Pembangunan untuk Siapa? Antara Kota Maju dan Desa yang Tertinggal

Netizen
Ditulis oleh Netizen diterbitkan Selasa 03 Jun 2025, 15:33 WIB
Di balik gemerlap pembangunan kota, ada permasalahan serius yang tidak boleh diabaikan. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)

Di balik gemerlap pembangunan kota, ada permasalahan serius yang tidak boleh diabaikan. (Sumber: Pexels/Tom Fisk)

Ditulis oleh Siti Asmaus Sarifah

Di tengah kemajuan pesat kota-kota besar, pembangunan di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang berat sebelah dengan lebih banyak menyasar wilayah perkotaan dan melupakan daerah yang tak tersentuh pusat kekuasaan. Pembangunan yang ideal seharusnya menyentuh semua lapisan masyarakat, tidak hanya yang tinggal di wilayah strategis.

Namun kenyataannya, pembangunan di Indonesia masih menunjukkan wajah yang timpang antara kota dan desa. Di satu sisi, kota-kota besar terus berkembang pesat, dihiasi dengan infrastruktur megah dan fasilitas modern. Sementara itu, di desa-desa, banyak daerah yang terisolasi, dengan minimnya akses terhadap berbagai kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan teknologi. Ketimpangan ini semakin terasa seiring pesatnya pembangunan di kota-kota besar, sementara desa masih bergulat dengan persoalan dasar yang tak kunjung selesai. Apakah ini wajar? Siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pembangunan ini?

Pembangunan yang lebih memprioritaskan kota besar sering kali mengabaikan kenyataan bahwa desa juga merupakan bagian integral dari bangsa ini. Jika desa terus terpinggirkan, maka kita tidak hanya menciptakan ketimpangan, tetapi juga menggagalkan esensi dari pembangunan itu sendiri. Di balik kesederhanaan desa yang belum sebanding dengan megahnya infrastruktur kota besar, tersembunyi potensi luar biasa yang jika diberdayakan mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian negara.

Potensi ini dapat ditemukan di berbagai sektor, seperti pertanian yang ramah lingkungan, pariwisata berbasis kearifan lokal, hingga kerajinan tangan yang bernilai tinggi. Tanpa dukungan infrastruktur dan akses yang merata, potensi ini berisiko menjadi peluang yang terlewatkan. Meskipun demikian, beberapa kebijakan sudah mulai digulirkan, seperti program digitalisasi desa dan pemberdayaan UMKM. Pertanyaannya, apakah kebijakan ini cukup efektif untuk mengangkat desa dari keterisolasian dan ketertinggalan?

Kemajuan Kota yang Mengaburkan Ketimpangan

Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya memang menunjukkan wajah pembangunan yang impresif. Pertumbuhan ekonomi, modernisasi transportasi, dan berkembangnya sektor jasa menjadi tolok ukur kemajuan yang terlihat nyata.

Namun di balik gemerlap kota, ada permasalahan serius yang tidak boleh diabaikan. Ketimpangan sosial, kemacetan yang semakin parah, polusi udara yang terus memburuk, hingga harga kebutuhan hidup yang terus melonjak justru menjadi beban nyata bagi masyarakat perkotaan. 

Baca Juga: Berfilosofi Memangkas Ego, Belajar Menerima Kegagalan seperti PSG

Tidak sedikit warga yang datang dari desa ke kota dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, ekspektasi itu kerap berujung pada kekecewaan. Alih-alih meraih kesejahteraan, mereka harus bertahan hidup di tengah kerasnya persaingan kota, terbatasnya lapangan pekerjaan yang layak, dan biaya hidup yang kian meningkat.

Banyak dari mereka yang akhirnya terjebak dalam pekerjaan informal, tanpa jaminan keamanan kerja dengan penghasilan yang jauh dari cukup. Fenomena ini menunjukkan bahwa kemajuan kota tidak berarti selalu sejalan dengan pemerataan kesejahteraan, tetapi justru dapat memperlebar jurang antara mereka yang diuntungkan oleh pembangunan dan yang tertinggal.

