Bursa Digital, Pajak Karbon, dan Agenda Keberlanjutan dalam APBN

Yayang Nanda Budiman
Ditulis oleh Yayang Nanda Budiman diterbitkan Senin 01 Sep 2025, 17:41 WIB
Ilustrasi Lingkungan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Pixabay)

Ilustrasi Lingkungan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Pixabay)

Indonesia menghadapi persimpangan jalan yang menentukan jarum kompas kebijakan. Di satu sisi terdapat ambisi untuk mencapai net zero dan komitmen serius Nationally Determined Contribution. Sementara di sisi yang lain, negara dihadapkan dengan kebutuhan fiskal yang mendesak guna menutupi celah penerimaan.

Di tengah persimpangan dua kepentingan itu, layaknya akses alternatif, munculah sebuah tawaran yang cukup menjanjikan berupa pajak karbon dan perdagangan karbon.

Kebijakan ini menawarkan konsep yang tidak hanya menurunkan emisi tetapi juga menambah sumber penerimaan bagi APBN.

Namun hal itu bukan cara yang instan, terdapat sejumlah prasyarat yang mesti dipenuhi terlebih dahulu seperti tata kelola yang rapi, mekanisme MRV (measurement reporting and verification) yang dapat dipercaya serta rancangan fiskal yang adil. Tanpa semua itu pajak karbon dapat berubah menjadi instrumen politik tanpa dampak iklim atau fiskal yang nyata.

Dewasa ini pemerintah Indonesia mulai nampak serius menyikapi disrupsi yang terjadi. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan peraturan Nomor 21 Tahun 2022 yang menggariskan sistem registri nasional serta mekanisme perdagangan karbon domestik.

Bursa karbon nasional IDXCarbon telah dirancang dan dibangun untuk menjadi aplikasi (platform) transaksi. Sekitar awal tahun 2025 pemerintah membuka pasar karbon domestik untuk pembeli mancanegara dan mulai meramaikan penjualan kredit dari proyek energi.

Cara ini mengisyaratkan bahwa Indonesia hendak mengkomodifikasi jasa lingkungan menjadi alternatif sumber devisa dan potensi penerimaan. Meski demikian, infrastruktur formal tidak secara otomatis dapat menjamin kualitas pasarnya.

Sejumlah pihak yang pro terhadap pajak karbon menyodorkan argumentasi yang cukup sederhana. Internalisasi biaya emisi akan mendorong transformasi menuju energi bersih, mengundang investasi hijau, serta menghasilkan penerimaan baru bagi negara. Sejumlah proyeksi awal mengatakan bahwa peluang estimasi penerimaan dari pajak karbon dapat mencapai puluhan triliun rupiah dalam setiap tahunnya.

Angka tersebut tentu menggoda di tengah tekanan defisit dan kebutuhan pendanaan transisi energi. Akan tetapi, hitungan angka potensial yang diprediksi itu harus dipahami dengan hati-hati karena bergantung pada dasar pengenaan, biaya per ton CO2e, cakupan sektor, hingga kemampuan pengukuran emisi yang kredibel. Tanpa MRV yang ketat, misalnya, kredit karbon dapat bernilai kertas tanpa mempunyai dampak realistis terhadap kondisi iklim.

Di lain hal, masalah lain yang terangkat ke permukaan adalah mengenai harga dasar yang dinilai terlalu rendah. Proposal awal menetapkan bahwa nilai ekonomi karbon minimal sekitar tiga puluh ribu rupiah per ton CO2e. Sejumlah analis menganggap level ini terlalu rendah untuk mendorong perubahan teknologi dengan skala yang besar.

Apabila tarif terlalu kecil maka insentif menuju energi bersih menjadi kian lemah. Tapi sebaliknya, jika tarif ditaksir terlalu tinggi tanpa fase transisi yang adil maka beban biaya dapat jatuh pada rumah tangga dan industri padat karya. Oleh karena itu rancangan kebijakan mesti peka distribusi dengan jaminan kompensasi bagi sejumlah kelompok rentan dan insentif yang adil bagi investasi keberlanjutan.

Tidak selesai di situ, tantangan lain seperti kualitas kredit muncul di tengah pembahasan saat ini. Laporan internasional menekankan bahwa kredibilitas pasar karbon sangat dipengaruhi oleh standar verifikasi. Indonesia telah menandatangani perjanjian pengakuan bersama dengan Gold Standard. Hal ini membuka ruang pasar internasional dan meningkatkan kepercayaan para pembeli asing.

Akan tetapi, penawaran awal tak lepas dari kritikan sejumlah pihak karena dinilai sebagian terkait proyek energi fosil. Kondisi ini sempat membuat investor skeptis. Oleh karena itu, penerimaan karbon berkelanjutan Indonesia mesti menegakkan kriteria kualitas yang dapat menjamin tambahanitas, permanensi, dan tidak terdapat tumpang tindih klaim.

Dari sisi fiskal, peluang dan resiko sejalan berdampingan. Bursa karbon serta pajak karbon berpeluang menjadi sumber penerimaan negara bukan pajak sekaligus pajak. Bentuknya dapat berupa pungutan langsung atas emisi, royalti transaksi kredit maupun pajak atas keuntungan perdagangan karbon.

Ilustrasi ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Cats Coming)
Ilustrasi ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Cats Coming)

Pada fase awal estimasi dalam proyeksi konservatif disebutkan ratusan miliar hingga puluhan triliunan rupiah. Skenario optimis memposisikan angka lebih tinggi sejalan perluasan cakupan sektor dan kenaikan harga karbon. Namun adiksi secara berlebihan pada pendapatan karbon juga dapat membuat APBN menjadi lebih rentan terhadap volantilitas harga kredit serupa ketergantungan pada komoditas.

