Infinite Scrolling dan Hilangnya Fokus

Prof. Dr. Moch Fakhruroji
Ditulis oleh Prof. Dr. Moch Fakhruroji diterbitkan Kamis 25 Des 2025, 17:35 WIB
Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas. (Sumber: Pexels | Foto: Ron Lach)

Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas. (Sumber: Pexels | Foto: Ron Lach)

Menjelajahi media sosial telah menjadi keseharian sebagian besar kita. Atau, mungkin saja istilah “menjelajahi” sudah tidak lagi relevan, sebab, kata menjelajahi lebih identik dengan tindakan sistematis dan sepenuhnya disadari.

Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas. Fitur infinite scrolling jadi salah satu penyebabnya. Fitur ini dikenal pula dengan sebutan endless scrolling alias scrolling tanpa henti. Ia adalah salah satu teknologi interface—bagaimana kita berinteraksi dengan internet dan media sosial—yang lahir dengan desain dimana segala macam konten muncul secara dinamis dan terus-menerus. Jika kemudian sampai pada ujung, pengguna biasanya melakukan refresh page yang memunculkan konten lainnya lagi, dan terus seperti itu.

Teknologi infinite scrolling yang muncul pertamakali di tahun 2019 ini sangat berbeda dengan era sebelumnya yang masih mengandalkan halaman per halaman—yang memungkinkan kita untuk menjelajahinya. Itu sebabnya disebut sebagai browsing atau lebih awal lagi, disebut surfing. Dengan kata lain, ada latar yang membuat penggunanya berselancar dari satu “halaman” ke “halaman” lainnya.

Penyesalan seorang Penemu

Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ilustrasi media sosial. (Sumber: Pexels/Pixabay)

Mungkin tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa ternyata sosok penemu teknologi ini, Aza Raskin, pernah menyesalinya. Dalam sebuah laporan yang dilansir The Time, Raskin menyesali penemuannya itu dengan mengatakan bahwa dirinya tidak menyadari konsekuensinya. Ia juga menyebut teknologi infinite scrolling sebagai produk yang tidak banyak membantu, alih-alih membuat pengguna untuk online selama mungkin.

Hari ini, sebagian besar platform media sosial justru menggunakan teknologi ini, bahkan platform marketplace hingga platform lain yang tidak tergolong sebagai media sosial sekalipun. Akibatnya, banjir informasi menjadi tidak terelakkan lagi, bahkan lebih tumpah-ruah dibanding sebelumnya.

Bayangkan, jika Anda membuka Tiktok atau Instagram dan scrolling selama 30 menit saja, pernahkah Anda menghitung berapa postingan yang Anda lihat? Lalu, implikasi praktisnya, Anda bahkan mngkin tidak pernah bisa mengingat postingan-postingan yang dilihat itu, bahkan jika harus menyebutkan sebagian kecilnya saja. Variasi informasi yang muncul di layar perangkat kita terlalu tumpah-ruah dan membuat kita kehilangan kemampuan untuk memilah dan mencernanya.

Jika tidak mampu mencerna, tentu pengguna menjadi semakin tidak kritis dan atau semakin emosional—namun semuanya hanya untuk sesaat. Hal ini disebabkan oleh semakin lemahnya kemampuan kita untuk fokus pada sesuatu yang kita anggap penting. Hal ini berbeda dengan interface web sebelumya yang masih menggunakan sistem pagination (halaman per halaman).

Fokus yang Terampas

Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital. (Sumber: Pexels/mikoto.raw Photographer)
Media sosial menjadi tempat di mana rahasia dibisikkan keras-keras, dan kebahagiaan diumumkan dengan huruf kapital. (Sumber: Pexels/mikoto.raw Photographer)

Johann Hari (2022) menyebut fenomena ini sebagai “stolen focus”, yakni situasi dimana kita semakin kehilangan focus atas sesuatu karena kebiasaan kita mengakses ratusan atau bahkan informasi dalam bentuk video singkat secara hampir bersamaan. Menurut Hari, sekarang kita semakin sulit untuk focus pada satu hal untuk waktu yang lama seperti membaca buku. Media digital bahkan memang bekerja dengan logika dasar brevity dan immediacy, namun teknologi infinite scrolling telah mengubah semuanya secara revolusioner.