Desa yang Belum Tersentuh Sepenuhnya

Ketimpangan antara kota dan desa tidak sekadar terlihat dari segi fisik, tetapi juga terasa dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Unsplash/Ammar Andiko)
Ketimpangan antara kota dan desa tidak sekadar terlihat dari segi fisik, tetapi juga terasa dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Unsplash/Ammar Andiko)

Di saat kota berlomba memoles citra modern dengan gedung tinggi dan teknologi canggih, banyak desa masih bergulat dengan persoalan mendasar yang seolah tak kunjung terselesaikan. Jalanan yang rusak, fasilitas pendidikan yang terbatas, hingga minimnya pelayanan kesehatan menjadi potret nyata yang tak jarang diabaikan. Padahal, infrastruktur dasar adalah fondasi penting bagi peningkatan kualitas hidup dan pengembangan potensi lokal.

Jika melihat lebih jauh lagi, keterbatasan akses terhadap modal, pelatihan usaha, dan teknologi membuat pelaku ekonomi desa sulit bersaing di pasar yang lebih luas. Produk-produk pertanian dan kerajinan lokal sering tidak memiliki nilai tambah yang memadai karena lemahnya dukungan dalam distribusi dan pemasaran. Akibatnya, desa tetap menjadi pemasok sumber daya mentah, sementara nilai ekonominya dinikmati oleh pihak lain.

Sayangnya, dalam situasi seperti ini, banyak generasi muda desa yang memilih pergi ke kota. Mereka melihat kota sebagai satu-satunya jalan menuju masa depan yang lebih baik. Namun pilihan itu tidak lepas dari realitas bahwa desa belum mampu menawarkan ruang tumbuh yang menjanjikan.

Jika hal ini terus berlangsung, bukan hanya produktivitas desa yang akan menurun, tetapi juga keberlangsungan sosial dan budaya lokal yang kian memudar.

Perlukah Pembangunan Berpihak pada Desa?

Ketimpangan antara kota dan desa tidak sekadar terlihat dari segi fisik, tetapi juga terasa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengakibatkan hilangnya kesempatan desa untuk berkembang secara mandiri. Saat kota semakin maju, banyak desa masih tertinggal dengan berbagai keterbatasan seperti akses jalan yang sulit, sekolah yang minim fasilitas, hingga layanan kesehatan yang belum memadai. Jika hal ini terus dibiarkan, maka bukan hanya desa yang tertinggal, tetapi kualitas hidup masyarakat di dalamnya pun ikut terabaikan.

Memberdayakan desa bukan berarti menyaingi kota, melainkan menciptakan pemerataan. Pemerataan pembangunan perlu menjadi komitmen bersama, agar setiap warga negara, di mana pun mereka tinggal, memiliki kesempatan yang sama untuk hidup layak. Berorientasi pada perbaikan infrastruktur dasar, revitalisasi ekonomi lokal, serta penguatan pelayanan publik menjadi langkah krusial untuk menjawab tantangan ini.

Beberapa program seperti digitalisasi desa dan pemberdayaan UMKM memang sudah digencarkan. Namun dalam praktiknya, tidak semua desa dapat merasakan manfaatnya. Banyak dari mereka yang belum tersentuh atau bahkan tidak memiliki kemampuan dasar untuk memanfaatkan program tersebut.

Di sinilah perlunya pendekatan pembangunan secara menyeluruh yang tidak hanya membawa teknologi, tetapi juga membangun kesiapan sumber daya manusia dan kelembagaannya. Pelatihan keterampilan, literasi digital, serta pendampingan usaha lokal bukan sekadar tambahan, tetapi merupakan syarat mutlak agar pembangunan desa benar-benar berdampak untuk jangka panjang. 

Pembangunan yang Menyatukan, Bukan Memisahkan

Kesenjangan antara kota dan desa bukan sekadar catatan statistik, tetapi realitas yang setiap hari dirasakan oleh jutaan rakyat Indonesia. Jika pembangunan terus dijalankan tanpa kesadaran akan pentingnya pemerataan, maka kita sedang membangun bangsa yang pincang. Di satu sisi maju, tetapi di sisi lain tertinggal.

Pemerataan bukanlah mimpi idealis, melainkan keharusan moral dan strategis. Desa tidak boleh lagi ditempatkan di pinggiran wacana pembangunan. Mereka harus menjadi subjek, bukan sekadar objek kebijakan. Jika desa terus berada dalam bayang-bayang kota, maka potensi besar yang mereka miliki hanya akan menjadi cerita yang tak pernah tumbuh menjadi kenyataan.

