebut, ada peran masyarakat lokal yang sama pentingnya. Adaptasi tidak hanya lahir dari keputusan politik, tetapi juga dari tindakan sederhana yang dilakukan sehari-hari di rumah, lahan pertanian, hingga lingkungan sekitar.

Kenyataannya, dampak perubahan iklim sudah nyata terasa di Indonesia. Suhu yang terus meningkat, musim yang tak menentu, hingga kenaikan permukaan laut menjadi tantangan bagi banyak orang. Meski pemerintah menyiapkan mekanisme anggaran khusus adaptasi, daya tahan bangsa ini juga ditentukan oleh kesadaran warganya untuk ikut menyesuaikan diri.

Warga RW 19 Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani mengadaptasi pola penyelesaian sampah tanpa harus melakukan pengiriman ke TPA. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Warga RW 19 Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani mengadaptasi pola penyelesaian sampah tanpa harus melakukan pengiriman ke TPA. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)

Di kota Bandung, misalnya, sebagai bentuk konkret adaptasi perubahan iklim, warga RW 19 Antapani Tengah, membangun kawasan bebas sampah melalui pengolahan terintegrasi di Jasmine Integrated Farming sejak 2020. Dengan mengelola sampah organik menggunakan metode modern serta memaksimalkan bank sampah untuk sampah anorganik, kawasan ini mampu menekan beban pengiriman ke TPA hingga satu ton per minggu. Upaya ini tidak hanya mengurangi emisi dari sampah, tetapi juga menghadirkan model urban farming yang memberi manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan, sekaligus menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat dapat beradaptasi menghadapi krisis iklim melalui solusi lokal yang berkelanjutan.

Sementara itu, Yayasan Odesa melalui program filantropinya memiliki banyak program untuk adaptasi perubahan iklim ini. Salah satunya pemulihan lingkungan di Kecamatan Cimenyan yang termasuk Kawasan Bandung Utara. Tantangan besar yang mereka hadapi adalah kondisi tanah gersang, yang sering disebut “tanah sakit” karena sulit ditanami. Odesa menawarkan solusi agroekologi dengan budidaya tanaman hanjeli, tanaman yang mampu tumbuh di lahan marginal sekaligus memperbaiki struktur tanah agar kembali subur. Inisiatif ini bukan hanya menghidupkan kembali lahan kritis, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan masyarakat, sehingga menjadi langkah nyata menghadapi dampak perubahan iklim secara berkelanjutan.

Anak muda yang tergabung dalam Yayasan Odessa menanam benih hanjeli di kebun botani yang mereka kelola. (Sumber: Yayasan Odessa)
Anak muda yang tergabung dalam Yayasan Odessa menanam benih hanjeli di kebun botani yang mereka kelola. (Sumber: Yayasan Odessa)

Adaptasi berbasis komunitas terbukti efektif di banyak tempat. Dua Tindakan kongkret di atas contoh gotong royong menghadapi iklim yang makin sulit diprediksi dan tak bisa dicegah.

Semua upaya sederhana ini jika digabungkan akan melengkapi kebijakan dan pendanaan besar pemerintah. Adaptasi bukan semata urusan global, melainkan tanggung jawab bersama yang berawal dari rumah dan lingkungan sekitar. (*)

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 23 Okt 2025, 21:22 WIB

Mengapa Pejabat Kita Perlu Membaca Buku?

Masihkah kita bisa berharap pada kebijakan publik yang berkualitas, jika pejabatnya sendiri jarang membaca buku?
Tanpa literasi atau membaca buku, pejabat hanya melahirkan kebijakan reaktif, dangkal, dan jangka pendek. (Sumber: Instagram | nusantara_maps)
Ayo Biz 23 Okt 2025, 20:55 WIB

Potensi Pasar Modal Syariah Indonesia: Tumbuh tapi Belum Proporsional?

Geliat investasi syariah menunjukkan tren positif, ditandai meningkatnya jumlah investor, diversifikasi produk, dan penetrasi teknologi yang memudahkan akses terhadap instrumen keuangan halal.
Geliat investasi syariah menunjukkan tren positif, ditandai meningkatnya jumlah investor, diversifikasi produk, dan penetrasi teknologi yang memudahkan akses terhadap instrumen keuangan halal. (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 23 Okt 2025, 20:36 WIB

Mendorong Pertumbuhan Inklusif Lewat Festival Kolaboratif dan Digitalisasi Finansial

Sektor perbankan, sektor produktif, UMKM, dan industri kreatif kini tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling terhubung dalam ekosistem yang saling menguatkan.
Sektor perbankan, sektor produktif, UMKM, dan industri kreatif kini tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling terhubung dalam ekosistem yang saling menguatkan.
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 19:34 WIB

Perelek, Kosakata Jadul yang Timbul Lagi

Perelek, sebuah kata jadul yang nyaris tenggelam ditelan zaman, belakangan ini ramai lagi dibicarakan di sosial media.
Dedi Mulyadi. (Sumber: Dok. DSDA Jabar)
Ayo Jelajah 23 Okt 2025, 18:40 WIB

Sejarah Tol Cipularang, Jalan Cepat Pertama ke Bandung yang Dibangun dari Warisan Krisis

Sejarah Tol Cipularang dari proyek gagal era 1990-an hingga simbol konektivitas Jakarta–Bandung. Penuh kisah krisis, pembangunan, dan mitos Gunung Hejo.
Tol Cipularang. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 18:31 WIB

Diskriminasi Kelompok Minoritas oleh Muslim di Indonesia, Memahami Teori Identitas dan Persepsi Sosial