Baca Juga: Budaya Scrolling: Cermin dari Logika Zaman

Hari menambahkan bahwa sifat infinite scrolling yang praktis telah membuat kita tidak mampu untuk berpikir mendalam, kritis dan memahami sesuatu yang abstrak. Terlebih, variasi informasi visual ini juga telah banyak disoroti sebagai salah satu penyebab munculnya fenomena brainrot—kebusukan otak—yang telah menggeser cara berpikir mendalam menjadi sesuatu yang instan, dangkal, dan bahkan tanpa makna.

Tidak mengherankan jika kekhawatiran ini mulai melanda beberapa negara di Eropa yang mulai kembali kepada buku-buku cetak alih-alih buku digital atau buku-buku online sebagai bahan ajar. Regulasi ini bukan berarti tidak memahami cara belajar baru Gen-Z atau Gen-Alpha, akan tetapi merupakan pilihan rasional yang bertujuan untuk mengembalikan kemampuan generasi berikutnya untuk fokus pada satu hal dalam waktu yang lama. Mereka berharap hal ini akan menyegarkan kembali cara berpikir kritis, mendalam dan abstrak. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Prof. Dr. Moch Fakhruroji
Direktur dan co-founder Center for Digital Culture and Society (CDiCS)
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 25 Des 2025, 20:41 WIB

Menunda Kepastian, Merawat Percakapan ala Richard Rorty

Richard Rorty menolak hasrat epistemologis, keinginan obsesi manusia dalam kepastian dan soloidaritas daripada objektivitas.
Richard Rorty menolak hasrat epistemologis, keinginan obsesi manusia dalam kepastian dan soloidaritas daripada objektivitas. (Sumber:Dokumentasi Penulis)
Mayantara 25 Des 2025, 17:35 WIB

Infinite Scrolling dan Hilangnya Fokus

Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas.
Dalam beberapa tahun ini, mengakses media sosial menjadi ritual yang seolah tanpa batas. (Sumber: Pexels | Foto: Ron Lach)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 16:25 WIB

Gus Dur, Toleransi, dan Harmoni

Gus Dur hadir untuk memastikan martabat dan keutuhan negara tetap terpelihara dan terjaga. Perjuangannya dalam membela kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, berbagai aspek kehidupan
"Dialog adalah budaya perdamaian" - Abdurrahman Wahid (Sumber: Instagram | Foto: @pamerandialogperadaban)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 15:13 WIB

Banjir namun Hidup Tetap Harus Berjalan

Banjir setinggi lutut kembali merendam Komplek Griya Bandung Asri 1, Bojongsoang, menghambat mobilitas warga.
Banjir terjadi di komplek Griya Bandung Asri 1 Bojongsoang. (05/12/2025) (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 25 Des 2025, 14:47 WIB

Cidulang, Cekung seperti Dulang

Di Tatar Sunda, dulang itu berbentuk seperti tabung yang mengecil di bagian bawahnya.
Gambaran seorang perempuan sedang ngakeul nasi di dalam dulang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Jelajah 25 Des 2025, 11:58 WIB

Hikayat Christmas Island, Pulau Kecil dengan Sejarah Besar di Samudra Hindia

Christmas Island menyimpan sejarah kolonial fosfat perang dunia dan migrasi lintas Asia yang membentuk identitas unik hingga kini.
Christmas Island. (Sumber: Flickr)
Beranda 25 Des 2025, 09:41 WIB

Di Sore yang Pelan, Ngafe Menjadi Ruang Rehat Warga Kota Bandung

Pada sore, ruang ini berfungsi sebagai tempat singgah yang lebih tenang, menjadi bagian dari gaya hidup warga kota dalam bekerja, beristirahat, dan mengatur ritme hidup di tengah kesibukan urban.
Coffee shop di Kota Bandung menjadi salah satu pilihan tempat untuk rehat dari rutinitas. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ilham Maulana)
Beranda 25 Des 2025, 08:09 WIB

Panggung Tanpa Lampu Sorot, Cerita di Balik Suara Emas Penyanyi Jalanan Kota Bandung

Namun, rupiah yang mereka kumpulkan dengan cucuran keringat dari pagi hingga malam itu kerap harus dibayar dengan rasa waswas.
Penyanyi jalanan di perempatan Jalan Pahlawan, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 24 Des 2025, 20:45 WIB

Workshop Google AI Tools for Journalist di Bandung Bekali 28 Peserta Tingkatkan Kapasitas Media Lokal

Pelatihan intensif tersebut diikuti 28 peserta terpilih yang terdiri atas pengelola media lokal, jurnalis, serta konten kreator komunitas dari berbagai daerah.
Program Google AI Tools for Journalist yang digelar selama dua hari, 23–24 Desember 2025 di Kantor Ayo Media Network. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 17:03 WIB