Baca Juga: Kehidupan Remaja yang Terluka, Review Film Cry Me A Sad River

Memastikan bahwa pembangunan menjangkau desa bukan hanya soal keadilan, tetapi juga tentang masa depan bangsa. Oleh karena itu, pembangunan yang merata harus menjadi visi bersama. Pembangunan tidak seharusnya menjadi proyek elitis yang hanya berputar di sekitar pusat ekonomi dan politik. Ia harus hadir sebagai upaya kolektif untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat, tanpa terkecuali.

Bukan semata demi pemerataan ekonomi, tetapi demi memastikan bahwa tidak ada satu pun bagian dari bangsa ini yang tertinggal. Pembangunan tidak boleh menjadi milik kota saja, tetapi harus menyentuh akar kehidupan di desa-desa yang selama ini berjuang dalam diam. Pada akhirnya, kemajuan sebuah bangsa tidak diukur dari seberapa tinggi gedung-gedung di kotanya, melainkan dari seberapa banyak warganya yang dapat hidup dengan layak dimana pun mereka berada. (*)

Siti Asmaus Sarifah, mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 26 Okt 2025, 20:02 WIB

Hari Kebudayaan Nasional: Membuka Selubung Identitas Sinkretik Kita

Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon menuai perdebatan yang menarik.
Kebudayaan tradisional Indonesia. (Sumber: Pexels/Muhammad Endry)
Ayo Netizen 26 Okt 2025, 18:47 WIB

Peringkat Liga Indonesia Naik, gegara Persib Menang di Asia

Persib memenangkan pertandingan melawan Selangor FC pada lanjutan ACL 2
Persib Bandung saat bermain di ACL 2. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 26 Okt 2025, 16:00 WIB

Mengangkat Martabat Dapur Pelatihan: Menyibak Peran Sunyi di Balik Pembelajaran ASN

Di balik sorotan pelatihan ASN, ada dapur senyap tempat dedikasi bekerja tanpa tepuk tangan.
Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: bkpsdm.purworejokab.go.id)
Ayo Netizen 26 Okt 2025, 13:35 WIB

Kota Bandung Menuju Kota Mati?

Refleksi terhadap kegagalan Kota Bandung masuk 10 besar UI Greenmetric 2025.
Banjir di salah satu wilayah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 26 Okt 2025, 11:37 WIB

Urban Legend Gedung BMC, Rumah Sakit Terbengkalai Gudang Cerita Horor di Bandung

Kisah mistis dan sejarah Rumah Sakit BMC di Bandung, dari masa sebagai RS Sartika Asih hingga jadi legenda horor dengan hantu suster Belanda.
Gedung BMC yang banyak menyimpan kisah mistis. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 26 Okt 2025, 10:30 WIB

Pelajaran dari Film Good Boy (2025), Saat ā€˜Kebaikan’ Berhenti Menjadi Konsep Sederhana

Film Good Boy (2025) menghadirkan kisah horor unik tentang anjing peliharaan.
Poster Good Boy 2025
Ayo Netizen 26 Okt 2025, 08:23 WIB

Budaya Pembungkaman Terhadap Perempuan

Suara perempuan kadang tak terdengar bahkan sebelum sampai ditelinga seseorang
Bagi perempuan terlalu vokal bukan sekedar ejekan moral, justru hal tersebut mengundang maut untuk perempuan yang punya keberanian berkata tidak. (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 25 Okt 2025, 18:08 WIB

Bandung, Rumah Juara: Ketika Sepak Bola dan Basket Bersatu dalam Identitas Kota

Bandung bukan sekadar kota kreatif tapi rumah bagi semangat juara yang mengalir di setiap cabang olahraga, dari sepak bola hingga basket.
abak baru dalam sejarah basket Indonesia resmi dimulai, di mana Satria Muda Jakarta bertransformasi menjadi Satria Muda Bandung, menandai era baru yang menjanjikan bagi Kota Juara. (Sumber: dok. Satria Muda Bandung)
Ayo Biz 25 Okt 2025, 15:25 WIB

Lonjakan Lapangan Padel di Bandung, Momentum Baru bagi Brand Sportswear Lokal

Di Bandung, lapangan padel bermunculan di berbagai titik dan menjadi magnet baru bagi masyarakat urban yang mencari aktivitas fisik sekaligus gaya hidup.
Ilustrasi raket padel. (Sumber: The Grand Central Court)
Ayo Biz 25 Okt 2025, 15:02 WIB