Membedah fenomena sosial ironis, yang kerap kali terjadi di tengah masyarakat sosial Indonesia.
Ilustrasi ruangan dalam gereja. (Sumber: Unsplash/Kaja Sariwating)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 17:49 WIB

I'ie Sumirat Legenda Bulutangkis Indonesia dari Bandung

I’ie Sumirat lahir di Bandung pada 15 November 1950 dan mulai menekuni bulutangkis sejak masa remaja.
Pada tahun 1976, puncak karier I’ie Sumirat tercapai saat ia berhasil menjuarai All England bersama pasangannya. (Sumber: Instagram/Badminton Indonesia)
Ayo Jelajah 23 Okt 2025, 16:18 WIB

Hikayat Komplotan Bandit Revolusi di Cileunyi, Sandiwara Berdarah Para Tentara Palsu

Kabut malam menutup jejak empat bandit berseragam. Dari Cileunyi hingga Rancaekek, tragedi itu jadi legenda kelam Bandung era revolusi tahun 1950-an.
Ilustrasi truk melintasi jalanan Cileunyi, Bandung, tahun 1950-an.
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 15:27 WIB

Dalam Budaya Ketimuran, Komunitas LGBT malah Berkembang, Apa Penyebabnya?

LGBT sudah semakin banyak ditemui di dunia. Bagaimana bisa, hal yang pernah tabu itu menjadi normal di masa sekarang?
LGBT sudah semakin banyak ditemui di dunia. Bagaimana bisa, hal yang pernah tabu itu menjadi normal di masa sekarang? (Sumber: Pexels/Alexander Grey)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 13:10 WIB

Bandung Menawan, Bandung Siaga: Belajar Hidup Selaras dengan Alam

Di balik keindahan dan kreativitasnya, Bandung belajar menata diri, bukan sekadar untuk tampil menawan.
Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Raka Miftah)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 11:31 WIB

Hikayat Kaum Sarungan

Santri adalah peneguh nilai, penjaga moral bangsa, dan penggerak perubahan sosial.
Kampanye pakai sarung dengan fashion show di jalanan yang dilakukan oleh pecinta budaya di Semarang. Diperingati 3 Maret, sarung punya sejarah panjang. (Sumber: Ayo Semarang.com | Foto: Audrian Firhannusa)
Ayo Jelajah 23 Okt 2025, 11:21 WIB

Dari Barak Tentara ke Istana, Sejarah Mobil Maung Pindad Buatan Bandung

Dari bengkel kecil di Bandung hingga jadi mobil dinas pejabat, Maung buatan Pindad berubah dari kendaraan tempur jadi simbol nasionalisme baru.
Deretan kendaraan khusus Maung MV 3 Produksi PT Pindad di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 10:10 WIB

Seperti Surabaya, Bandung Harus Belajar Atasi Limbah Popok dan Pembalut

Surabaya telah berhasil menjadi kota berkelanjutan karena upayanya dalam menghijaukan lingkungan.
Ilustrasi popok bayi. (Sumber: Pexels/Emma Bauso)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 08:57 WIB

Sore: Istri Dari Masa Depan, Cinta yang Terjebak dalam Putaran Waktu

Yandy Laurens selaku sutradara mengemas film "Sore: Istri Dari Masa Depan" dengan konsep time loop atau perjalanan lintas waktu.
Poster film Sore: Istri dari Masa Depan. (Sumber: Instagram/sheiladaisha)
Ayo Netizen 23 Okt 2025, 07:50 WIB

Kliwon dan Komposisi Instrumen Sorawatu

Komposisi kliwon disepakati sebagai proses mengheningkan cipta pada semesta.
 (Foto: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 21:06 WIB

Setahun Pendidikan Bermakna, Menanam Peradaban Lewat Tindakan Nyata

Menyoroti langkah Kemendikdasmen dalam membangun peradaban melalui kebijakan yang berdampak nyata bagi generasi muda.
Foto mengajar di SD Tewang Kadamba, Kalteng. (Foto: Eka)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 20:30 WIB

Membangun Wisata yang Tak Merusak tapi Menghidupkan Alam dan Budaya Lokal

Di tengah tekanan kerja dan digitalisasi, banyak orang mencari pelarian ke alam. Tapi bukan sekadar alam liar, mereka menginginkan pula kenyamanan, estetika, dan pengalaman.
Di tengah gempuran wisata urban dan digital, LGE tetap mengusung semangat pelestarian budaya lokal Sunda, mulai dari nama tempat, makanan tradisional, hingga permainan rakyat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 20:10 WIB

Enam Akar Asal-usul Agama

Jauh sebelum berdiri gereja, kuil, atau masjid, manusia telah lebih dulu menatap langit, gunung, petir, dan kematian dengan perasaan yang campur aduk.
The Histomap of Religion: The Story of Man’s Search for Spiritual Unity (John B. Sparks, 1952) (Sumber: UsefulCharts, https://www.youtube.com/watch?v=5EBVuToAaFI) | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 19:17 WIB

Gastrokolonialisme: Pelajaran Pangan dari Hawaii untuk Indonesia

Tanpa kita sadari justru kita masih dijajah secara halus lewat orientasi pangan lokal yang semakin tergantikan dengan kampanye makanan olahan
Mengutip dari Sebumi, sebab pada akhirnya  perjuangan melawan kelaparan bukan sekedar mengisi perut, melainkan mengembalikan martabak di meja makan kita sendiri (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 18:44 WIB

Pasar Syariah Belum Kompetitif? Begini Tantangan dan Solusi Investasi Islam di Indonesia

Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar.
Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar. (Sumber: Freepik)