Implementasi kebijakan Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara telah melewati masa satu lustrum. Capaian implementasi nasional bisa dilihat pada situs resmi Sekretariat Kabinet tahun 2024, di mana hanya 3,47 % dari 633 instansi pemerintah yang telah dinyatakan telah dan siap menerapkan Manajemen Talenta.
Capaian yang belum menggembirakan! Fenomena tersebut paradoks terhadap jabatan Aparatur Sipil Negara yang dibiarkan kosong berlama lama bahkan ada jabatan yang diisi oleh Non Pegawai Negeri Sipil di tengah jumlah PNS potensial yang melimpah. Jumlah ASN di Indonesia mengacu pada buku statistik Badan Kepegawaian Negara Semester II tahun 2024 mencapai 4.734.041 orang, dengan komposisi 75% PNS sisanya PPPK.
Menyimak diskusi dengan Tim Analisis Kebijakan LAN di Jatinangor Jawa Barat, Kementerian PAN & RB melalui tim kegiatan fasilitasi pembentukan talent pool pada 54 instansi Tahun 2024 mengidentifikasi isu krusialnya terletak pada kebijakan penilaian sumbu potensial yang harus menggunakan metode Assessment Centre.
Dalam praktiknya penggunaan metode ini untuk penilaian sumbu potensial bagi 4.7 juta pegawai dirasakan sangat menguras energi dan sumber daya.
Metode Assessment Centre
Penggunaan metode Assessment Centre sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 3 Tahun 2020, digunakan untuk mendukung kegiatan identifikasi, penilaian, dan pemetaan talenta di Tahap Akuisisi dalam rangka pencarian talenta instansi.
Penggunaan metode Assessment Centre digunakan untuk mengukur/menilai potensi (tinggi, menengah, dan rendah) yang meliputi kemampuan intelectual, interpersonal skill, self awareness, critical and strategic thinking, problem solving, emotional quotient, growth mindset, serta motivasi dan komitmen dari calon talenta.
Metode Assessment Center sebagaimana diatur dalam Peraturan BKN Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggara Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil, merupakan metode terstandar untuk mengukur kompetensi dan prediksi (potensial) keberhasilan pegawai dalam suatu jabatan yang dilakukan oleh beberapa orang asesor dengan menggunakan alat ukur wawancara kompetensi, tes psikologi dan/atau ditambah simulasi.
Metode Assessment Centre terbagi dalam tiga metode layanan penilaian yaitu: sederhana, sedang, dan kompleks. Hasilnya digunakan untuk analisa pemetaan talenta.
Pemetaan talenta dilaksanakan dengan menempatkan pegawai pada 9 (sembilan) kotak Manajemen Talenta yang menunjukkan kategori tingkatan kinerja dan potensial melalui Assessment Centre, uji kompetensi, rekam jejak jabatan, dan/atau pertimbangan lain sesuai kebutuhan instansi atau nasional. Pegawai yang berada pada kotak 9 (sembilan), 8 (delapan), dan 7 (tujuh) akan disiapkan untuk menduduki jabatan target di lingkungan instansinya.
Baca Juga: ASN Zaman Now: Kerja Fleksibel, Literasi Digital Jadi Modal Utama
Tantangan Penerapan Metode Assessment Centre
Tantangan instansi pemerintah dalam penerapan Metode Assessment Centre dilustrasikan pada kategori instansi yang tidak memiliki dan memiliki unit penyelenggara penilaian kompetensi secara mandiri.
Instansi yang tidak memiliki unit penyelenggara penilaian kompetensi menghadapi tantangan besar dalam pemanfaatan Assessment Centre sebagai kegiatan yang berbiaya tinggi mulai dari 3 juta hingga 7 juta per peserta (pegawai) tergantung pada metode layanan penilaianya.
