AYOBANDUNG.ID -- Lebih dari tiga dekade yang lalu, Anne Avantie memulai perjalanan yang tidak hanya membentuk dirinya sebagai desainer, tetapi juga mengubah industri kreatif Indonesia.
Tahun demi tahun ia berkarya, menghadapi pasang surut kehidupan, menapaki jalan dengan penuh pergulatan batin. Bukan hanya tentang bagaimana membangun bisnis, tetapi bagaimana menjadikannya sebuah alat untuk berbagi dan memberdayakan.
“Buat saya bisnis nomor sekian. Tapi yang jadi tujuan saya adalah bagaimana UKM bisa bertumpu,” ucap Anne, menegaskan bahwa keberhasilan bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga tentang memberikan ruang bagi orang lain untuk tumbuh bersama.
Di balik kesuksesan Anne Avantie sebagai salah satu ikon fesyen Indonesia, ada kisah panjang yang sarat dengan perjuangan, kepekaan sosial, dan mimpi besar yang terus berkembang.
Sejak 1989, Anne memulai langkah kecil yang kelak membawanya menjadi salah satu pelopor kebangkitan industri fesyen berbasis budaya. Namun, perjalanan menuju puncak tidaklah mudah. Ada jatuh bangun yang menguji tekadnya, ada pertanyaan dalam diri tentang makna sebenarnya dari kesuksesan.
"Pikiran ini jadi seolah membuat saya 'pantaskah saya bermegah diri di antara banyak sahabat saya yang masih terpuruk dalam derita?' Dalam ketidakmampuan yang menghimpit sahabat-sahabat saya yang masih terus berjuang dalam peluh," katanya.
Anne menyadari bahwa sebuah keberhasilan tidak boleh berhenti pada dirinya sendiri. Ia ingin menjadikan karyanya sebagai saluran berkat bagi banyak orang.

Kesadaran ini mendorong Anne Avantie untuk menciptakan Pasar Tiban, sebuah pameran yang ia gelar sejak 2016. Namun, Pasar Tiban bukan sekadar ruang untuk berjualan.
Lebih dari itu, Pasar Tiban adalah laboratorium sosial, tempat di mana industri kreatif tidak hanya berkembang secara komersial, tetapi juga menjadi wadah bagi mereka yang sulit mendapatkan akses.
Produk yang dipasarkan Anne melalui Pasar Tiban melibatkan para pelaku UMKM dan perempuan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP). Dengan konsep ini, ia membuka peluang bagi mereka yang membutuhkan, memberikan jendela baru untuk membangun kembali kehidupan.
Anne juga memastikan bahwa setiap acara Pasar Tiban membawa pesan perdamaian dan kepedulian. Melalui Avantie Foundation, ia menjalankan berbagai program seperti Berbagi Kursi Roda Kasih, Berbagi Tongkat Tuna Netra, workshop kunjungan sekolah kejuruan, dan pembinaan UMKM.
Di tengah derasnya perkembangan zaman, Anne menyadari bahwa UMKM perlu lebih dari sekadar tempat berjualan. Mereka membutuhkan dukungan yang nyata, bukan hanya akses pasar, tetapi juga teknologi, pengembangan kapasitas, dan inovasi.
"Penjualan produk tidak bisa dengan cara yang itu-itu saja. Pemanfaatan teknologi adalah salah satu cara agar kita bisa berkembang bersama," ujar Anne.
UMKM telah menjadi pilar ekonomi bangsa, tetapi masih banyak di antaranya yang belum mendapat akses teknologi dan pemasaran yang layak. Anne berharap bahwa industri kreatif dapat menjadi lebih inklusif, membuka lebih banyak pintu bagi mereka yang memiliki potensi.
"Tidak semata-mata dengan berjualan lebih gencar melalui internet, tapi ke siapa untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas merek yang telah dibangun," tutur Anne.
Dengan Pasar Tiban, dengan karyanya yang berakar kuat pada budaya, dan dengan semangat berbagi yang tak pernah surut, Anne Avantie telah lebih dari sekadar membangun bisnis. Ia telah membangun ekosistem kepedulian, menjadikan kreativitas sebagai alat untuk menginspirasi dan mengangkat kehidupan orang lain.
"Saya tidak mau kekuatan inspirasi ini kelak akan meletus dan hanya menyuburkan diri saya sendiri. Saya ingin keaktifan, kreativitas, inspirasi dan karya saya menyuburkan 'lahan' di sekitar saya," pungkasnya.