Sistem Corporate University (Corpu) tidak lagi cukup hanya menjadi wadah pelatihan rutin. Corpu harus bertransformasi menjadi ekosistem pembelajaran adaptif berbasis machine learning.
Dengan transformasi ini, pengambilan keputusan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) akan berbasis data, berlangsung cepat, akurat, serta memungkinkan personalisasi sesuai dengan karakteristik ASN.
Machine learning berperan sebagai jembatan menuju sistem pembelajaran yang tidak hanya adaptif, tetapi juga terintegrasi dengan proses digitalisasi pemerintahan. Sistem ini mengarahkan proses pengembangan ASN yang semula reaktif, menjadi prediktif dan terpersonalisasi.
Jumlah ASN saat ini mencapai 4.7 juta pegawai (sumber BKN: buku statistik ASN Semester II Tahun 2024), dengan komposisi lintas generasi mulai dari Baby Boomers, Gen X,Y, hingga Z.
Sebanyak 78 persen dari total pegawai tersebut tersebar di berbagai instansi pemerintah daerah. Data ini menunjukan tantangan serius dalam pengelolaan Corpu sebagai ekosistem pembelajaran terintegrasi.
Peran Teknologi dan Algoritma
Pengelolaan pengetahuan ASN kini dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Dalam konteks ini, pemanfaatan algoritma menjadi alat bantu penting dalam mempercepat identifikasi kebutuhan kompetensi baik secara individu maupun organisasi.
Rekayasa teknologi machine learning dengan algoritma seperti Random Forest berbasis algoritma Python, dapat membaca kesenjangan kompetensi, merekomendasikan jalur pembelajaran yang tepat, serta memetakan potensi dampak pembelajaran terhadap kinerja organisasi secara real time.
Ibarat berkendara menggunakan aplikasi maps. Aplikasi akan menyajikan peta rute dan posisi, membaca data lalu lintas secara real time, menyarankan rute terbaik, dan memberi informasi apabila di depan ada hambatan, maka seperti itulah cara kerja algoritma Python sebagai GPS cerdas yang akan memandu setiap ASN sampai ke tujuan kompetensinya.
Teknologi machine learning menjadi modal penting dalam manajemen talenta dan efisiensi, serta objektivitas dan akurasi pengambilan keputusan organisasi.
Membedah Tugas GSO
Efektivitas implementasi machine learning sangat bergantung pada peran Group Skill Owner (GSO) dalam struktur Corpu. GSO bertugas mengusulkan kebutuhan kompetensi, merancang kurikulum, serta menyusun rumpun keahlian sesuai bidang kerja. Sayangnya, banyak instansi belum memiliki mekanisme kerja dan pedoman operasional yang jelas bagi GSO.
Tanpa fondasi ini, desain pembelajaran akan mudah melenceng dari arah strategis organisasi dan kebutuhan nyata lapangan.
Untuk membantu memahami posisi dan tugas GSO dalam struktur Corpu silahkan baca Keputusan Kepala LAN Nomor 306 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Pengembangan Kompetensi Secara Terintegrasi (Corporate University) di Tingkat Instansi Pemerintah.
Peran GSO sangat strategis karena menjadi titik mula perencanaan pembelajaran dalam Corpu. Oleh karena itu, digitalisasi peran dan tugas GSO perlu segera diwujudkan, mengingat struktur GSO berada pada unit JPT Pratama yang memiliki peran strategis pada instansi pemerintah.
Dari sinilah kebutuhan pembelajaran, kurikulum, hingga usulan rumpun keahlian digagas dan dikemas menjadi sumber pengetahuan (bank pengetahuan) organisasi.
Masalah Standar Beban Kerja dan Squad Team

Permasalahan berikutnya adalah penetapan beban kerja dalam konteks kerja lintas fungsi atau squad team. Squad team dibentuk sebagai respons atas kebijakan penyederhanaan organisasi dan mendorong kerja kolaboratif yang agile.
Namun dalam praktiknya, pembentukan tim ini seringkali bersifat administratif, sehingga kehilangan esensi fungsionalnya karena sekadar berbasis prinsip "bagi habis". Sebuah ironi yang tidak terlelakan.
Akibatnya, beban kerja squad team acapkali menyita waktu dan fokus perhatian pegawai terhadap kewajibannya melaksanakan tugas utama dalam jabatan. Dampak lainnya tidak terasahnya skill fungsional dan menjadi penghambat karir fungsional pegawai.
Pegawai ASN seharusnya telah memiliki dokumen Analisis Beban Kerja (ABK) formal. Tetapi, apakah partisipasi mereka dalam squad team telah dihitung beban kerjanya? Padahal kontribusi mereka nyata dalam pencapaian IKU organisasi.
Model pengukuran berbasis difficulty, importance, frequency, serta tingkat kemandirian dapat digunakan untuk menghitung poin beban kerja anggota squad team. Hasilnya menjadi dasar dalam penyusunan standar kompetensi dan kurikulum yang lebih akurat.
Manajemen Pengetahuan ASN dan Learning Agility
Dengan beban kerja yang terdefinisi dengan baik, daftar kebutuhan kompetensi dapat dirumuskan (Knowledge–Skill–Attitude) secara objektif dan disimpan dalam bank pengetahuan organisasi, selain itu, bank pengetahuan juga harus menyimpan data learning agility pegawai sebagai pertimbangan dalam penyusunan Individual Learning Plan (ILP) dan Individual Development Plan (IDP).
Learning agility adalah data penting untuk personalisasi strategy delivery pembelajaran.
Bank pengetahuan yang matang akan memetakan siapa saja tim ahli (Subject Matter Eexpert) internal dan eksternal yang dapat mendukung pengembangan pengetahuan organisasi. Mereka bertugas menjaga kualitas dan relevansi konten pembelajaran dalam sistem Corpu.
LeNA sebagai Kunci Siklus
Learning Needs Assessment (LeNA) merupakan instrumen penting penghubung data dalam bank pengetahuan dengan pencapaian kompetensi nyata. Tanpa LeNA, proses pembelajaran menjadi seragam, tidak kontekstual, dan sulit mengukur dampaknya terhadap organisasi.
Jika Corpu ingin benar-benar menjadi mesin penggerak utama dalam pengembangan ASN, maka pendekatan berbasis data dan teknologi informasi harus segera diadopsi. Lembaga Administrasi Negara dan instansi lain perlu tampil sebagai pelopor transformasi digital pembelajaran, agar tidak terjebak dalam rutinitas pelatihan yang hanya bermodal niat baik semata.
Corpu harus menjadi mesin pengetahuan yang menjahit proses belajar individu menjadi pembelajaran organisasi yang terhubung langsung dengan kinerja organisasi. (*)