Lalapan dan Spirit Keugaharian

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Senin 20 Okt 2025, 12:00 WIB
Kalau kita bicara makanan Sunda, hampir pasti yang pertama kali muncul di kepala adalah lalapan. (Sumber: Unsplash/Keriliwi)

Kalau kita bicara makanan Sunda, hampir pasti yang pertama kali muncul di kepala adalah lalapan. (Sumber: Unsplash/Keriliwi)

Kalau kita bicara makanan Sunda, hampir pasti yang pertama kali muncul di kepala adalah lalapan. Daun kemangi, selada mentah, timun segar, sambal, dan nasi hangat. Sederhana, tapi entah selalu terasa lengkap. Di banyak warung nasi Sunda, lalapan bahkan jadi semacam ikon.

Riadi Darwis, dosen dan peneliti, dalam program Keurseus Budaya Sunda #57 “Nyungsi Kulinér Sunda” yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan Sunda Universitas Padjadjaran, menyebutkan ada delapan kategori makanan Sunda. Ialah makanan pokok, lauk pauk, rujak, lalap, sambal, tek-tek, manisan, dan minuman.

Dari delapan kategori itu, hanya satu, lauk pauk yang secara eksplisit mengandalkan bahan hewani. Sisanya didominasi oleh unsur nabati, sayur, dan buah. Tentu hal ini bukan kebetulan. Data yang dihimpun Riyadi juga menarik, ada 718 jenis lalapan, 362 bahan untuk rujak, 54 jenis rujak, dan 100 sambal khas Sunda.

Jika melihat angka-angka itu, mudah disimpulkan bahwa pola makan orang Sunda pada dasarnya hampir vegetarian, tentu dalam pengertiannya yang cair. Bukan karena ideologi diet, bukan pula karena moralisme ekologis yang muluk-muluk, tapi karena terbiasa, dirasa nikmat, dan semuanya berdiri di atas nilai hidup secukupnya, sederhana, serta bersahaja.

Makan yang Seadanya

Keugaharian ini bukan cuma gaya makan, tapi pandangan hidup. Di Tatar Sunda, alam selalu menjadi sahabat, bukan objek eksploitasi. Makan sayur bukan karena tren go green atau keinginan tampil sehat di media sosial, tapi karena memang itu yang tumbuh di halaman. Orang Sunda makan apa yang ada, bukan apa yang sedang viral.

Kini, di tengah maraknya wacana gaya hidup hijau, veganisme, dan diet organik, semangat itu seakan kehilangan spiritnya. Kita melihat gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kesadaran ekologis, tapi sering kali berhenti di gaya hidup kelas menengah. Makanan “sehat” dijual mahal, dikemas estetis, dan diposisikan sebagai simbol moral baru. Bahwa siapa yang makan organik dianggap lebih baik, lebih sadar, lebih “beradab”.

Padahal kalau dicermati, spirit dasar dari makanan Sunda justru bukan soal hijau atau tidak, tapi soal hal-hal yang wajar. Keugaharian mengajarkan keseimbangan, bukan fanatisme. Orang Sunda tidak menolak daging, tapi tidak pula menjadikannya pusat. Tidak menolak kemewahan, tapi tidak menggantungkan kebahagiaan padanya. Dalam lalapan, ada pesan sederhana tapi menukik bahwa dunia ini cukup selama kita tidak serakah.

Ekologi, Kelas, dan Ilusi “Hijau”

Kritik paling mendalam terhadap tren hijau modern adalah ia seringkali absen memandang kelas. Makanan organik yang katanya kembali ke alam justru dijual di restoran mahal.

Sementara itu, masyarakat bawah yang secara historis hidup paling dekat dengan alam, kini malah kehilangan akses ke makanan segar karena harga dan industrialisasi pangan.

Ilustrasi masakan khas Sunda. (Sumber: Wikimedia Commons/Dudygr)
Ilustrasi masakan khas Sunda. (Sumber: Wikimedia Commons/Dudygr)

Ikan asin, tempe, sambal terasi, sayur rebus, makanan rakyat yang dulu dianggap biasa, kini mulai digeser oleh makanan cepat saji yang lebih murah dan instan. Ironisnya, makanan-makanan alam malah dipasarkan ke kalangan menengah ke atas, sementara rakyat yang hidup dari bumi malah makin jauh dari alamnya sendiri.

Di sinilah keugaharian Sunda menemukan relevansinya kembali. Ia mengingatkan bahwa keadilan ekologis tidak bisa dilepaskan dari keadilan ekonomi. Tak ada gunanya berbicara soal veganisme, organik, atau sustainability jika hanya bisa diakses segelintir orang. Keugaharian Sunda, sesungguhnya menawarkan model yang lebih inklusif dan membumi.

