Strategi Baru Widyaiswara, dari Variasi Metode hingga Kelas Inklusif

Toni Syarif
Ditulis oleh Toni Syarif diterbitkan Kamis 02 Okt 2025, 14:35 WIB
Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)

Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)

Pandemi COVID-19 telah menjadi “gempa bumi” dalam dunia pendidikan dan pelatihan. Apa yang selama puluhan tahun dianggap sebagai pakem—tatap muka di kelas, papan tulis, modul cetak, hingga interaksi langsung antara pengajar dan peserta—tiba-tiba porak-poranda. Ruang kelas berganti layar laptop. Suara bel masuk berganti notifikasi Zoom. Senyum rekan sekelas berganti kotak-kotak kecil di layar.

Bagi seorang widyaiswara—tenaga pengajar bagi aparatur sipil negara (ASN)—situasi ini terasa seperti kiamat metode tatap muka. Bagaimana tidak, selama ini kompetensi mereka dibangun untuk menghadapi kelas konvensional.

Tetapi pandemi memaksa perubahan. Tak ada lagi papan tulis, spidol, atau tatapan langsung peserta. Yang ada hanyalah kamera, jaringan internet yang sering putus-putus, dan tuntutan agar pelatihan tetap efektif.

Namun, apakah benar ini kiamat? Atau justru kesempatan emas untuk “bereinkarnasi” menjadi widyaiswara era digital yang lebih relevan, gesit, dan unggul?

Sebelum 2020, sebagian besar pelatihan ASN dilakukan dengan metode tatap muka. Interaksi langsung dianggap lebih efektif: peserta bisa berdiskusi, membangun jejaring, hingga belajar dari pengalaman nyata fasilitator. Tetapi pandemi membuat semua itu mustahil.

Data UNESCO (2020) mencatat, lebih dari 1,6 miliar pelajar dan peserta didik di seluruh dunia terdampak penutupan sekolah dan lembaga pelatihan. Di Indonesia, lebih dari 60 juta pelajar dan jutaan ASN peserta pelatihan dipaksa beralih ke platform daring.

Hasilnya? Campur aduk. Survei SMRC tahun 2020 menemukan 92% siswa mengalami kendala pembelajaran daring: mulai dari sulit memahami materi, biaya kuota internet, hingga keterbatasan perangkat. Di Jawa Barat, survei Disdik (2021) menyebutkan 70% siswa kesulitan memahami materi daring, sementara lebih dari separuh merasa cepat bosan dan kehilangan konsentrasi.

Jika siswa sekolah saja menghadapi tantangan besar, bagaimana dengan ASN yang sudah terbiasa belajar secara langsung?

Widyaiswara: Profesi Strategis di Persimpangan Jalan

Bicara soal peningkatan kualitas aparatur sipil negara, tak bisa dilepaskan dari peran widyaiswara. Mereka adalah para pendidik yang bertugas menyiapkan ASN agar mampu bekerja profesional, adaptif, dan responsif terhadap perubahan zaman.

Dalam banyak kasus, hasil dari sebuah pelatihan tidak hanya menentukan kompetensi individu ASN, tetapi juga berpengaruh pada efektivitas kebijakan publik hingga mutu layanan yang diterima masyarakat. Dengan kata lain, di tangan widyaiswara, arah birokrasi Indonesia sebagian ditentukan.

Namun badai pandemi mengubah peta. Metode tatap muka yang selama ini menjadi jantung utama pembelajaran tiba-tiba runtuh. Kelas fisik, suasana diskusi langsung, hingga simulasi lapangan yang dulu menjadi kebanggaan harus berganti layar laptop dan koneksi internet yang kerap tersendat.

Profesi ini pun seakan ditarik ke persimpangan jalan yang menentukan: tetap bertahan dengan cara lama dan berisiko tertinggal, atau beradaptasi dengan teknologi dan menjadi pionir metode baru.

Pilihan itu tidak mudah. Banyak widyaiswara yang sudah bertahun-tahun nyaman dengan pola tradisional. Tetapi zaman bergerak cepat, dan peserta pelatihan—yang sebagian besar generasi muda ASN—semakin akrab dengan teknologi digital. Mengabaikan perubahan berarti kehilangan relevansi.

Di sinilah hadir sebuah konsep yang menjadi pegangan penting: TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge). Model ini menekankan bahwa seorang pengajar tidak cukup hanya paham isi materi (content) dan metode mengajar (pedagogy), tetapi juga harus menguasai teknologi (technology).

