Kritik tak hanya berbentuk ujaran secara lisan tapi bisa lewat karya seni berupa tulisan, karikatur, lukisan, simbol, mural, film, teater dan jenis karya seni lainnya. Gejolak keresahan yang ada dalam diri perlu diluapkan agar tak tertahan di hati menjadi kesakitan atau bergumul di otak menjadi kiasan.
Bandung merupakan salah satu kota yang cukup kaya dengan keberadaan galeri seni, museum dan ruang kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa Bandung adalah kota yang kaya dengan beragam kebudayaan dan sejarah hingga daya kreativitas yang tinggi.
Salah satu galeri seni yang ada di Kota Bandung adalah Selasar Sunaryo Art Space yang berada di Jl. Bukit Pakar No.100, Ciburial, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung Jawa Barat. Galeri ini beroperasi setiap Selasa-Minggu mulai pukul 10.00-12.00 lalu buka kembali di jam 13.00-17.00 sementara hari Senin tutup.
Selasar Sunaryo bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Dari Terminal Leuwi Panjang bisa menggunakan TMB koridor Dago--Leuwi Panjang dengan pembayaran tap kartu e-money atau Qris.
Setelah sampai di halte Dipati Ukur bisa dilanjutkan dengan Angkot Riung Bandung--Dago atau Angkot Kebon Kelapa--Dago yang kemudian bisa dilanjutkan dengan ojek online. Namun bagi yang ingin sat-set bisa langsung menggunakan ojek online sejak turun di halte Dipati Ukur.

Sesampainya di Selasar Sunaryo pengunjung bisa langsung membeli tiket pada bangunan kecil di sebelah kiri halaman. Selasar Sunaryo memiliki empat bagian galeri yaitu karya seni yang berjudul Tentang Ada, Jenama Selasar, Pejal dan Bandung Photography.
Tiket untuk pengunjung umum sebesar 45K sementara untuk pelajar 40.5K sedangkan balita 0-5 tahun dan manula >65 tahun tidak dikenakan biaya alias gratis.
Disclaimer sebelum masuk ke Selasar Sunaryo ada beberapa peraturan diantaranya tidak boleh membawa makanan, boleh memotret karya seni hanya dengan kamera ponsel bukan profesional dan tidak boleh menyentuh seluruh karya seni yang terpajang dengan tangan.

Di ruangan pertama terdapat karya seni berjudul Tentang Ada, sebuah karya seni abstrak yang menampilkan warna-warna monokrom juga jahitan dengan warna merah kontras. Menurut penjelasan yang tertulis di tembok lukisan abstrak memiliki makna yang menarik karena tidak meniru bentuk apapun yang ada di alam nyata.
Sunaryo memberikan perspektif untuk melihat karya seni tersebut dengan cara bersikap 'menarik' atau 'memisahkan'. Pengunjung diminta untuk menunda kebiasaan menautkan karya abstrak yang tersaji dengan kemiripan hal-hal yang ada dalam alam nyata. Tataplah bidang datar tersebut dengan cara pandang yang hening maka kalian akan menemukan segala hal yang ada di dalam maupun di luar diri kita.
Dalam pameran ini juga terdapat beberapa karya seni dalam bentuk patung, batu-batu, arsip perpustakaan seni, atau cindera mata yang bisa dibeli. Dalam keseluruhan karya Sunaryo saya pribadi sangat suka dengan karya yang berjudul Perkebunan dan Sejuta Mata.

Karya ini berangkat dari keresahan Sunaryo sebagai seniman terhadap fenomena sosial yang berkembang di masyarakat tentang media sosial. Menurutnya perkembangan Teknologi dan Informasi dapat berdampak secara kultural yang tidak bisa dihindarkan pada kehidupan masyarakat.
Simbol mata yang hadir di salah satu dinding menggambarkan suasana pengawasan yang intimidatif sama persis dengan yang dirasakan oleh para pengguna media sosial. Terlepas rasa intimidatif itu bisa disadari atau tidak oleh pengguna. Dunia maya seolah bergeser maknanya ketika manusia merasa lebih senang berada dalam dunia tersebut dibandingkan dunia nyata.
Banyak pengguna medsos yang merasa kehadirannya lebih di validasi orang asing dibandingkan dengan orang-orang terdekat di dunia nyata. Sehingga dirinya terlarut dalam kehidupan yang semu dan tanpa disadari sebetulnya banyak mata-mata jahat yang sedang mengintai untuk mencari celah dan sisi kelemahan yang bisa dimanfaatkan secara komersial.
Sejuta Mata tidak cukup hanya dipandang tapi pengunjung harus merasakan sendiri ambiencenya dengan ikut terlibat dalam karya seni tersebut. Pengunjung diperkenankan untuk masuk ke sebuah ruangan kaca berbentuk kubus selama satu menit dan tidak diperkenankan untuk duduk dan menyender pada dinding kaca.
Cermin yang terpasang disepanjang dinding memberikan ilusi yang fantastis, rasanya hati deg-degan tak karuan karena gambar mata yang terpantul dari semua sisi pada cermin seolah memandang kita dengan tajam secara bersamaan. Pengalaman ini seolah memberitahu perihal perspektif diri kita sebagai pengguna medsos yang terus terawasi oleh mata-mata di seluruh dunia. Perasaan yang tidak disadari ketika kamu sudah terhanyut ke dalam media sosial.

Karya selanjutnya yang saya sukai dari Sunaryo adalah karikatur yang berjudul Perkebunan yang merepresentasikan beberapa point of view. Sebuah kritik sosial yang dekat dengan isu yang ada di Indonesia perihal ahli fungsi sawah menjadi lahan perkebunan sawit. Para petani yang tidak hanya hilang lahannya tapi juga hilang hak hidupnya.
Bagaimana yang ditakutkan oleh masyarakat kecil ketika pihak berkepentingan datang ke sebuah desa adalah traktor. Alat besar yang termasuk benda mati itu sebetulnya tidak membahayakan jika digunakan sesuai dengan fungsinya. Justru seseorang yang mengoperasikan alat tersebutlah yang bisa berbuat sedemikian kejam terhadap masyarakat kecil.
Baca Juga: Filsafat Seni Islam
Narasi-narasi "Pihak asing" yang sering digaungkan oleh pemerintahan yang seolah ada keterlibatan pihak diluar negara terhadap permasalahan yang terjadi. Dalam karya ini justru narasi-narasi asing datang dari orang-orang negeri sendiri yang mengalih-fungsikan kerusakan atas nama persepsi, energi, data, otentik, interpetasi, sektoral, relevan, blunder, fantastis, elite, intel, humanisme dan narasi lain yang punya makna serupa.
Seperti novel, film, lagu, lukisan dan karya seni lainnya bisa saja dipersepsikan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Menurut saya tidak ada benar dan salah karena yang benar-benar tahu maksud dan tujuan adalah pembuat karya itu sendiri. (*)