Nilai yang Dikandung

Di balik lalapan, ada pesan kesederhanaan. Bukan pasrah atau miskin pilihan, tapi kesadaran bahwa hidup yang baik tidak butuh banyak. Dalam filosofi ini, makan bukan sekadar pemenuhan nutrisi, tapi bentuk hubungan sosial dan ekologis. Daun singkong, petai, jengkol, dan sambal bukan sekadar bahan makanan, tapi simbol keterhubungan antara manusia, tanah, dan spiritualitas.

Makan lalapan berarti menghormati kerja alam yang menyediakan pasokan pangan. Makan seadanya berarti mengakui bahwa kita tidak lebih besar dari semesta. Sementara itu, gaya hidup modern dengan obsesi pada efisiensi, nutrisi, dan estetika makanan seringkali justru memutus relasi itu. Kita sibuk menghitung kalori tapi lupa mengingat tanah. 

Bagi orang Sunda makan bukan hanya soal tubuh, tapi juga soal kebersamaan. Manusia modern, meski berupaya hidup hijau, sering tersekat dari sesamanya. Solidaritas dan keberpihakan tak lagi terasa di meja makan. Padahal dalam tradisi Sunda, bahkan lalapan yang sederhana pun dinikmati bersama, dalam riuh tawa, dalam bagi cerita yang hangat.

Yang Sebenarnya Ditawarkan

Jika keugaharian Sunda dipahami sebagai etika hidup, maka ia sebetulnya sangat relevan dengan krisis ekologis dan sosial hari ini. Dunia sedang berusaha menata ulang hubungannya dengan alam, tapi sering kali lewat jalan yang elitis dan simbolik. Padahal solusi itu sudah lama ada di dapur-dapur bambu di kampung. Makan seperlunya, syukuri yang ada, jangan berlebihan.

Keugaharian bukan anti-kemajuan, tapi cara menjaga keseimbangan di tengah laju dunia. Ia tidak menolak inovasi kuliner, tetapi menuntut agar setiap ide tetap berpihak pada keberlanjutan dan keadilan sosial. Mungkin justru di sanalah filsafat lalapan menemukan maknanya bahwa dunia yang baik bukan dunia yang penuh, tapi dunia yang cukup.

Di era ketika makanan sering dijadikan penanda kelas sosial dan moralitas, budaya makan Sunda mengingatkan bahwa makan adalah praktik spiritual yang membumi. Tidak perlu organik yang mahal, cukup jujur pada rasa lapar dan rasa syukur. Lalapan tidak menuntut status, tidak butuh ornamen, bukan cari muka.

Keugaharian adalah bentuk spiritualitas yang paling dekat dengan dapur. Ia sunyi. Mungkin di sanalah letak kebijaksanaan orang Sunda. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 13 Des 2025, 17:34 WIB

Jawa Barat Siapkan Distribusi BBM dan LPG Hadapi Lonjakan Libur Nataru

Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Ilustrasi. Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 13 Des 2025, 14:22 WIB

Di Balik Gemerlap Belanja Akhir Tahun, Seberapa Siap Mall Bandung Hadapi Bencana?

Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya.
Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 21:18 WIB

Menjaga Martabat Kebudayaan di Tengah Krisis Moral

Kebudayaan Bandung harus kembali menjadi ruang etika publik--bukan pelengkap seremonial kekuasaan.
Kegiatan rampak gitar akustik Revolution Is..di Taman Cikapayang
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:31 WIB

Krisis Tempat Parkir di Kota Bandung Memicu Maraknya Parkir Liar

Krisis parkir Kota Bandung makin parah, banyak kendaraan parkir liar hingga sebabkan macet.
Rambu dilarang parkir jelas terpampang, tapi kendaraan masih berhenti seenaknya. Parkir liar bukan hanya melanggar aturan, tapi merampas hak pengguna jalan, Rabu (3/12/25) Alun-Alun Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ishanna Nagi)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:20 WIB

Gelaran Pasar Kreatif Jawa Barat dan Tantangan Layanan Publik Kota Bandung

Pasar Kreatif Jawa Barat menjadi pengingat bahwa Bandung memiliki potensi luar biasa, namun masih membutuhkan peningkatan kualitas layanan publik.
Sejumlah pengunjung memadati area Pasar Kreatif Jawa Barat di Jalan Pahlawan No.70 Kota Bandung, Rabu (03/12/2025). (Foto: Rangga Dwi Rizky)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 19:08 WIB