Terminal Cicaheum Harus Siap Sambut Bus AKAP Double Decker

Banyaknya Bus AKAP Premium yang melirik kota Bandung sebagai trayek berpotensi tertinggi ketiga di Pulau Jawa, maka bersiap untuk banyaknya pemandangan bus Double-decker mewah melintas
Terparkir 3 Bus Gunung Harta Transport Solustions (GHTS) saat malam hari di garasi GHTS (19/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Dean Rahmani)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 16:40 WIB

Ujian Nyata Walikota Farhan: Normalisasi Sungai Cinambo atau Banjir Warisan?

Banjir Sungai Cinambo bukan sekadar dampak curah hujan, tetapi cerminan lemahnya tata kelola lingkungan Kota Bandung.
Kondisi Sungai Cinambo di Bandung Timur, yang dinilai mengalami pendangkalan dan penyempitan, menjadi bukti kegagalan tata kelola infrastruktur kota, (2 Desember 2025). (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Khansa Khairunsifa)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 15:41 WIB

Taman Lansia Bandung usai Revitalisasi: Antara Harapan Baru dan Beragam Tantangan di Lapangan

Taman Lansia Bandung hadir dengan wajah baru setelah revitalisasi, namun masih menghadapi berbagai tantangan dalam hal keamanan, fasilitas, dan pengelolaan untuk kenyamanan bersama.
Lampu taman malam hari yang menerangi jalur pejalan kaki menunjukkan suasana sepi setelah hujan mengguyur Taman Lansia pada Rabu, 3 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Hilyatul Auliya)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 15:07 WIB

Bandung Waras

Bandung harus punya otak yang waras dan hati yang peka.
Festival seni dan budaya bukan sekadar hiburan. Itu pengingat bahwa kota hidup dan waras. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 13:26 WIB

Mendidik dengan Ikhlas, Mengabdi dengan Cinta: Kisah di Balik Seragam Cokelat Herna Wati

Kisah ini mengambarkan Herna Wati yang menjadikan Pramuka sebagai ruang untuk belajar ikhlas, mandiri, dan tempatnya untuk mengabdi dengan penuh cinta.
Foto Herna Wati Pembina Pramuka MTs Baabussalaam Kota Bandung. (Foto: Lutfiah Nurrahma Faisal)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 12:23 WIB

Warisan Humanis Gus Dur bagi Bangsa yang Majemuk

Perjalanan panjang bangsa yang penuh warna dan dinamika, nama Gus Dur selalu hadir seperti lentera yang menerangi ruang-ruang gelap kemanusiaan.
Illustrasi Peringatan Haul 16 GUS DUR. (Sinan)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 09:57 WIB

Tahura Djuanda Hadirkan Wisata Edukasi Bernilai Konservasi: Batu Batik dan Flora Langka Jadi Daya Tarik Baru

Keunikan wisata Taman Hutan Raya Ir. Djuanda menjadi daya tarik.
Anggrek terkecil di dubia jadi bintang baru kawasan konservasi (04/11/2025) (Sumber: Dok.pribadi | Foto: Nazwa Revanindya)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 09:29 WIB

Remaja dan Luka Sunyi Dunia Maya

Opini ini mengajak pembaca menyelami sisi gelap dunia maya yang kian membelenggu remaja Indonesia.
Seorang remaja duduk terpukul di tengah serangan komentar kasar dan ejekan di media sosial. (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: jajang shofar)
Ayo Netizen 24 Des 2025, 08:47 WIB

Masyarakat Bandung Sudah Bersahabat dengan Gelapnya Jalanan Kota Bandung

Masyarakat Bandung sudah pasrah dengan penerangan jalan yang tidak kunjung diperbaiki oleh Wali Kota Bandung.
Suasana jalanan daerah Tegallega di jam 21.00 WIB yang sudah tidak terlihat oleh pengendara, Jumat (28/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis Foto: Nadya Ulya Zagita)
Ayo Jelajah 23 Des 2025, 21:48 WIB

Sejak Kapan Pohon Cemara Digunakan jadi Hiasan Natal?

Tradisi pohon Natal berakar dari kebiasaan masyarakat Eropa kuno yang memuliakan tanaman hijau di tengah musim dingin, jauh sebelum Natal dirayakan secara modern.
Ilustrasi Pohon Cemara saat Natal.