Dengan kondisi seperti itu, metode ini sulit diberikan kepada seluruh pegawai pada satu tahun anggaran. Bahkan praktiknya dilakukan bertahap dan melewati masa tahun anggaran. Ditambah dengan hasil Assessment Centre diperoleh dengan waktu yang cukup lama dan hanya berlaku 3 tahun.
Dampak sistemik muncul pada siklus updating data yang disebabkan karena perbedaan masa berlaku hasil Assessment Centre, sedangkan disaat yang bersamaan banyak pegawai yang lain menunggu giliran untuk di ases.
Instansi yang memiliki unit penyelenggara penilaian relatif lebih siap karena penilaian kompetensi memaksimalkan pemanfaatan sumber daya internal (efisiensi tinggi).
Namun masalah utamanya adalah terbatasnya jumlah asesor internal, sebagaimana disinggung narasumber BKN pada kegiatan Bincang Karier PNS Kementerian PAN & RB bahwa jumlah JF Asesor SDM Aparatur per tahun 2020 ada diangka 197 orang, jumlah yang tidak sebanding untuk pelaksanaan assessment bagi 4.7 juta pegawai.
Pun apabila solusinya adalah melibatkan asesor eksternal (independen), maka instansi ini akan dihadapkan pada masalah keterbatasan anggaran seperti masalah utama di instansi kategori pertama.
Walhasil proses penilaian dan pemetaan menjadi proses yang tidak kunjung tuntas untuk masuk pada siklus tahapan Manajemen Talenta selanjutnya.
Metode penilaian lainnya selain Assessment Centre yang diatur dalam peraturan BKN adalah metode yang digunakan untuk memberikan penilaian kompetensi paling tinggi pada jabatan Administrator dan Jabatan Fungsional yang setara. Kebijakannya adalah Computer Assisted Competency Test (CACT) sebagai metode penilaian kompetensi serta potensi ASN yang bersifat rapid dan massal.
Pemanfaatan CACT yang digadang-gadang sangat efisien, ternyata dalam pelaksanaannya tidak dapat dinikmati oleh semua instansi. CACT availaibel dilaksanakan terpusat di kantor-kantor BKN dan memicu gelombang mobilisasi (perjalanan dinas) ASN, serta membentuk masa antrian yang panjang untuk hampir 4.7 jutaan ASN yang tersebar di 69 kementerian/lembaga, 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota.
Pilihan penyelenggaran di luar kantor BKN pun tidak menjadi solusi jangka panjang karena akan dihadapkan pada kebutuhan penyiapan biaya fasilitasi, penyediaan sarana dan prasarana pendukung, serta biaya kesiapan jaringan dan koneksi internet.
Praktik yang perlu dijajagi dalam pemanfaatan CACT yaitu CACT yang dapat diakses dimana saja sesuai tempat kedudukan peserta pada waktu yang sudah ditetapkan. Terhadap potensi kelemahan yang harus diantisipasi selain spesifikasi perangkat teknologinya adalah terjadinya fraud.
Beberapa strategi yang bisa dilakukan: mengaktifkan kamera perangkat atau ditambah dengan mengaktifkan kamera tambahan yang tetap hidup selama penilaian, memanfaatkan aplikasi tambahan yang bisa membatasi akses ke aplikasi lain atau memantau layar peserta selama penilaian termasuk penyediaan fitur proctoring otomatis yang bisa mendeteksi gerakan mata, suara, atau kehadiran orang lain, dan mengaktifkan mikrofon untuk mendeteksi suara yang tidak wajar atau percakapan.
Alternatif-alternatif tersebut sebagai upaya dasar untuk meminimalisir kecurangan dalam penilaian secara daring, penggunaan kombinasi strategi di atas secara signifikan akan mengurangi potensi fraud dan meningkatkan integritas hasil penilaian, meskipun tidak bisa efektif 100 % menghilangkan fraud.
BKN perlu melibatkan instansi penyelenggara Assessment Centre yang sudah terakreditasi di bawah kontrol dan pembinaan BKN. Dengan adanya pendelagasian tersebut, mencerminkan implementasi pembinaan BKN kepada penyelenggara Assessment Centre dan memperpendek rentang kendali dalam pelaksanaan CACT sehingga lebih memudahkan untuk kontrol dan pelaksanaannya.
