Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Abah Omtris
Ditulis oleh Abah Omtris diterbitkan Minggu 19 Okt 2025, 11:47 WIB
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)

Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)

Ketika gagasan dan imajinasi harus kalah oleh kapital dan populeritas, arah pembangunan pun kehilangan kedalaman. Kota tidak lagi dipandang sebagai ruang hidup bersama, melainkan sebagai panggung ekonomi politik yang bisa dikuasai oleh mereka yang memiliki sumber daya besar.

Proyek-proyek pembangunan kemudian lebih banyak diarahkan untuk memperkuat citra dan jaringan kepentingan, bukan untuk menjawab kebutuhan ekologis dan sosial warga.

Keberlanjutan sejatinya bukan sekadar penghijauan atau efisiensi energi. Ia adalah cara berpikir dan hidup bersama, yang menempatkan warga sebagai subjek utama pembangunan. Tanpa kesadaran kritis masyarakatnya, kota hanya menjadi proyek fisik tanpa jiwa. Keberlanjutan harus lahir dari dialog, partisipasi, dan kemampuan warga membaca arah masa depan kotanya.

Baca Juga: Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Bandung memiliki modal sosial yang luar biasa. Di berbagai sudut kota, muncul komunitas seni, kelompok literasi, hingga pegiat lingkungan yang bekerja dengan semangat otonom. Mereka menanam pohon, menjaga taman, membuka ruang baca, menginisiasi daur ulang sampah, atau sekadar menanamkan kesadaran ekologis di lingkungan masing-masing.

Namun, energi sosial yang besar itu sering berjalan tanpa dukungan struktural. Pemerintah kota kerap menjadikan “partisipasi” sebagai jargon, bukan mekanisme nyata dalam perumusan kebijakan.

Ruang partisipatif sering hanya hadir dalam bentuk forum seremonial, bukan proses deliberatif yang memberi ruang bagi warga menentukan arah pembangunan. Akibatnya, potensi besar dari gerakan warga—yang seharusnya menjadi fondasi keberlanjutan—justru tidak pernah benar-benar diintegrasikan ke dalam kebijakan kota.

Padahal, bila dikelola dengan serius, gerakan warga ini bisa menjadi sumber daya moral dan intelektual bagi Bandung. Mereka menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan sekadar urusan teknis, melainkan urusan kesadaran. Kota berkelanjutan tidak lahir dari proyek infrastruktur, melainkan dari cara masyarakatnya memaknai ruang hidup bersama.

Demokrasi yang Kehilangan Imajinasi

Kawasan padat penduduk di Kota Bandung, Senin 5 Mei 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Kawasan padat penduduk di Kota Bandung, Senin 5 Mei 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Sayangnya, keberlanjutan kota tak mungkin terwujud bila demokrasi lokal terus kehilangan daya imajinasinya. Dalam banyak pilkada, termasuk di Bandung, kita menyaksikan bagaimana demokrasi berubah menjadi kontestasi popularitas dan kekuatan modal. Ruang gagasan dan visi kota tergantikan oleh pencitraan, sementara politik dijalankan layaknya panggung kompetisi hiburan.

Akar persoalannya terletak pada sistem kepartaian yang tidak sehat dan cenderung koruptif. Partai politik, yang semestinya menjadi “rumah gagasan” dan sekolah kepemimpinan publik, justru berubah menjadi mesin transaksional. Tiket pencalonan dijual mahal, kesetiaan diukur dengan kontribusi finansial, dan loyalitas pada rakyat digantikan oleh kalkulasi elektoral jangka pendek.

Dalam atmosfer politik seperti ini, gagasan menjadi barang mewah, dan imajinasi sosial kehilangan nilai. Mereka yang memiliki integritas dan visi pembaruan sering tersingkir karena tak punya modal atau jaringan elite. Maka lahirlah pemimpin yang miskin gagasan dan miskin imajinasi—mereka yang lebih sibuk menata citra ketimbang membangun kesadaran, lebih pandai membuat slogan daripada mengubah sistem.

Bandung, kota dengan sejarah panjang intelektualitas dan perlawanan kultural, kini kerap terjebak dalam logika ini. Para pemimpinnya gemar berbicara tentang kreativitas, tetapi jarang menyinggung soal keadilan ekologis, perencanaan ruang yang manusiawi, atau krisis air yang kian mengancam. Ruang publik didesain indah untuk swafoto, tetapi tak lagi menjadi tempat bertemu dan berpikir bersama. Dalam situasi seperti ini, kota kehilangan arah moralnya: ia tampak hidup di permukaan, tapi rapuh di dalam.

Lebih jauh, dampak dari sistem politik koruptif ini meluas hingga ke akar budaya kota. Ia menumpulkan kesadaran publik, melemahkan daya kritis warga, dan menumbuhkan sikap apatis. Demokrasi menjadi ritual lima tahunan yang memenangi mereka yang paling populer, bukan mereka yang paling berpikir. Ketika politik kehilangan gagasan, maka pembangunan pun kehilangan arah.

Padahal, keberlanjutan sejati hanya bisa tumbuh dari demokrasi yang berpihak pada gagasan dan imajinasi kolektif. Demokrasi yang membuka ruang bagi warga untuk berdebat, berimajinasi, dan merancang masa depan bersama. Tanpa ruang itu, kota hanya akan terus berputar dalam lingkaran pencitraan dan proyek jangka pendek.

Baca Juga: Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Kota berkelanjutan bukan hanya tentang taman rapi, transportasi ramah lingkungan, atau energi terbarukan. Ia adalah ruang belajar kebudayaan, tempat warga mengasah kesadaran dan berpikir kritis. Di sanalah politik dan kebudayaan saling bertemu untuk menegaskan makna hidup bersama di tengah modernitas yang kian bising.

Bandung membutuhkan pemimpin yang tidak hanya fasih berjanji, tetapi berani menata ulang relasi antara pemerintah, warga, dan komunitas. Pemerintah seharusnya menjadi fasilitator dialog, bukan sekadar pelaksana proyek. Komunitas perlu diakui sebagai mitra strategis, bukan ornamen partisipasi. Dan warga, sebagai pemilik kota, harus kembali menumbuhkan keberanian berpikir dan bersuara.

Keberlanjutan tidak akan tumbuh di bawah kepemimpinan yang miskin gagasan dan dibentuk oleh sistem politik koruptif. Ia hanya akan lahir ketika kota membuka ruang bagi imajinasi dan kesadaran warga untuk bekerja bersama. Bandung, dengan sejarah intelektual dan semangat sosialnya, memiliki peluang besar untuk memulihkan makna keberlanjutan itu—asal ia berani kembali berpikir, berdebat, dan bermimpi sebagai kota yang hidup dari gagasan, bukan dari citra.

Sebab pada akhirnya, keberlanjutan bukan tentang siapa yang menang penghargaan, melainkan tentang sejauh mana pikiran kritis warga menjadi energi moral dan kultural yang menyalakan masa depan kota. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Abah Omtris
Tentang Abah Omtris
Musisi balada juga aktif di berbagai komunitas lainnya
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:55 WIB

Cikandé, Cekungan seperti Karung

Toponimi Cikandé langsung populer ketika kasus pencemaran zat radioaktif Cesium-137 terungkap.
Citra satelit Kampung Cikandé, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. (Sumber: Citra satelit: Google maps)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 14:20 WIB

Braga dan Kopi Legenda

Sejarah kopi di Jalan Braga Bandung erat kaitannya dengan sejarah Jalan Braga itu sendiri pada era kolonial Belanda.
Warung Kopi Purnama di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com)