Praktik Ekologis Rakyat: Menolak Gengsi, Melawan Siasat Pemasaran

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Minggu 31 Agu 2025, 20:55 WIB
Ilustrasi ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Cats Coming)

Ilustrasi ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Cats Coming)

Gaya hidup yang ramah lingkungan kerap dibayangkan secara terbatas pada diet vegan yang serbasayur dan buah, tisu eco-friendly, atau hobi bersepeda yang dipandang lebih green vehicle. Sedotan stainless lebih dikagumi karena bisa digunakan ulang ketimbang yang berbahan plastik. Apalagi punya nilai tambah estetika daripada sedotan murahan yang warna-warni.

Promosi praktik kecil sehari-hari memang penting, terlebih melihat tantangan krisis iklim yang makin parah. Namun benarkah kita sedang benar-benar mendorong cara hidup yang lebih lestari? Atau lagi “jualan” gaya hidup elitis yang tidak peka pada masalah kelas yang menyertainya?

Pada akhirnya melakukan aksi penyelamatan bumi terkesan mahal. Atribusi pro-lingkungan hanya tersemat pada segilintir orang atas. Akses yang terbatas justru melanggengkan pandangan bahwa rakyat tiak punya komitmen luhur untuk mencintai lingkungan. Malah citra kumuh dekat sekali dengan kehidupan mereka. Orang miskin dipandang sebagai massa yang tidak bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya sendiri.

Atas dasar itu bicara praktik-praktik kecil saja tidak cukup. Narasi yang dibingkai harus berpihak pada rakyat yang paling terdampak, tepatnya mereka yang dimiskinkan akibat eksplotasi alam besar-besaran. Bukan malah memperkuat posisi para pemodal, yang membersihkannya dari dosa-dosa ekologis.

Dengan begitu narasi ekologis yang lahir lebih bisa menjangkau banyak orang. Termasuk mempertimbangkan aspek penting yang mudah diduplikasi oleh orang biasa.

Bukannya menawarkan solusi paradoksal, membersihkan bumi dengan gaya hidup yang konsumtif. Membangun peta jalan pendidikan ekologi yang rumit, butuh biaya, dan ekslusif. Rakyat dituding-tuding dan dikoreksi, menjadi target pembinaan tanpa sensitivitas masalah ekonomi.

Di tengah lautan label dan jenama, yang meletakkan kualitas diri pada harga dari barang-barang yang kita kenakan. Gelombang pemasaran canggih datang membawa biang masalah baru dengan nama seperti netral karbon, tanpa emisi, dan donasi hutan. Termasuk memperlengkapi merek baju, gawai, sampai kopi yang tidak mau dibilang keren saja tanpa mengikuti tren dengan klaim produk hijaunya.

Menengok Hidup Rakyat

Greenwashing adalah praktik menyesatkan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk memberikan kesan bahwa produk, layanan, atau operasi mereka lebih ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Alena Koval)
Greenwashing adalah praktik menyesatkan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk memberikan kesan bahwa produk, layanan, atau operasi mereka lebih ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Alena Koval)

Coba tengoklah bapak-bapak yang pergi ke kebun. Mereka memakai baju olahraga bekas anaknya dahulu sekolah. Kadang juga jersey bola atau kaus partai yang sudah pudar. Termasuk ibu-ibu yang tetap setia memakai daster koyak kesayangannya. Bagi mereka pakaian cukup berguna buat menutup badan bukan validasi sosial. Mereka menolak patuh pada strandar hidup yang dijual oleh para kapitalis.

Potret teladan yang sederhana ini tertinggal di kampung dan gang-gang sempit di pinggiran kota. Caping pengayuh becak yang ditambal kain dan gantungan jemuran putar yang terwariskan dari generasi ke generasi, tidak pernah ada dalam pamflet kampanye biru.

Tapi nyatalah hal seperti ini yang menjelma jadi etos keugaharian, yang tiak ada di etalase toko kekinian. Rakyat telah berbuat banyak dengan menanggalkan rasa gengsinya, bertahan di tengah gempuran perang pasar yang terbuka. Bukankah praktik seperti ini yang lebih mudah ditiru banyak orang?

Belum lagi soal tali dari karet ban dalam bekas yang telah menjaga sayur-sayur hasil panen sehingga tak tumpah. Barang yang sama telah menambal pipa saluran air warga dan dirakit menjadi ketapel.

Lebih dari kreatif, begitulah cara rakyat membangun resiliensi meskipun tanpa intervensi program penyuluhan daur ulang yang anggarannya besar. Tapi kembali lagi ke akar persoalannya, siapa yang berkepentingan dengan hidup rakyat?

Gubuk di ladang dan pos ronda yang dindingnya terbuat dari banner kampanye politik atau iklan produk pabrikan, mungkin membuat kita menyeringai. Suka tidak suka, justru hal seperti inilah yang menunjukkan keberanian mempraktikkan efisiensi ala lokal.