Bijaknya pemerintah dapat menyikapi penerimaan karbon sebagai instrumen pelengkap jangka menengah dan panjang, bukan solusi instan guna menutup defisit semata.

Praktik terbaik internasional menggarisbawahi sejumlah syarat mutlak yang mesti dipenuhi terlebih dahulu. Pertama, MRV nasional yang terintegrasi dan transparan. Kedua, registri tunggal guna mencegah double counting. Ketiga, mekanisme harga yang mengkombinasikan pajak dasar dengan pasar sekunder yang likuid. Indonesia telah menaruh fondasi melalui SRN PPI, IDXCarbon dan penempatan nilai ekonomi karbon.

Sejumlah tantangan di tingkat implementasi kini ada pada koordinasi antar lembaga termasuk Kementerian Keuangan, Bursa Efek Indonesia, KLHK hingga otoritas standarisasi. Selain itu, tingkat kapasitas teknis untuk memeriksa klaim pengurangan emisi di lapangan juga tak luput dari perhatian dan mesti ditingkatkan khususnya di sektor kehutanan dan ketenagalistrikan.

Dari perspektif ideologis, aspek keadilan politik ekonomi menjadi sangat penting. Penerimaan dari karbon sebaiknya diarahkan guna memperkuat transisi yang adil. Subsidi bagi pekerja sektor fosil yang terdampak, dukungan bagi komunitas lokal atau masyarakat adat yang menjaga hutan, serta dana reinvestasi untuk energi terbarukan mesti menjadi prioritas mutlak untuk diketengahkan.

Tanpa melalui mekanisme redistribusi kebijakan iklim rentan beresiko menambah disparitas. Beban dapat jatuh pada masyarakat kecil, sementara fiskal justru hanya dinikmati di pusat. Ini bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga perihal legitimasi politik APBN hijau dan keberlanjutan.

Hemat kata, pajak karbon dan bursa digital dapat menjadi alat penting dalam agenda keberlanjutan dalam APBN. Akan tetapi kebijakan ini hanya dapat dikatakan berhasil jika dirancang di atas fondasi tata kelola yang kuat, desain fiskal yang adil serta standar kualitas yang kredibel dan transparan. Indonesia mempunyai modal melimpah berupa kekayaan sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan infrastruktur regulasi yang mulai dibangun.

Namun semua modal yang tersedia itu tidak akan cukup jika tanpa disertai sikap dan ketegasan politik dalam menegakkan aturan, membangun ekosistem investasi yang sehat, dan komitmen memanfaatkan penerimaan hijau untuk transisi yang adil dan keberlanjutan.

Apabila seluruh syarat ini terpenuhi maka penerimaan karbon dapat menjadi bukti bahwa APBN tidak hanya menyelamatkan neraca fiskal tapi juga masa depan iklim bagi generasi mendatang. Sebaliknya, jika ia gagal yang tersisa hanyalah simbolisme pasar karbon tanpa substansi dan pada akhirnya APBN yang kembali menanggung beban dari gagalnya sebuah kebijakan. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Yayang Nanda Budiman
Praktisi hukum di Jakarta, menyukai perjalanan, menulis apapun, sisanya mendengarkan Rolling Stones
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:55 WIB

Cikandé, Cekungan seperti Karung

Toponimi Cikandé langsung populer ketika kasus pencemaran zat radioaktif Cesium-137 terungkap.
Citra satelit Kampung Cikandé, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. (Sumber: Citra satelit: Google maps)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:20 WIB

Braga dan Kopi Legenda

Sejarah kopi di Jalan Braga Bandung erat kaitannya dengan sejarah Jalan Braga itu sendiri pada era kolonial Belanda.
Warung Kopi Purnama di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 14:08 WIB

Hikayat Soldatenkaffee Bandung, Kafe NAZI yang Bikin Heboh Sekolong Jagat

Kisah kafe NAZI di Bandung yang memicu kontroversi global, dari obsesi memorabilia perang hingga pelajaran sejarah yang terabaikan.
Soldatenkaffee Bandung. (Sumber: Amusing Planet.)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 12:48 WIB

Atasi Limbah Sekam Padi, Mahasiswa Polman Bandung Kukuhkan Organisasi Lingkungan 'BRICLIM'

Mahasiswa Polman Bandung secara resmi mengukuhkan berdirinya komunitas pengolah limbah "BRICLIM" (Briket Untuk Iklim).
Mahasiswa Polman Bandung secara resmi mengukuhkan berdirinya komunitas pengolah limbah "BRICLIM" (Briket Untuk Iklim). (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Beranda 17 Okt 2025, 11:27 WIB

Perempuan Penjaga Tradisi: Harmoni dari Dapur Kampung Adat Cireundeu

Kampung adat Cireundeu tidak hanya dikenal karena tradisi makan rasi, tetapi juga karena perempuan-perempuan yang memelihara nilai-nilai ekologis dan spiritual sekaligus.
Neneng Suminar memperlihatkan cara membuat spageti dari mikong (mi singkong). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 10:01 WIB

Ekosistem Disiplin, Fondasi Kuat Profesionalitas ASN

Membangun ekosistem disiplin ASN berarti menumbuhkan budaya kerja yang konsisten, berintegritas, dan berorientasi pelayanan.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Dok. BKN)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 09:27 WIB

Santri: Dunia yang Tak Pernah Selesai Diperbincangkan

Menelusuri asal-usul, makna budaya, dan paradoks dunia santri sebagai cermin identitas dan dinamika bersama.
Ilustrasi santri. (Sumber: Pexels/Khoirur El-Roziqin)