Hikayat Paseh Bandung, Jejak Priangan Lama yang Diam-diam Punya Sejarah Panjang

Sejarah Paseh sejak masa kolonial, desa-desa tua, catatan wisata kolonial, hingga transformasinya menjadi kawasan industri tekstil.
Desa Drawati di Kecamatan Paseh. (Sumber: YouTube Desa Drawati)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 18:57 WIB

Kota untuk Siapa: Gemerlap Bandung dan Sunyi Warga Tanpa Rumah

Bandung sibuk mempercantik wajah kota, tapi lupa menata nasib warganya yang tidur di trotoar.
Seorang tunawisma menyusuri lorong Pasar pada malam hari (29/10/25) dengan memanggul karung besar di Jln. ABC, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung. (Foto: Rajwaa Munggarana)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 17:53 WIB

Hubungan Diam-Diam antara Matematika dan Menulis

Penjelasan akan matematika dan penulisan memiliki hubungan yang menarik.
Matematika pun memerlukan penulisan sebagai jawaban formal di perkuliahan. (Sumber: Dok. Penulis | Foto: Caroline Jessie Winata)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:44 WIB

Banjir Orderan Cucian Tarif Murah, Omzet Tembus Jutaan Sehari

Laundrypedia di Kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, tumbuh cepat dengan layanan antar-jemput tepat waktu dan omzet harian lebih dari Rp3 juta.
Laundrypedia hadir diperumahan padat menjadi andalan mahasiswa, di kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, Kamis 06 November 2025. (Sumber: Fadya Rahma Syifa | Foto: Fadya Rahma Syifa)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:29 WIB

Kedai Kekinian yang Menjadi Tempat Favorit Anak Sekolah dan Mahasiswa Telkom University

MirukiWay, UMKM kuliner Bandung sejak 2019, tumbuh lewat inovasi dan kedekatan dengan konsumen muda.
Suasana depan toko MirukiWay di Jl. Sukapura No.14 Desa Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa, (28/10/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nasywa Hanifah Alya' Al-Muchlisin)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:53 WIB

Bandung Kehilangan Arah Kepemimpinan yang Progresif

Bandung kehilangan kepemimpinan yang progresif yang dapat mengarahkan dan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang kompleks.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, meninjau lokasi banjir di kawasan Rancanumpang. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:31 WIB

Tren Olahraga Padel Memicu Pembangunan Cepat Tanpa Menperhitungkan Aspek Keselamatan Jangka Panjang?

Fenomena maraknya pembangunan lapangan padel yang tumbuh dengan cepat di berbagai kota khususnya Bandung.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Beranda 12 Des 2025, 13:56 WIB

Tekanan Biological Clock dan Ancaman Sosial bagi Generasi Mendatang

Istilah biological clock ini digunakan untuk menggambarkan tekanan waktu yang dialami individu, berkaitan dengan usia dan kemampuan biologis tubuh.
Perempuan seringkali dituntut untuk mengambil keputusan berdasarkan pada tekanan sosial yang ada di masyarakat. (Sumber: Unsplash | Foto: Alex Jones)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 13:39 WIB

Jalan Kota yang Redup, Area Gelap Bandung Dibiarkan sampai Kapan?

Gelapnya beberapa jalan di Kota Bandung kembali menjadi perhatian pengendara yang berkendara di malam hari.
Kurangnya Pencahayaan di Jalan Terusan Buah Batu, Kota Bandung, pada Senin, 1 Desember 2025 (Sumber: Dok. Penulis| Foto: Zaki)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 12:56 WIB

Kegiatan Literasi Kok Bisa Jadi Petualangan, Apa yang Terjadi?

Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum.
Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 10:28 WIB

Bandung Punya Banyak Panti Asuhan, Mulailah Berbagi dari yang Terdekat

Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga.
Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:20 WIB

Menikmati Bandung Malam Bersama Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse

Seporsi Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse Bandung menghadirkan kehangatan, aroma, dan rasa yang merayakan Bandung.
Ribeye Meltique, salah satu menu favorit di Justus Steakhouse. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:12 WIB

Seboeah Tjinta: Surga Coquette di Bandung

Jelajahi Seboeah Tjinta, kafe hidden gem di Cihapit yang viral karena estetika coquette yang manis, spot instagramable hingga dessert yang comforting.
Suasana Seboeah Tjinta Cafe yang identik dengan gaya coquette yang manis. (Foto: Nabella Putri Sanrissa)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 07:14 WIB

Hikayat Situ Cileunca, Danau Buatan yang Bikin Wisatawan Eropa Terpesona

Kisah Situ Cileunca, danau buatan yang dibangun Belanda pada 1920-an, berperan penting bagi PLTA, dan kini menjadi ikon wisata Pangalengan.
Potret zaman baheula Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)