Dengan daya inovasi yang tak terbatas, rakyat mengambil barang yang tersedia di sekitar lalu menggunakannya kembali. Tidak ada pertimbangan “Ah gak estetik! Gak kalcer!”. Sebab dalam alam pikir mereka bukan kriteria instagrammable, tapi kehidupan yang layak diperjuangkan tanpa harus konsumsi berlebihan. Sayangnya pabrik-pabrik akan banyak yang gulung tikar kalau model ini yang terus disosialisasikan.

Daerah pinggiran telah banyak mengingatkan kita. Lewat prank lucu-lucuan, seperti kaleng biskuit yang berisi rengginang atau wadah es krim yang ketika dibuka ada ayam ungkepnya. Tapi bisakah kita mengerti sekali lagi, bahwa semuanya tampak sederhana kalau tidak membawa rasa gengsi?

Tamparan buat kita sendiri yang selalu check-out karena tergiur promo wadah-wadah baru yang katanya mendukung daur ulang. Padahal galon bekas yang disulap jadi pot tanaman atau ember cat yang kemudian jadi tempat cuci piring, bukan cuma mengajarkan hemat tapi kesadaran mendalam dan kritik pada greenwashing yang menjebak.

Kekuatan Lokal

Komunitas 1.000 Kebun lahir dari keresahan akan gaya hidup urban yang semakin jauh dari alam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Komunitas 1.000 Kebun lahir dari keresahan akan gaya hidup urban yang semakin jauh dari alam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Estetika lokal bukan melulu batik dan kain adat yang dibeli tiap mau pergi ke hajatan. Tapi juga tentang cara hidup yang tidak mau tergoda dengan bujuk rayu iklan di aplikasi.

Estetika lokal menggandeng nilai etik dengan menolak fast fashion yang menuntut kebaruan model. Inilah seni bertahan dari budaya konsumtif yang merongrong ketangguhan ekonomi rakyat. Praktik ini yang seharusnya didokumentasikan dan disebarkan seluas-luasnya.

Jika kita punya gagasan tentang memerdekakan bumi, seharusnya kita juga merebut kembali kemerdekaan kita untuk benar-benar bisa pakai barang sampai rusak, merasa cukup, dan tidak lagi terbawa arus gaya hidup yang menguras dompet dengan dalih pindai kode batang, bayar nanti, COD, atau pinjaman daring. Naas, negara belum merespons masalah ini dengan serius.

Di samping kerja advokasi yang mutlak harus didukung, mulai sekarang kita yang punya komitmen pada nasib dunia yang lestari akan berjalan dalam keputusan yang wajar. Melaluinya kita akan merengkuh rakyat sebagai sumber pengetahuan yang otentik dalam merawat bumi.

Kita tidak mau lagi jadi pribadi yang muluk-muluk. Jadi kalau besok-besok melihat orang yang mengelem sendalnya yang putus, kita akan menghargai dan mengikuti. Termasuk memandang dengan penuh rasa hormat pada profesi bengkel payung, patri panci, dan tukang sol sepatu, sebagai perjumpaan yang ciamik antara cara rakyat mendukung alam dan bertahan dari kemiskinan struktural.

Sebab dengan memutus jarak dengan rakyat, kita sedang belajar terus. Meneguk kebaikan untuk hidup yang lebih waras di dunia yang sudah kenyang dengan iming-iming gengsi dan klaim paling peduli bumi. Setelah membaca ulang kehidupan marginal, beranikah kita menantang rasa malu bahwa baju tahun lalu masih pantas dipakai?

Gengsikah kita pergi ke mana dengan membawa tempat minum sendiri tanpa harus mencari barang yang branded terlebih dahulu? Dalam keputusan-keputusan kecil inilah kita diuji. Dengan menggunakan barang-barang seperti ini juga sejatinya kita sedang melawan sistem yang bikin kita boros dan membuat bumi rusak. Begitulah pentingnya praktik yang membumi, menyehari, dan tulus apa adanya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 18:01 WIB

Nelangsa Bojongsoang Setiap Musim Hujan: Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Banjir yang melanda Bojongsoang memicu kemacetan lalu lintas yang kian menggila. Lalu, pihak mana yang semestinya memikul tanggung jawab?
Kemacetan lalu lintas terjadi di Bojongsoang akibat banjir (04/12/2025). (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 17:23 WIB

Hidup Lebih Bersih, Sungai Lebih Bernyawa

Kegiatan ini mengangkat isu berapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan sungai agar terhindar dari bencana alam serta penyakit.
Mahasiswa Universitas Sunan Gunung Djati Bandung anggota Komunitas River Cleanup. (Foto: Rizki Hidayat)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:57 WIB

