AYOBANDUNG.ID - Tumpukan sampah terlihat menggunung di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Dakota, Jalan Gunung Batu, Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, pada Jumat, 7 November 2025. Bau menyengat tercium kuat menjelang siang saat tumpukan sampah berbagai jenis itu tersengat terik matahari.
Pantauan di lokasi memperlihatkan enam petugas kebersihan membongkar gerobak sampah, lalu menumpuk isinya ke area TPS yang volumenya sudah hampir mencapai lima meter dan sedikit meluber ke badan jalan.
Selain bau, warga sekitar yang bertetangga atau beraktivitas di sekitar TPS ini juga khawatir tumpukan sampah tersebut bisa longsor, bahkan meledak jika terus dibiarkan.
Heni (50), pemilik warung nasi yang berjarak tak jauh dari gunung sampah TPS Dakota, mengeluhkan banyaknya lalat dan aroma tak sedap.
“Bau kalau siang terus jadi banyak lalat,” ucapnya.
Meski sudah ada perhatian dari pemerintah setempat, menurutnya, tumpukan sampah yang sudah hampir lima bulan itu tidak berkurang secara signifikan.
“Sempet beberapa hari lalu orang kecamatan datang. Diangkut satu truk, terus selang beberapa hari baru diangkut lagi. Kalau cuman satu truk sehari mah enggak keliatan berkurangnya,” tuturnya.
Senada dengan Heni, Fitri (25), seorang pengendara motor, juga mengeluhkan gunungan sampah di TPS Dakota yang menimbulkan bau menyengat, banyaknya lalat, serta risiko kecelakaan bila sewaktu-waktu ada karung sampah yang jatuh ke jalan raya.
“Cukup terganggu sih, apalagi setiap hari saya lewat sini untuk berangkat kerja. Bau dan banyak lalat, selain itu khawatir gunungan sampahnya longsor ke jalan, itu bahaya bisa menimbulkan kecelakaan,” katanya.
“Masalah sampah di Kota Bandung kayaknya gak selesai-selesai, tapi kalau udah ada tumpukan sampah yang menggunung kayak gini harusnya lebih diperhatikan. Apalagi lokasinya yang dekat dengan aktivitas orang banyak,” tutupnya.

Sementara itu, Rafi (43), petugas TPS Dakota, mengatakan penumpukan sampah terjadi lantaran TPA Sarimukti sudah kehabisan kuota angkut untuk wilayah Kota Bandung. Akibatnya, sampah yang diangkut menjadi terbatas, sementara pasokan sampah terus berdatangan setiap hari.
“Katanya kuota pembuangan sampah untuk Kota Bandung sudah habis dari TPA Sarimukti, penerimaan di sana terbatas. Makanya jadi numpuk di sini,” katanya.
Setiap hari, menurut dia, tidak sedikit warga yang membuang sampah ke TPS Dakota. Ia mengaku khawatir penumpukan yang berlebihan dapat menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jalan.
“Saya setiap hari jaga sampai sore takutnya ada yang buang sampah nyimpennya enggak bener. Kalau hujan atau malah sih enggak ke kontrol, makanya agak khawatir kalau terus dibiarkan bertumpuk,” katanya.
Kota Bandung Darurat Sampah
Kondisi TPS Dakota itu kini menjadi potret kecil dari krisis besar yang tengah dihadapi Kota Bandung. Dalam forum Bandung Sustainability Summit yang digelar di Aula Barat ITB pada hari yang sama, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan secara terbuka menyatakan bahwa Kota Bandung darurat sampah.
Farhan menjelaskan, berdasarkan data terakhir, sumber timbulan sampah di Kota Bandung didominasi oleh rumah tangga sebanyak 60 persen atau setara 897 ton per hari, sementara sisanya 40 persen berasal dari non-rumah tangga dengan volume 599 ton per hari. Total keseluruhan mencapai 1.496 ton sampah setiap hari atau setara 262 rit pengangkutan.

Situasi ini kian pelik setelah terbitnya Surat Edaran Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Nomor 6174/PBLS.04/DLH tertanggal 1 Agustus 2025. Kebijakan tersebut mulai berlaku efektif sejak 1 September 2025 dan membatasi volume sampah yang boleh dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat.
Pembatasan ini secara langsung berdampak pada sistem pengangkutan sampah di Kota Bandung. Jika sebelumnya pembuangan diatur berdasarkan jumlah ritase, kini berubah menjadi hitungan tonase.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menjelaskan bahwa aturan baru tersebut memangkas kapasitas buang Kota Bandung dari sekitar 140 rit per hari atau setara 1.200 ton, menjadi hanya 981 ton per hari.
“Surat edaran dari Sekda Jawa Barat menyebutkan bahwa untuk Kota Bandung yang awalnya sehari 1.200 ton, sekarang dikurangi menjadi 980 ton. Artinya, ada pengurangan sekitar 220 ton per hari. Itu kendala pertama yang kita hadapi,” ujar Erwin di Balai Kota Bandung, Selasa, 30 September 2025.
Selain itu, TPA Sarimukti kini tidak lagi beroperasi pada hari Minggu. Kebijakan ini menimbulkan efek domino berupa penumpukan sampah di TPS seperti yang terjadi di Dakota dan wilayah lainnya.
“Kalau TPA libur hari Minggu, otomatis terjadi penumpukan. Jadi warga Bandung perlu tahu, kami sekarang bekerja ekstra keras untuk mengatasi kebijakan ini,” jelas Erwin.
Ia menambahkan, berdasarkan perhitungan, pengurangan kuota 220 ton per hari ditambah penutupan TPA di hari Minggu dapat menimbulkan penumpukan sampah hingga lebih dari 1.700 ton. Kondisi tersebut berpotensi menambah beban kerja petugas kebersihan serta memperparah tumpukan sampah di berbagai titik kota.
Untuk menyiasati keterbatasan itu, Pemkot Bandung mendorong partisipasi masyarakat dalam mengurangi timbulan sampah sejak dari sumbernya. Salah satunya melalui gerakan Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang dikelola di tingkat Rukun Warga (RW).
“Kami menekankan kepada para ketua RW untuk bisa membentuk RW yang KBS, agar pengurangan sampah bisa signifikan sejak dari rumah,” ucapnya.
Selain itu, Pemkot Bandung juga berupaya memaksimalkan pengoperasian mesin insinerator di beberapa Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga.
“Mau tidak mau kita harus bekerja sama dengan pihak ketiga, tentu dengan mekanisme yang jelas, termasuk sistem pembayaran dengan tipping fee,” tambahnya.
Menurut Erwin, komunikasi intensif antara Wali Kota Bandung dengan Gubernur Jawa Barat menjadi kunci untuk mencari solusi jangka panjang atas krisis ini.
“Kami berharap Pak Wali bisa berkomunikasi langsung dengan Pak Gubernur agar ada kelonggaran atau solusi yang bisa mengurangi dampak kebijakan ini,” katanya.