Gagasan Manajemen Talenta ASN 2 Tahap

Gagasan Manajeman Talenta ASN 2 Tahap ini sebagai solusi alternatif strategi efisiensi kebijakan Manajeman Talenta tahap akuisisi pada kegiatan identifikasi, penilaian dan pemetaan talenta.
Tahap pertama, frame kebijakan Manajeman Talenta didesain untuk memastikan capaian nasional penerapan Manajeman Talenta di seluruh instansi pemerintah 100 %.
Tahap kedua, frame kebijakan Manajeman Talenta didesain untuk mendukung rencana suksesi kader pimpinan dan menjadi instrumen untuk menjaring talenta nonASN yang akan menduduki jabatan ASN sebagai bagian dari implementasi mobilitas talenta nasional.
Frame Kebijakan Manajeman Talenta Tahap I, tahap ini disebut Talenta Berkinerja dengan fokus untuk pemetaan dan pengembangan. Variabel yang dinilai menggunakan pasangan sumbu hasil kerja dan perilaku kerja untuk menggambarkan profiling capaian kinerja individu dan organisasi menggunakan metode penilaian kinerja pegawai dengan 3 rating penilaian (di bawah ekspektasi, sesuai ekspektasi, atau di atas ekspektasi).
Penggunaan sumbu perilaku ini sejalan dengan konsep manajemen stratejik, di mana setiap organisasi harus memiliki dan menetapkan budaya khas sebagai manifestasi citra organisasi yang diwujudkan melalui prinsip nilai yang dianut oleh pegawai.
Saat ini core value ASN Berakhlak ditetapkan sebagai standar perilaku ASN dalam membangun budaya kerja birokrasi nasional dalam Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 6 Tahun 2022, namun dalam kebijakan tersebut tidak memberi ruang kepada instansi untuk menerjemahkan dalam bentuk deskripsi indikator perilaku spesifik.
Penerjemahan ini akan menjadi pengayaan standar perilaku nasional dengan local wisdom. Kekayaan nilai instansional harusnya menjadi bagian yang terintegrasi dalam pengembangan talenta memperhatikan rencana penempatan pada unit kerja dan jabatan yang dituju terlebih dalam mendukung mobilitas talenta nasional. Pendekatan ini revelan untuk menstandarisasi bentuk perilaku ASN dalam jabatan dan level jabatan yang membutuhkan gambaran perilaku spesifik.
Upaya menimalisir hirukpikuk subjektivitas penilaian perilaku yang membayangi validitas tim Manajeman Talenta sangat diperlukan instrumen tambahan dengan mengkombinasi metode penilaian dengan logbook perilaku. Logbook perilaku adalah dokumentasi catatan atau jurnal perilaku pada periode penilaian yang akan menggambarkan pola perilaku, frekuensi, intensitas, serta pemicu dan konsekuensi dari perilaku tersebut.
Logbook perilaku setidaknya memuat informasi tanggal dan waktu, deskripsi perilaku. konteks/pemicu, intensitas/frekuensi, konsekuensi, dan catatan tambahan. Logbook diisi atasan atau pihak yang ditunjuk dengan mengkombinasikan dengan penilaian self awareness dan disimpan oleh pegawai.
Faktor kritis dalam pemanfaatan logbook adalah tujuan yang jelas dan spesifik, format yang mudah digunakan, konsistensi dalam pencatatan, dan kejelasan sekaligus keberanian dalam mencatat, analisis dan evaluasi berkala, serta penempatan logbook sebagai jurnal pembentukan perilaku bukan sebagai dokumen final penilaian perilaku.