Tiga elemen ini harus berpadu harmonis. Materi yang kuat tanpa metode pedagogi yang tepat akan membosankan. Metode yang baik tanpa dukungan teknologi akan ketinggalan zaman. Teknologi canggih tanpa substansi materi hanya akan jadi hiasan kosong.

Bagi widyaiswara, konsep TPACK ini ibarat kompas. Ia menuntun agar pembelajaran daring tidak hanya menjadi salinan kaku dari kelas tatap muka. Modul cetak tak lagi cukup hanya dipindahkan ke PDF. Diskusi tidak cukup sekadar lewat chat.

Pelatihan digital harus dirancang dengan memperhatikan ritme belajar peserta, interaksi yang tetap hidup, serta penggunaan media yang membuat materi terasa relevan. Dengan begitu, kelas virtual bisa menghadirkan pengalaman belajar yang setara, bahkan lebih kaya dibanding tatap muka.

Dari LMS hingga Zoom

Jika dulu senjata utama widyaiswara adalah spidol, papan tulis, dan modul cetak tebal, kini semua itu bergeser. Di era digital, alat perang widyaiswara berubah total. Mereka harus siap menguasai perangkat teknologi yang dulu mungkin hanya dipakai sekilas, kini menjadi fondasi utama dalam proses belajar.

Pertama adalah Learning Management System (LMS). Moodle, Google Classroom, atau bahkan platform buatan instansi pemerintah kini menjadi “ruang kelas” baru. Di dalamnya, widyaiswara bisa mengatur jadwal pelatihan, membagikan modul digital, memberi tugas, hingga memantau perkembangan peserta secara real time. LMS tak sekadar menjadi tempat menaruh materi, tetapi juga pusat kendali pembelajaran yang lebih terstruktur.

Lalu ada aplikasi video conference. Zoom, Google Meet, hingga Microsoft Teams tidak lagi sekadar aplikasi rapat kantor. Bagi widyaiswara, inilah “ruang kelas virtual” utama. Di sana, diskusi bisa berlangsung melalui fitur breakout room, polling, atau chat interaktif. Bahkan, suasana kelas bisa lebih dinamis dengan kombinasi presentasi visual, papan tulis digital, dan sesi tanya jawab langsung.

Tapi teknologi tanpa konten menarik tetap akan hambar. Karena itu, lahirlah kebutuhan akan konten interaktif. Modul statis yang hanya berupa teks tidak lagi cukup. Kini peserta lebih tertarik pada e-modul dengan kombinasi video, animasi, kuis interaktif, atau bahkan simulasi berbasis game. Semua ini bertujuan sederhana: mencegah kebosanan dan menjaga fokus peserta yang mudah teralihkan saat belajar di depan layar.

Tak kalah penting adalah alat evaluasi digital. Ujian berbasis kertas kini sudah ketinggalan zaman. Sebagai gantinya, ada Google Form, Kahoot, Mentimeter, hingga berbagai platform survei daring. Evaluasi tidak hanya lebih cepat dan praktis, tetapi juga bisa dirancang lebih menarik dengan format kuis interaktif atau penilaian berbasis proyek.

Dengan “senjata baru” ini, widyaiswara punya peluang untuk mengubah kelas daring menjadi pengalaman belajar yang lebih segar, dinamis, dan inklusif. Tantangannya jelas: berani belajar ulang, beradaptasi, dan tidak sekadar mengganti papan tulis dengan layar, tapi benar-benar mendesain ulang cara mengajar sesuai tuntutan zaman digital.

Baca Juga: ASN Belajar dari Genggaman, dari Layar Kecil Menuju Perubahan Besar

Namun perjalanan menuju kelas digital yang ideal jelas tidak mulus. Di balik gemerlap teknologi, masih banyak hambatan yang membuat pelatihan daring sering terasa setengah matang.

Masalah pertama ada di infrastruktur. Tidak semua daerah di Indonesia punya akses internet yang stabil. Peserta dari wilayah terpencil kerap menghadapi layar yang terus buffering atau tiba-tiba terputus di tengah sesi. Akibatnya, alih-alih mendapatkan pengalaman belajar yang utuh, mereka hanya menangkap potongan-potongan informasi.

Kendala lain adalah kesiapan sumber daya manusia. Baik widyaiswara maupun peserta belum semuanya akrab dengan teknologi digital. Ada pengajar yang masih bingung menampilkan slide, ada pula peserta yang lebih memilih menyalakan kamera lalu meninggalkannya begitu saja. Tak jarang, kelas daring hanya menjadi formalitas: hadir secara teknis, tetapi absen secara substansi.