Relaiv dari Produksi Bandung, Menembus Pasar Internasional Lewat Semangat Muda

Berawal dari ide menciptakan pakaian olahraga nyaman, multifungsi, dan terjangkau, Relaiv menjelma menjadi salah satu merek yang diperhitungkan di komunitas golf dan padel.
Berawal dari ide menciptakan pakaian olahraga nyaman, multifungsi, dan terjangkau, Relaiv menjelma menjadi salah satu merek yang diperhitungkan di komunitas golf dan padel. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 24 Okt 2025, 20:29 WIB

QRIS TAP dan Lompatan Digital Jawa Barat: Dari Bus Kota ke Mall, Transaksi Kini Sekejap Sentuh

Di tengah kehidupan urban yang serba cepat, sistem pembayaran digital yang aman, cepat, dan inklusif menjadi kebutuhan nyata.
QRIS TAP dirancang untuk memberikan pengalaman transaksi nontunai yang praktis dan menyeluruh, baik di sektor transportasi publik maupun pusat perbelanjaan modern. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 19:45 WIB

Ini Deretan Subgenre Film yang Tidak Banyak Diketahui!

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak film yang dirilis dengan menghadirkan beberapa genre.
Beragam jenis film. (Sumber: Pexels/Lucas Pezeta)
Ayo Biz 24 Okt 2025, 19:24 WIB

Long Live Metal: Skena Musik Keras Bandung Tak Pernah Mati

Meski mengalami penurunan massa, skena musik keras di Bandung justru menunjukkan daya tahan luar biasa, bukan hanya bertahan, tapi juga berevolusi.
Meski diguncang pandemi dan mengalami penurunan massa, skena musik keras di Bandung justru menunjukkan daya tahan luar biasa, bukan hanya bertahan, tapi juga berevolusi. (Sumber: Wikimedia Commons)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 17:15 WIB

IKN: Antara Kota Masa Depan dan Ruang Kemanusiaan

IKN menjanjikan masa depan baru Indonesia, namun tantangannya adalah bagaimana menjadikannya kota yang tetap ramah bagi manusia.
Desain resmi IKN. (Sumber: ikn.go.id)
Ayo Biz 24 Okt 2025, 16:11 WIB

Dari Kosan ke Pasar Internasional, Azarinnabila Janitra Menenun Mimpi Lewat Hi Paipe

Dari Hi Paipe, Arin tak pernah membayangkan bahwa hobi menjahit kecil-kecilan akan berkembang menjadi brand fashion lokal yang diminati hingga internasional.
Dari Hi Paipe, Arin tak pernah membayangkan bahwa hobi menjahit kecil-kecilan akan berkembang menjadi brand fashion lokal yang diminati hingga internasionl. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 16:02 WIB

Manajemen Pengetahuan: Kunci Sukses Program Makan Bergizi Gratis

Peningkatan pengelolaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dilakukan melalui penerapan manajemen pengetahuan.
Program Makan Bergizi Gratis. (Sumber: Indonesia.go.id)
Ayo Jelajah 24 Okt 2025, 15:53 WIB

Sejarah Kweekschool Bandung, Sakola Raja Gubahan Preanger Planters

Kweekschool Bandung berdiri sejak 1866 sebagai sekolah guru pertama di Jawa Barat. Kini bangunannya menjadi Mapolrestabes, menyimpan sejarah pendidikan kolonial yang panjang.
Bangunan Kweekschool Bandung sekitar tahun 1920-an. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 15:38 WIB

Cara Sederhana Terapkan Etika Jurnalistik dalam Pekerjaan Sehari-hari

Berikut beberapa cara praktis yang bisa dilakukan untuk menjaga etika jurnalistik.
Ilustrasi jurnalis. (Sumber: Pexels/Nur Andi Ravsanjani Gusma)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 15:13 WIB

Sahabat sekaligus Pelatih, Vicky Angga Saputra Sosok di Balik Sukses Jonatan Christie

Namanya Vicky Angga Saputra seorang sahabat seangkatan Jojo dan Ginting, mantan penghuni Pelatnas PBSI.
Vicky Angga Saputra. (Sumber: Dok. Djarum Badminton)
Ayo Netizen 24 Okt 2025, 14:49 WIB

Mengarusutamakan Kesetaraan Gender: Setara dari Rumah, Adil hingga Negara

Kesetaraan gender bukan sekadar isu perempuan, tetapi cermin kematangan suatu bangsa.
Ilustrasi wanita Indonesia. (Sumber: Pexels/Nurul Sakinah Ridwan)