Frame Kebijakan Manajeman Talenta Tahap II, tahap ini disebut Talenta Kader Pimpinan dengan fokus untuk seleksi dan promosi pada jabatan kunci satu tingkat lebih tinggi. Variabel yang dinilai adalah varibel potensi yang akan dipasangkan dengan variabel sumbu kinerja. Variabel kinerja diperoleh dari penilaian evaluasi kinerja pegawai pada Manajeman Talenta tahap I.
Bentuk perilaku yang ikut dinilai pada sumbu potensial menggunakan penilaian core value BerAKHLAK untuk menggambarkan cerminan budaya kerja paripurna individu, jabatan dalam penyelesaian tugas, dan kriteria perilaku pada jabatan jabatan strategis dengan stakeholders yang luas atau sebagai penentu kebijakan yang akan berdampak luas. Penggunaan indikator penilaian pada standar perilaku nasional tersebut diberikan dengan harapan secara langsung mendukung mobilitas karir dan mobilitas talenta nasional.
Pegawai yang akan dinilai adalah pegawai yang berada dalam kuadran predikat kinerja pegawai “baik” dan “sangat baik” di Manajeman Talenta tahap I, sehingga biaya yang dibutuhkan sangat rasional dan terukur sebagai investasi negara jangka panjang dalam rangka menemukan kader pimpinan instansi (predikat potensial dan unggul), dan sekaligus calon talenta nasional (predikat unggul).
Pegawai yang tidak masuk pada dua kategori predikat tersebut, selanjutnya dikembalikan ke pengelolaan Manajeman Talenta tahap I untuk mendapatkan pengembangan kapasitas dan tahapan Manajeman Talenta lainnya yang diperlukan sebagai penyiapan menuju kader pimpinan.
Dalam mendukung Manajeman Talenta tahap ini, pengembangan utama kader pimpinan dilakukan melalui Pelatihan Kepemimpinan sebagai pelatihan obligatory dengan memberikan penekanan pembentukan standar perilaku kepemimpoinan nasional yang terintegrasi pada substansi materi yang telah diatur dalam Peraturan LAN Nomor 5 Tahun 2022 dan ketentuan turunannya.
Baca Juga: ASN Corporate University dan Jalan Panjang Birokrasi Pembelajar
Strategi Implementasi
Gagasan perubahan frame kebijakan Manajeman Talenta ini ditujukan dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas tahap akuisisi talenta, dengan mengintegrasikan implementasi kebijakan penilaian kinerja pegawai dengan kebijakan manajemen telenta, menyuguhkan efisisensi anggaran pemerintah yang signifikan, terukur, dan tepat sasaran dalam menemukan calon talenta.
Biaya yang dibutuhkan spesisifk hanya untuk biaya akuisisi menemukan calon talenta potensial dan talenta unggul sebagai kader pimpinan instansi dengan jumlah relatif tidak terlalu banyak.
Bahkan pegawai dengan predikat talenta unggul dapat dimanfaatkan untuk mobilitas talenta nasional mendukung percepatan pencapaian program prioritas nasional. Selain itu, penerapan manajemen talenta tahap 2 ini dapat menjadi instrumen dalam rangka menjaring calon talenta dari luar ASN yang akan menduduki jabatan ASN.
Dalam mendukung gagasan ini, diperlukan dukungan penyempurnaan kebijakan secara terintegrasi antara Kementerian PAN & RB, BKN, dan LAN. Kebijakan yang diharapkan adalah memberikan peluang kepada Instansi Pemerintah menjabarkan nilai BerAKHLAK dengan memperhatikan karakterisk core business instansi.
Mengintegrasikan kebijakan manajemen talenta dengan kebijakan penilaian kinerja ASN untuk memastikan ketersediaan data talenta di setiap instansi pemerintah, sekaligus menyiapkan talenta kader pimpinan instansi dan talenta nasional yang khusus dijaring menggunakan metode Assessment Centre. Para talenta terpilih diberikan penguatan dan pembentukan perilaku kader pimpinan dengan standar perilaku nasional pada setiap level pelatihan kepemimpinan secara nasional. (*)