Di tengah hiruk pikuk lalu lintas dan cuaca Bandung yang kerap panas menyengat Jalan A.H. Nasution, tepat di dekat keramaian area Cipadung, mata seolah pasti akan tertuju pada sebuah gerobak sederhana. Gerobak inilah yang jadi rumah bagi minuman dingin legendaris yang sebutannya adalah Es Goyobod.
Bukan sekadar es campur biasa, Goyobod ini membawa kisah ketahanan Nandi Hermawan, sang pemilik yang sudah setia menjajakannya sejak tahun 1997.
Siapa sangka, di zaman serba mahal ini, harga Goyobod Nandi terasa seperti hadiah dari masa lalu. Bayangkan, saat pertama berjualan, harga Goyobod per porsi hanya Rp1.000 hingga Rp2.000 . Kini, hampir tiga dekade berlalu, harganya hanya naik menjadi Rp6.000 per porsi.
"Kalau dulu saya cuman jual Rp1.000, Rp2.000. Sekarang cuman naik beberapa ya, Rp4.000," ujar Nandi, merujuk pada total kenaikan harga dari masa ke masa.
Inilah alasan mengapa Goyobod Nandi laris manis di kalangan anak sekolah, mahasiswa UIN Bandung, hingga para pengendara yang lewat. Harga yang dipertahankan Nandi disengaja, sebagai bentuk penyesuaian dengan kantong pelajar di sekitar Cipadung.
Saat disajikan, minuman ini langsung menghadirkan aroma gurih kelapa muda dan manisnya sirup marjan rasa kelapa yang langsung menembus indera, menjanjikan kesegaran yang otentik. Potongan goyobod yang ukurannya pas di mulut untuk satu kali suapan merupakan pengalaman yang tak terlupakan.
Goyobod itu sendiri terbuat dari aci atau kun kue yang memiliki tekstur kenyal dan bening, berpadu lembut dengan potongan roti tawar, sagu mutiara, tape singkong, hingga agar-agar sebagai pelengkap. Tiga serangkai rasa manis, gurih santan, dan sedikit asin berbaur sempurna dalam kuah kental. Uniknya, Goyobod ini punya ciri khas rasa Bandung.

"Manisnya terasa lebih kuat di lidah, namun kesegarannya cocok di cuaca Bandung. Berbeda kalau di Garut itu sedikit kurang manis dan yang ini lebih cocok di saya" ujar Zio seorang perantau asli Garut dan pelanggan setia.
Penyesuaian resep menjadi lebih manis ini rupanya cocok dengan selera warga dan cuaca di Bandung. Kunci mengapa Goyobod Nandi tetap dicari adalah kualitas bahan yang tidak pernah ia kompromikan, meskipun harganya murah.
Goyobod Nandi menggunakan santan yang berkualitas. Ia menggunakan santan seharga Rp40.000 per kilo. Ia enggan menggunakan santan murah yang harganya Rp20.000 per kilo dan biasanya sudah diencerkan dengan air. Nandi memastikan semua bahan harus apik atau bersih. Aci (kun kue) harus bening dan berkualitas agar tidak "bau tanah". Ia bahkan akan membuang bahan jika ada sedikit saja bintik hitam, demi menjaga kualitas dan tampilan.
Resep inilah yang bahkan pernah ia ajarkan sebagian kepada seorang mahasiswa yang kini sukses membuka gerai di Tangerang.
Perjalanan Nandi adalah potret gigihnya pedagang kuliner tradisional. Ia pernah menikmati puncak kejayaan dengan memiliki 8 gerobak , melayani pesanan catering Goyobod hingga ke Gedung Sate. Namun, badai dan persaingan membuat usahanya harus menyusut drastis, kini hanya tersisa satu gerobak yang beroperasi.
Di tengah segala kesulitan dan persaingan, Es Goyobod Nandi adalah simbol ketulusan dan kualitas yang tak pernah luntur. Saat menyantap Goyobod Rp6.000, sama artinya dengan mendukung semangat seorang pedagang yang berjuang agar kenangan jajanan masa lalu tetap eksis di jantung Kota Bandung. (*)