Sistem Pengelolaan Limbah di Bandung yang Berantakan: Sebaiknya Prioritaskan Langkah Inovatif Sungguhan

Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:32 WIB

Masyarakat Kota Bandung Berharap Wali Kota Tindak Tegas Penanganan Kasus Begal

Maraknya tindak kriminalitas seperti begal di Kota Bandung meningkatkan keresahan warga untuk beaktivitas di luar.
Suasana jalan yang sepi pada malam hari di daerah Jalan Inhoftank, Kota Bandung. (Sumber: Nayla Aurelia) (Foto: Nayla Aurelia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:13 WIB

Gunung Api Palasari Purba

Adanya lava, batuan beku yang berasal dari letusan efusif Gunung Palasari Purba, meninggalkan jejak letusan yang sangat megah dan mengagumkan.
Lava raksasa kawasan Cibanteng – Panyandaan, Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Taufanny Nugraha)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 15:39 WIB

Pengunjung Mengeluhkan Teras Cihampelas yang Semakin Kumuh

Mulai dari lantai yang tak terawat, fasilitas rusak, hingga area Teras Cihampelas yang tampak sepi dan tidak terurus.
Suasana Teras Cihampelas Menampakan suasana kosong pada Senin (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Rafli Ashiddieq)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 15:36 WIB

Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Sejarah Tamansari Bandung sebagai kampung agraris yang tumbuh diam-diam di balik taman kolonial, dari desa adat hingga kampung kota padat.
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 14:48 WIB

Mengeja Bandung Utama, Merawat Keragaman Agama

Menjaga dan memperkuat “benih-benih toleransi” baik melalui edukasi, kebijakan yang inklusif, maupun upaya nyata di tingkat komunitas, pemerintah.
Gang Ruhana, Kelurahan Paledang, berdiri Kampung Toleransi, ikon wisata religi yang diresmikan Pemerintah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 13:37 WIB

Ini Titik-Titik Kemacetan di Kota Bandung menurut Wali Kota Farhan: Mana Tata Kelolanya?

Bandung didapuk sebagai “Kota Nomor 1 Termacet di Indonesia 2024” oleh TomTom Traffic Index.
Kemacetan di Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 12:30 WIB

Saparua Ramai tapi Minim Penataan: Wali Kota Bandung Diharap Lebih Peduli

Taman Saparua selalu ramai, namun penataan dan fasilitasnya masih kurang memadai.
Track lari Saparua yang tampak teduh dari samping namun area sekitarnya masih perlu perbaikan dan penataan. Jumat siang, 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Najmi Zahra A)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 11:01 WIB

Gunung Tangkubanparahu, Ikon Wisata Bandung Sejak Zaman Kolonial

Sejarah Tangkubanparahu sebagai destinasi klasik Bandung sejak masa kolonial, lengkap dengan rujukan Gids Bandoeng dan kisah perjalanan para pelancong Eropa.
Gunung Tangkubanparahu tahun 1910-an. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:48 WIB

Kenyaman Wisata Bandung Terancam oleh Pengamen Agresif

Warga mendesak Wali Kota M. Farhan bertindak tegas dan memberi solusi agar kota kembali aman dan nyaman.
Keramaian di kawasan wisata malam Bandung memperlihatkan interaksi tidak nyaman antara pengunjung dan pengamen memaksa, 02/12/2025. (Foto: Hakim)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:25 WIB

Kenyamanan Taman Badak di Bandung Masih Menyisakan Kritikan

Taman Badak yang berpusat di tengah-tengah kota Bandung adalah salah satu tempat favorit di kalangan pengunjung.
Taman Badak Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wan Maulida Kusuma Syazci)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:03 WIB

Lumpia Basah Katadji, Nikmatnya Sampai Suapan Terakhir

Kuliner viral di Banjaran, Kabupaten Bandung, yakni Lumpia Basah Katadji.
Seporsi lumpia basah katadji dengan bumbu dan topping yang melimpah. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tantia Nurwina)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 09:32 WIB

Mengapa Summarecon Bandung Kini Ramai Dijadikan Tempat Olahraga Warga?

Summarecon Bandung kini ramai dijadikan tempat olahraga warga, khususnya pada pagi dan sore hari.
Aktivitas olahraga di kawasan Summarecon Bandung terlihat meningkat terutama pada akhir pekan. (Dokumentasi Penulis)
Beranda 11 Des 2025, 05:16 WIB

Generation Girl Bandung Kikis Kesenjangan Gender di Bidang Teknologi

Mematahkan anggapan bahwa belajar STEM itu sulit. Selain itu, anggapan perempuan hanya bisa mengeksplorasi bidang non-tech adalah keliru.
Exploring Healthy Innovation at Nutrihub, salah satu aktivitas dari Generation Girl Bandung. (Sumber: Generation Girl Bandung)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)