Lalu muncul tantangan monotoni. Tanpa kreativitas, sesi daring cepat membosankan. Bayangkan peserta harus menatap layar berjam-jam hanya untuk mendengar ceramah panjang. Tak heran, banyak yang login di awal hanya untuk absensi, lalu diam-diam mengerjakan pekerjaan lain. Fenomena ini populer dengan istilah “hadir tapi tidak hadir”.

Yang tak kalah mengkhawatirkan adalah evaluasi asal-asalan. Banyak widyaiswara hanya memindahkan ujian esai ke Google Form tanpa inovasi. Padahal, sekadar menyalin bentuk soal tidak menjamin hasil evaluasi benar-benar menggambarkan kompetensi peserta. Alhasil, kualitas pembelajaran jadi dipertanyakan—apakah benar ada peningkatan keterampilan, atau sekadar menggugurkan kewajiban?

Semua tantangan ini menunjukkan satu hal: pembelajaran daring tidak bisa hanya dipahami sebagai “pindah kelas dari ruang nyata ke ruang virtual”. Ia butuh cara pandang baru, kreativitas segar, dan keseriusan dalam merancang metode agar tujuan pelatihan benar-benar tercapai.

Strategi Bertahan dan Unggul

Ilustrasi ASN. (Sumber: Dok. Kemenpan)
Ilustrasi ASN. (Sumber: Dok. Kemenpan)

Setelah menghadapi berbagai kendala, pertanyaan berikutnya muncul: bagaimana widyaiswara bisa bertahan sekaligus unggul di tengah badai pembelajaran daring? Bertahan saja tidak cukup. Jika hanya sekadar “survive”, mereka berisiko tertinggal. Kuncinya ada pada strategi cerdas yang membuat kelas virtual tetap hidup, menarik, sekaligus bermakna bagi peserta.

Langkah pertama adalah variasi metode mengajar. Kelas daring tidak bisa hanya berisi ceramah panjang. Interaksi langsung harus diperkuat melalui tanya jawab, diskusi, atau studi kasus yang relevan.

Widyaiswara juga bisa memanfaatkan breakout room untuk membagi peserta ke dalam kelompok kecil, sehingga mereka bisa lebih leluasa berdiskusi. Simulasi atau permainan edukatif juga dapat menjadi penyegar suasana. Dengan pendekatan ini, layar yang biasanya kaku bisa berubah menjadi ruang belajar yang lebih dinamis.

Kedua, penting untuk merancang evaluasi kreatif. Kuis interaktif dengan platform seperti Kahoot atau Quizizz bisa menjaga fokus peserta sekaligus memberi umpan balik cepat. Selain itu, proyek kolaboratif yang dipresentasikan secara virtual dapat mengasah kerja sama dan pemahaman materi secara lebih mendalam.

Bahkan, tugas sederhana seperti refleksi pribadi dalam bentuk video pendek atau catatan digital mampu membantu peserta merenungkan apa yang telah mereka pelajari.

Selanjutnya, ada umpan balik yang konstruktif. Evaluasi bukan hanya soal angka atau nilai akhir. Peserta butuh komentar yang jelas, saran yang spesifik, serta apresiasi terhadap usaha dan kreativitas mereka. Umpan balik semacam ini akan membuat peserta merasa diperhatikan, bukan sekadar “nomor absen” dalam kelas virtual.

Di sisi teknis, widyaiswara juga harus menyiapkan cadangan. Rekaman kelas, materi dalam format PDF, hingga saluran komunikasi alternatif seperti WhatsApp atau Telegram menjadi solusi ketika terjadi gangguan internet. Dengan begitu, peserta tidak merasa kehilangan momen belajar meski koneksi mereka tidak selalu stabil.

Terakhir, strategi penting yang sering diabaikan adalah membangun suasana inklusif. Jangan biarkan hanya segelintir peserta yang mendominasi diskusi. Widyaiswara perlu mendorong semua orang untuk berbicara, memberi pendapat, atau sekadar berbagi pengalaman. Dengan cara ini, peserta merasa dihargai dan benar-benar menjadi bagian dari proses belajar, bukan hanya penonton pasif di balik layar. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Toni Syarif
Tentang Toni Syarif
Widyaiswara Ahli Muda Pusjar SKTAN LAN RI
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)